Solusi Tanah Bergerak di Batu, Pulihkan Keseimbangan Alam
Pergerakan tanah di Kota Batu, Jatim, diakibatkan akuifer. Mengembalikan keseimbangan alam jadi solusi.
Ifa (32) hanya bisa pasrah dengan kondisi bagian belakang rumahnya yang retak. Ada beberapa alur retakan di tembok dan lantai rumah berumur puluhan tahun yang dia tempati. Salah satunya tembok di sisi pintu samping yang merenggang cukup lebar dari bawah sampai atas, lalu menyambung ke sisi dalam di antara ruang tengah dan belakang.
”Mboten ajrih, sampun griyane, pripun malih (Tidak takut, sudah rumahnya, mau bagaimana lagi),” ujar warga RT 001 RW 010 Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, itu sambil tersenyum simpul, Senin (18/3/2024).
Rumah Ifa menjadi salah satu dari 10 rumah warga yang retak terdampak tanah bergerak. Lokasi Brau ada di lembah pegunungan sisi barat dari Kota Batu.
Menurut warga, retakan terjadi sejak lama. Namun, setiap tahun lebar retakan kian bertambah.
Selain rumah, retakan juga muncul di area halaman SD-SMP Satu Atap, badan jalan antardusun, dan lahan pertanian. Kini, retakan di badan jalan telah ditutup semen oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Sementara di halaman sekolah telah diberi pengaman tali plastik agar orang tidak mendekat.
Kemarin hujan deras selama beberapa hari rekahannya agak melebar,” kata Ifa, yang tidak memiliki niat untuk mengungsi, termasuk ke rumah tetangga begitu hujan deras turun. Dia merasa bahwa kondisi masih tetap aman-aman saja.
Ifa hanya berharap pemerintah daerah bisa mengatasi retakan yang ada di lahan persawahan di belakang rumahnya yang lokasinya lebih rendah, bisa dengan menggunakan bronjong atau apa saja guna memperkuat kawasan sekitar dari hal tidak diinginkan.
Tiga hari terakhir kabar soal pergerakan tanah di Brau kembali mencuat setelah hujan deras sepekan terakhir. Sebelumnya, peristiwa serupa muncul pada Februari 2021. Bahkan, saat itu ada belasan keluarga yang mengungsi dan menempati tempat hunian sementara (huntara) yang dibangun di belakang gedung SD-SMP Satu Atap.
Menurut warga, setiap kali musim hujan dipastikan ada retakan baru. Bahkan, pada 2023 pihak sekolah terpaksa memindahkan ruang kepala SD ke ruang lain yang lebih aman. Pasalnya, saat itu kondisi ruangan yang lama retak dan kamar mandinya ambles.
”Aktivitas belajar-mengajar sejauh ini tidak terganggu. Para siswa kami konsentrasikan untuk menempati kelas di sisi selatan (kiri) yang tanahnya lebih keras,” kata Kepala SMP Satu Atap Dwi Lisman Putra, yang dibenarkan oleh Kepala SD Satu Atap Siti Roihatul.
Baca juga: Pergerakan Tanah di Brau Kota Batu Diteliti
Beragam upaya telah dilakukan. Selain penanganan kedaruratan oleh Pemerintah Kota Batu melalui BPBD, sejumlah perguruan tinggi juga dilibatkan untuk mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi di balik keretakan tanah itu. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral juga pernah turun ke lokasi untuk menganalisis fenomena yang ada.
Putera Agung M Agung, ahli geoteknologi dari Politeknik Negeri Jakarta, mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian di Brau. Hasil kajian tahun 2022 lalu menyatakan bahwa tekanan air pori dan kondisi setempat ikut memengaruhi pergerakan tanah di tempat itu.
Menurut Putera, di bawah Brau terdapat akuifer yang besar, tetapi tidak didukung kondisi tanah yang bagus. Kondisi tanah tidak bagus disebabkan kondisi lingkungan yang pepohonannya terbuka. Saat ini, di sekitar lokasi yang retak hanya terdapat permukiman dan lahan pertanian, bukan tegakan.
”Kalau pepohonan dibuka, dia berubah perilaku. Dulu di sini banyak pohon besar sehingga keseimbangan alam terjaga. Tekanan air pori yang besar akan dihisap lagi oleh tanaman sehingga netral dan aman. Pada saat dibangun infrastruktur, itu semua dibuka sehingga tidak terjadi lagi keseimbangan,” ujarnya saat ditemui di lokasi terdampak, kemarin.
Rekomendasi
Kandungan tanah yang mengandung salah satu mineral lempung yang mudah mengembang juga ikut memengaruhi. Oleh karena itu, menurut dia, ada beberapa rekomendasi untuk memperkuat daerah tersebut, salah satunya melalui engineering. Namun, engineering terkendala biaya yang tinggi.
Dia mencontohkan pembangunan parit-parit dengan kerikil atau sumur resapan yang panjang. Alternatif lainnya adalah mengembalikan kawasan itu pada kondisi alami. Sumber air yang ada bisa dikelola menjadi air minum.
”Mungkin dengan relokasi, memindahkan bangunan yang ada. Sementara di sini ditanami tanaman-tanaman yang bisa mereduksi tekanan air yang besar, seperti pohon cemara dan pinus. Jadi tanaman keras. Kondisinya dikembalikan seperti semula,” kata Putera, yang telah menjelaskan hasil kajiannya itu ke Penjabat Wali Kota Batu Aries Agung Paewai, di lokasi terdampak di Brau.
Adapun Aries Agung Paewai berencana memindahkan gedung SD-SMP Satu Atap ke lokasi lain yang lebih aman sebagai prioritas. Pasalnya, pergeseran tanah hampir terjadi setiap tahun tatkala musim hujan tiba. Dari hasil kajian, menurut dia, tidak mungkin mempertahankan sekolah yang ada di tempat itu lagi.
”Oleh sebab itu, kita berharap hasil kajian jadi bahan evaluasi apakah sekolah satu atap ini akan dipertahankan di lokasi yang sama. Kalau dipertahankan, dampaknya akan banyak yang dirugikan,” katanya.
Aries berharap pihak desa masih memiliki lahan untuk bisa ditukar guling dengan gedung sekolah. Pihaknya meminta aparatur desa dan kecamatan bertindak cepat sehingga pembangunan fisik bisa segera dilakukan. ”Lokasi yang ada sekarang bisa dikembalikan pada fungsi alamnya,” ucapnya.
Adapun rumah warga yang terdampak akan dikaji secara utuh lebih dulu oleh BPBD dan tim. Jika dampaknya signifikan, lanjut Aries, pihaknya berharap juga bakal ada relokasi ke depan.
”Untuk sementara warga tidak diungsikan. Nanti kita lihat lebih lanjut seperti apa hasil kajian secara komprehensif. Kalau mengatakan ini harus segera, ya, kita lakukan. Tidak mungkin kami menutup mata,” ujarnya.
Terkait tingginya muka air tanah, Kepala Pelaksana BPBD Kota Batu Agung Sedayu mengatakan, sebagai antisipasi jangka pendek pihaknya sebenarnya telah membuat 2-3 unit sumur pelega di tempat itu. Fungsinya untuk mengontrol ketinggian muka air. Secara teoretis, sumur pelega dinilai efektif, tetapi jumlahnya kurang.
Baca juga: Badan Geologi Warga Brau di Kota Batu Direkomendasikan untuk Relokasi
BPBD telah lama bertindak menangani permasalahan di Brau. Dalam rangka menjamin keselamatan warga, pada peristiwa serupa 2021, mereka mengevakuasi belasan keluarga ke tenda selama tiga bulan hingga para penyintas itu pindah ke lokasi hunian sementara.
Untuk sementara warga tidak diungsikan.
BPBD Kota Batu juga melibatkan sejumlah pihak untuk melakukan penelitian. BPBD provinsi Jawa Timur sudah melakukan pemetaan menggunakan seismograf. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya juga sudah diundang untuk melakukan penelitian dengan geolistrik. Begitu pula Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) diundang untuk melakukan penelitian menggunakan satelit. Di Brau telah terpasang perangkat peringatan dini atau early warning system.
”Memang sifat lapisan tanah di sini ekspansif. Kalau kering bagus, keras. Tetapi, kalau kena air, masuk ke dalam, kayak bubur, hancur. Lapisan bagian bawah tidak kuat untuk menopang sisi atas,” kata Agung.