Utamakan Pendekatan Kemanusiaan dalam Penanganan Banjir Demak dan Kudus
Penanganan banjir di Demak dan Kudus mesti mengedepankan kemanusiaan karena sebagian warga mengungsi ke kabupaten lain.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
KUDUS, KOMPAS — Pendekatan kemanusiaan harus diutamakan dalam penanganan banjir di wilayah perbatasan antara Kabupaten Demak dan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Pasalnya, sebagian korban asal Demak memilih mengungsi ke beberapa posko pengungsian di wilayah Kudus. Hal itu karena sejumlah lokasi terdampak banjir di Demak justru lebih dekat ke kabupaten tetangga.
Berdasarkan pantauan Kompas, Selasa (19/3/2024), terdapat sekitar 400 pengungsi asal Demak menempati pos pengungsian di Pasar Saerah, Kecamatan Jati, Kudus. Para pengungsi itu berasal dari dua desa di Demak, yaitu Desa Ketanjung dan Desa Karanganyar, Kecamatan Karanganyar.
”Kami menempati lokasi ini sejak Minggu (17/3/2024). Awalnya sempat kebingungan harus mengungsi ke mana. Tetapi, ada kenalan yang memberikan izin supaya kami bisa memakai tempat ini,” kata Koordinator Posko Pengungsian Pasar Saerah, Pujiyanto, saat ditemui di lokasi pengungsian.
Di lokasi tersebut, para pengungsi menempati los-los pasar yang tutup sementara. Mereka menggelar tikar seadanya dan matras yang bisa dibawa sewaktu menyelamatkan diri dari terjangan banjir di kampung mereka.
Menurut Pujiyanto, kebutuhan pengungsi soal makanan sudah cukup terpenuhi. Ada sejumlah sumbangan pula dari para donatur secara sporadis. Namun, bantuan yang sangat dibutuhkan para pengungsi ialah peralatan mandi, pakaian, dan popok bayi.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Karanganyar, Kecamatan Karanganyar, Demak, Kamilah, mengungkapkan, warga desanya juga sempat terpencar-pencar sewaktu awal mendapatkan kabar adanya tanggul sungai yang jebol. Ketika itu, para warga langsung mencari tempat yang tinggi lebih dahulu. Beberapa saat setelahnya, mereka baru mencari lokasi pengungsian.
”Akhirnya, saya dapat kabar pemerintah dari dua kabupaten, yaitu Kudus dan Demak, bersepakat bisa menempati sejumlah bangunan di Kudus. Salah satunya di Gedung JHK (Jam’iyyatul Hujjaj Kudus),” kata Kamilah yang sekaligus dijadikan koordinator posko JHK.
Di posko tersebut, kata Kamilah, total terdapat 762 pengungsi. Para pengungsi berasal dari Desa Karanganyar. Adapun total warga dari desa itu lebih dari 6.500 orang. Mereka disebut mengungsi di tempat-tempat lainnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus Arif Anggoro mengatakan, kedatangan pengungsi dari wilayah perbatasan antara Demak dan Kudus tidak bisa dibendung. Pihaknya bisa memahami kondisi para korban banjir. Oleh karena itu, pengungsi dari luar daerah tetap diterima.
”Ini bicara keinginan warga Demak yang memang merasa mengungsinya lebih dekat ke Kudus. Mau tidak mau atas dasar kemanusiaan, maka Pemerintah Kabupaten Kudus harus menyediakan tempat. Alhamdulilah ini dibantu pemilik-pemilik lokasi, seperti manajemen dari JHK maupun Pasar Saerah,” kata Rizki.
Bantuan yang sangat dibutuhkan para pengungsi ialah peralatan mandi, pakaian, dan popok bayi.
Rizki tak memungkiri, sempat terjadi kesalahpahaman sewaktu gelombang awal kedatangan pengungsi asal Demak. Sebagian pengungsi disebut sempat tidak bisa menempati posko pengungsian yang ada. Namun, masalah itu sudah diselesaikan setelah ada komunikasi dengan Pemkab Demak.
”Ini penanganannya harus bersama-sama. Maka, saya bilang di sini (posko pengungsian) harus ada perwakilan dari Kudus dan Demak,” kata Rizki.
Di sisi lain, Rizki mengungkapkan, kebutuhan makan dan minum para pengungsi sejauh ini bisa dicukupi. Beberapa bantuan yang masih kurang, antara lain, adalah peralatan mandi, popok bayi, dan pakaian pantas pakai.