Pemerintah Kota Kendari tetapkan masa tanggap darurat bencana tiga hari ke depan. Cuaca buruk masih berpotensi terjadi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Kota Kendari menetapkan masa tanggap darurat seiring banjir bandang yang melanda. Cuaca buruk diprediksi masih akan terjadi selama tiga hari ke depan. Masyarakat menanti solusi pemerintah seiring banjir yang berulang.
Sekretaris Daerah Kendari Ridwansyah Taridala menyampaikan, banjir bercampur lumpur tersebut merendam sejumlah wilayah di Kendari. Wilayah paling terdampak berada di Kecamatan Kendari Barat. Pemerintah masih melakukan pendataan jumlah pasti dampak dari bencana ini.
”Seiring bencana yang terjadi dan kebetulan Penjabat Wali Kota Kendari M Yusuf sedang menghadiri rapat di Bali, tadi kami melalui rapat daring telah menetapkan masa tanggap darurat bencana selama tiga hari ke depan. Potensi cuaca buruk juga masih terjadi selama tiga hari. Sementara itu, upaya penanganan terus berjalan,” kata Ridwansyah, di Kendari, Kamis (7/3/2024) sore.
Saat ini, pihaknya fokus untuk menangani lokasi prioritas. Alat berat diturunkan untuk membantu pembersihan lumpur dan material yang terbawa banjir bandang di kampung dan perumahan. Dapur umum juga telah disiapkan di dua lokasi terparah.
Meski begitu, sejumlah kesulitan juga dihadapi akibat banyaknya warga yang terdampak. Beberapa daerah belum tersentuh akibat kekurangan peralatan dan personel. Semua perangkat hingga tingkat paling bawah ditugaskan untuk melakukan penanganan bersama institusi lainnya.
Terkait penyebab banjir yang terjadi, Ridwansyah menyampaikan, curah hujan yang terjadi memang tergolong ekstrem, hingga 170 milimeter per hari. Selain itu, drainase banyak mengalami pendangkalan dan penyempitan. Sejumlah upaya pembersihan dilakukan secara berkala.
”Terkait kondisi Taman Hutan Rakyat (Tahura) Nipa-Nipa, memang terus diokupasi. Dulu warga bermukim hanya 200 orang, terakhir kami cek sudah 200 keluarga. Ini membutuhkan penanganan holistik karena memang air dari bukit itu langsung mengalir ke laut,” ujarnya.
Banjir lumpur yang mengalir deras menerjang sejumlah wilayah di Kendari, Sulawesi Tenggara. Aliran air menyapu permukiman, menghanyutkan rumah, dan sejumlah kendaraan. Hujan yang mengguyur wilayah Kendari sejak Rabu (6/3/2024) malam membuat sejumlah wilayah terendam banjir.
Wilayah Kecamatan Kendari Barat diterjang air bercampur lumpur yang menimbulkan dampak besar. Material kayu bercampur lumpur menutupi jalan. Kendaraan hanyut disapu air. Sebuah rumah juga hanyut terbawa derasnya aliran air.
Edi (40), pasien RS Santa Anna, memilih keluar dan pulang. Ia menenteng infus yang masih melekat di tangannya. Ia sebelumnya menyelamatkan diri ke lantai dua rumah sakit saat banjir bandang datang menerjang.
”Saya baru masuk tadi malam karena sakit lambung. Tapi tiba-tiba air naik dan kami semua naik ke lantai dua. Sekarang mending pulang daripada di rumah sakit tidak bisa ditangani,” ujarnya meringis menahan sakit di perut.
Sebanyak 70-an pasien dievakuasi ke lantai yang lebih tinggi. Semua pasien selamat meski beberapa di antaranya dalam kondisi darurat dan membutuhkan penanganan khusus.
La Iwan (29), warga lainnya, menyampaikan, dalam sepekan terakhir, banjir tiga kali merendam rumahnya. Banjir pada Rabu malam tersebut membuatnya harus menjebol dinding karena aliran air yang sangat deras.
”Tapi, selama bertahun-tahun, ini banjir yang paling besar. Kami pusing kenapa banjir terus terjadi, tanpa ada solusi,” ujarnya.
Selama beberapa hari terakhir, bencana banjir telah tiga kali terjadi di Kendari. Pada Senin (4/3/2024) dini hari, air dengan cepat meluap meski hujan baru turun beberapa jam. Sejumlah wilayah yang rawan banjir dengan cepat tergenang air dengan ketinggian hingga di atas satu meter. Seorang anak balita tewas terseret arus akibat terjatuh saat evakuasi mandiri bersama sang ibu.
Sebelumnya, pada Jumat (1/3/2024) banjir juga menerjang sebagian wilayah. Air bercampur lumpur mengalir deras dan membawa sejumlah material. Seorang warga lansia yang kaget karena terjangan air meninggal dunia.
Yang semakin ironis karena di saat banjir, pemerintah malah merayakan raihan Adipura. Mereka juga membuat acara di balai kota meski masyarakat berjuang dengan banjir. Saya kira kinerja pemerintah harus dievaluasi.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Kendari Safril Kasim mengungkapkan, banjir terjadi akibat sejumlah faktor. Mulai dari iklim, kontur tanah, kemiringan lereng, permukiman, dan penggunaan lahan. Dua faktor terakhir merupakan hal yang paling bisa diintervensi untuk menekan terjadinya banjir berulang.
Wilayah Kendari, ia melanjutkan, memiliki kontur serupa cawan dengan teluk di bagian tengah. Di kira dan kanan diapit pegunungan yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan perlindungan. Akan tetapi, Taman Hutan Rakyat Nipa-Nipa di sebelah kiri dan Tahura Nanga-nanga di sebelah kanan terus terokupasi.
Hal ini berkelindan dengan penggunaan lahan masif di daerah hulu, baik untuk perkebunan maupun pertambangan. Di daerah hulu, khususnya Sungai Wanggu yang membelah kota, telah banyak terbuka. Hal ini membutuhkan upaya lintas sektor untuk penanganan hingga rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS).
Kisran Makati, dari Pusat Studi HAM Sultra, mengungkapkan, banjir yang terjadi berulang hingga menyebabkan korban jiwa tidak menjadi perhatian utama Pemkot Kendari. Langkah penanganan tidak maksimal sehingga korban dan dampak terus meluas.
”Yang semakin ironis karena di saat banjir, pemerintah malah merayakan raihan Adipura. Mereka juga membuat acara di kantor balai kota meski masyarakat berjuang dengan banjir. Saya kira kinerja pemerintah harus dievaluasi,” tuturnya.