Warga Kendal Tewas Dibenamkan di Sungai Serayu, Empat Pelaku Diringkus
Empat tersangka pembunuhan diringkus Polres Purbalingga. Faktor ekonomi picu pembunuhan.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Empat orang menjadi tersangka pembunuhan terhadap Okta Novan Dwi (22), warga Kendal, Jawa Tengah, yang ditemukan terikat tali tambang pada batu cor beton di Sungai Serayu, Kecamatan Bukateja, Purbalingga, Jateng, pada 18 Februari 2024. Pembunuhan itu dilakukan keempat tersangka dengan dalih korban tidak bersedia melunasi utangnya sebesar Rp 6,3 juta kepada salah satu pelaku.
Keempat orang itu ialah Purwanto (37), Ahmad Baihaki (22), Kubro Sri Antono (24), dan Ahmat Taofik (19). Mereka diringkus jajaran Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Purbalingga dan Tim Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (8/3/2024) sore, Kepala Satreskrim Polres Purbalingga Ajun Komisaris Aris Setianto mengatakan, jenazah korban ditemukan dalam keadaan terikat tali tambang di bagian perut. ”Ujung talinya terikat pada batu cor dengan berat lebih kurang 20 kilogram,” katanya.
Aris menyebutkan, dari hasil pemeriksaan dokter kepada jenazah yang ditemukan di Sungai Serayu, Desa Kembangan, Kecamatan Bukateja, itu, terdapat luka memar di kepala belakang bagian kanan disertai patah tulang sampai dasar kepala. Selain itu, ditemukan perdarahan pada selaput laba-laba otak dan tanda kematian akibat tenggelam.
”Satreskrim Polres Purbalingga kemudian melakukan pendalaman dan penyelidikan. Hasilnya, identitas korban berhasil diketahui, yaitu bernama Okta Novan Dwi (22), seorang sopir warga Desa Pagergunung, Kecamatan Pageruyung, Kabupaten Kendal,” ucap Aris.
Dari penyelidikan, polisi akhirnya menangkap keempat tersangka pada Selasa (20/2/2024). Mereka adalah Purwanto (37), seorang sopir asal Desa Sentul, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, yang menjadi eksekutor; Ahmad Baihaki (22), warga Kabupaten Kendal; serta Kubro Sri Antono (24) dan Ahmat Taofik (19), keduanya warga Batang.
Pelaku utama adalah Purwanto, yang dibantu oleh Ahmad Baihaki, Kubro, dan Ahmat Taofik. ”Motif pelaku utama berinisial P selaku eksekutor melakukan pembunuhan ialah karena merasa sakit hati kepada korban,” kata Aris.
Dari keterangan tersangka, lanjut Aris, pembunuhan bermula pada Kamis (15/2/2024). Purwanto yang sedang bersama korban di wilayah Kabupaten Batang tiba-tiba menabrak mundur korban menggunakan truk saat korban sedang berdiri di belakang truk. ”Korban yang kondisinya tidak sadar kemudian dimasukkan ke dalam truk oleh tersangka P,” katanya.
Selanjutnya, korban dibawa Purwanto ke salah satu kostel (indekos) di wilayah Kabupaten Batang. Lalu Purwanto menghubungi tiga temannya, yaitu Ahmad Baihaki, Kubro Sri Antono, dan Ahmat Taofik, untuk menunggui korban. ”Saat dilakukan pengecekan, saat itu korban masih bernapas, tetapi kondisi tidak sadar,” ujar Aris.
Pada Jumat (16/2/2024), korban dibawa oleh empat tersangka menuju ke Kabupaten Purbalingga menggunakan mobil Daihatsu Sigra warna putih. Sampai di Purbalingga, korban yang masih keadaan tidak sadar diikat menggunakan tali yang dikaitkan batu cor, kemudian dilempar ke Sungai Serayu dari atas jembatan di wilayah Desa Kembangan, Kecamatan Bukateja.
Berdasarkan pengakuan Purwanto, kata Aris, korban memiliki utang Rp 6,3 juta terkait jual beli material. Namun, karena saat ditagih, korban tidak mau membayar dan malah berbicara kasar, Purwanto merasa sakit hati dan kemudian melakukan perbuatan tersebut.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dikenai Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman maksimal ialah pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.
Tekanan ekonomi
Dihubungi Sabtu (9/3/2024), Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho menyebutkan, tekanan ekonomi membuat seseorang jadi gelap mata. ”Jadi, kondisi tekanan ekonomi, pekerjaan yang sulit, semuanya mahal, kemudian pihak pelaku sendiri tidak ada toleransi. Itu dua-duanya sama salah. Ini menjadikan pelaku gelap mata,” katanya.
Secara kriminologi, menurut Hibnu, kejahatan terjadi karena adanya kebutuhan dan juga kesempatan. ”Kalau ini bukan karena kesempatan, melainkan karena kebutuhan sehingga situasi yang serba panas terjadilah kejahatan seperti itu,” ujarnya.
Motif pelaku utama berinisial P selaku eksekutor melakukan pembunuhan ialah karena merasa sakit hati kepada korban.
Dibutuhkan peran banyak pihak untuk memperbaiki kondisi ekonomi saat ini dan juga meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesama. ”Semuanya ya, bagaimana ekonomi jadi mudah, masyarakat juga bisa saling menolong. Ibaratnya seperti sumbu pendek, kalau situasi sudah terjepit, (kejahatan) itu bisa terjadi,” kata Hibnu.
Hibnu juga menyoroti sejumlah kasus di mana residivis acap kali kembali ditangkap karena melakukan kejahatan. Dalam kondisi itu, dibutuhkan evaluasi dalam pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, perlu dilihat pula faktor lingkungan setempat.