Lestarikan Budaya, 12 Patung Shio Dipajang di Tempat Ibadat Tri Dharma di Magelang
Keberadaan 12 patung shio di Tempat Ibadat Tri Dharma Liong Hok Bio itu adalah wujud pelestarian budaya kuno Tionghoa.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebanyak 12 patung binatang simbol dari shio dipajang di halaman Tempat Ibadat Tri Dharma (TITD) Liong Hok Bio, Kota Magelang, Jawa Tengah. Keberadaan patung-patung itu merupakan salah satu wujud pelestarian budaya kuno Tionghoa.
”Cerita-cerita tentang shio adalah bagian dari kisah dan legenda kuno yang sudah ada sejak sekitar 4.700 tahun lalu, tapi masih abadi hingga sekarang,” ujar Pembina Yayasan Tri Bhakti, David Herman Jaya, Senin (11/3/2024) petang, di TITD Liong Hok Bio. Yayasan Tri Bhakti adalah yayasan yang menaungi TITD Liong Hok Bio.
Shio adalah perhitungan tahun menurut kalender Tionghoa yang dilambangkan dengan 12 binatang, yakni macan, naga, kelinci, kambing, ular, babi, anjing, tikus, kuda, monyet, ayam, dan babi. Astrologi khas Tionghoa ini dipercaya dapat mengungkap nasib, sifat, karakter, dan peruntungan dari setiap individu.
David menjelaskan, patung shio di TITD Liong Hok Bio dibuat dari aluminium dengan tinggi sekitar 180 sentimeter. Setiap patung diletakkan di atas alas berbahan batu. Berat masing-masing patung diperkirakan mencapai 0,5 ton atau 500 kilogram.
Patung-patung tersebut merupakan karya seniman asal Bali, I Nyoman Alim Mustapha, yang saat ini tinggal dan memiliki sanggar pahat batu di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Bentuk patung-patung itu meniru dari cerita asli China. Proses pembuatan 12 patung tersebut lebih dari satu tahun.
David menuturkan, keberadaan patung-patung itu di TITD Liong Hok Bio akan dilengkapi dengan narasi tentang masing-masing shio yang bakal diukir pada dinding di belakang masing-masing patung.
”Perlu ada sedikit narasi sehingga kisah tentang shio tersebut akan semakin lengkap dan menarik,” ujarnya. Penambahan narasi yang dilengkapi dengan relief hiasan itu diperkirakan membutuhkan waktu 2-3 tahun.
David menambahkan, hingga sekarang, shio masih menjadi panduan dan pegangan hidup bagi kebanyakan masyarakat Tionghoa. Dia mencontohkan, sebagian keluarga Tionghoa masih menggunakan perhitungan shio dalam perencanaan memiliki anak.
Dengan begitu, anak mereka memiliki peruntungan atau karakter tertentu sesuai tahun kelahirannya. ”Kadangkala orang memang memaksakan, padahal sebenarnya semua shio tersebut mengandung makna baik untuk kehidupan,” ujarnya.
Min In (74), warga keturunan Tionghoa dari Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, mengatakan, shio masih digunakan untuk berbagai aktivitas kehidupan, seperti menentukan tanggal pernikahan.
Menurut Min In, shio dari pasangan calon mempelai juga diperhatikan untuk menimbang apakah mereka sebenarnya cocok dan berjodoh atau tidak. Selain itu, shio juga diyakini melambangkan karakter.
Cerita-cerita tentang shio adalah bagian dari kisah dan legenda kuno yang sudah ada sejak sekitar 4.700 tahun lalu, tapi masih abadi hingga sekarang.
Ketua Yayasan Tri Bhakti, Paul Chandra Wesi Aji, menuturkan, keberadaan patung-patung tersebut juga diharapkan dapat menambah daya tarik kunjungan masyarakat dan wisatawan ke TITD Liong Hok Bio.
”Jika tertarik untuk mengetahui kisah-kisah tentang shio ini, para wisatawan bisa langsung bertanya kepada pengurus kelenteng (TITD Liong Hok Bio),” ujarnya.