Agama memberi keringanan kepada ibu menyusui untuk tidak berpuasa. Jika tetap ingin berpuasa, perhatikan sejumlah hal.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
Sebagian ibu menyusui tetap ingin berpuasa saat Ramadhan meskipun ada keringanan untuk tidak menunaikannya. Namun, perlu persiapan matang dan perhatian terhadap nutrisi yang akan dikonsumsi. Alasannya, tidak semua ibu yang menyusui diperbolehkan berpuasa.
Menurut dokter konsultan laktasi Sarah Audia Hasna, agama memberikan keringanan kepada ibu menyusui untuk tidak berpuasa. Namun, jika tetap ingin menunaikan ibadah tersebut, dia menyarankan kaum ibu harus memperhatikan sejumlah faktor.
”Sebenarnya dalam agama ada keringanan. Puasa ini bisa diganti atau dengan membayar fidiah. Tetapi, jika ada ibu menyusui yang tetap ingin berpuasa, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,” ujarnya saat dihubungi dari Bandung, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Sejumlah syarat tersebut berkaitan dengan kondisi bayi. Jika ibu ingin berpuasa, lanjut Sarah, usia bayi harus di atas enam bulan. Alasannya, ASI sudah tidak 100 persen lagi memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Kesehatan dan berat badan bayi pun harus diperhatikan sebelum ibu memutuskan untuk berpuasa.
”Bayi tidak sedang dalam program kenaikan berat badan dan dalam kondisi sehat. Ibu yang hendak berpuasa juga tidak dalam kondisi menyusui bersamaan dengan hamil anak berikutnya,” papar Sarah.
Ibu menyusui hendaknya menghentikan puasa jika tanda-tanda dehidrasi sudah terlihat. Tandanya seperti pusing, nyeri kepala yang semakin memberat, keringat dingin, urine berwarna kuning pekat dan bau, hingga terasa ingin pingsan.
Kesehatan ibu juga perlu diperhatikan. Menurut Sarah, tidak hanya kondisi tubuh, ibu menyusui juga perlu menjaga asupan nutrisi dan cairan yang masuk. Ibu harus makan tiga kali sehari dengan asupan karbohidrat kompleks, protein hewani, lemak tak jenuh, serta sayur dan buah.
”Makan saat sahur, buka puasa, dan setelah Tarawih juga perlu diperhatikan dengan memenuhi gizi lengkap. Makan bisa dengan gandum, beras coklat untuk memenuhi karbohidrat kompleks, lalu dengan asupan lainnya,” ujarnya.
Kondisi cairan tubuh juga tidak bisa diremehkan. Sarah mengimbau ibu menyusui di bulan puasa untuk setidaknya minum 10 gelas dalam sehari guna menghindari dehidrasi. Kekurangan cairan ini bisa memengaruhi produksi ASI, bahkan kesehatan ibu dan bayi.
Sarah juga mengingatkan ibu menyusui untuk menghentikan puasa jika tanda-tanda dehidrasi sudah terlihat. Tandanya meliputi pusing, nyeri kepala yang semakin memberat, keringat dingin, urine berwarna kuning pekat dan bau, hingga terasa ingin pingsan.
”Jika ini terjadi, segera minum jus buah dan beristirahat 30 menit. Kalau kondisi belum juga membaik, harap konsultasi ke dokter. Tanda-tanda stop berpuasa juga bisa dilihat dengan penurunan drastis volume asi perah bagi ibu yang bekerja,” ujarnya.
Pemahaman ini kerap Sarah bagikan melalui akun Instagram @drsarahlaktasi yang telah diikuti lebih dari 90.000 akun di media sosial tersebut. Edukasi terkait kesehatan ibu dan bayi ini dilakukan tidak hanya dengan mengunggah beragam konten, tetapi juga dengan mengadakan kelas diskusi dan konsultasi.
Asupan nutrisi
Menurut Sarah, asupan nutrisi ini perlu diperhatikan karena puasa dapat berdampak pada asupan zat yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti zat besi atau zink, potasium, hingga magnesium. Ketiga zat ini dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh dan membantu pertumbuhan bayi.
”Zat gizi makro tidak berpengaruh signifikan pada ibu menyusui saat berpuasa. Namun, multivitamin serta zat yang dibutuhkan tubuh lainnya juga perlu diperkaya dari buah, sayur, serta kacang-kacangan,” ujarnya.
Persiapan matang menyambut Ramadhan ini dilakukan Pia Zakiyah (33), guru di salah satu sekolah di Kota Bandung, yang tengah menyusui anak keduanya. Bahkan, dia mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum Ramadhan agar bisa berpuasa sambil menyusui bayi berusia 10 bulan itu.
Persiapan ini dilakukan dengan menguji diri lewat berpuasa sunah. Pia ingin melihat sejauh mana dia bisa bertahan dan tetap menyusui bayinya saat berpuasa. Uji coba ini dilakukan beberapa bulan sebelum Ramadhan.
Pia khawatir kondisi tubuhnya menurun sehingga tidak bisa memberikan ASI dengan maksimal. Apalagi, sebagai guru, aktivitasnya cukup padat dan menguras tenaga.
Saat percobaan, Pia ternyata merasakan haus dan lapar yang lebih besar dibandingkan pengalaman berpuasa sebelumnya. Bahkan, kuantitas ASI yang dikeluarkan juga berkurang drastis saat awal uji coba.
Pia langsung berkonsultasi kepada dokter dan disarankan untuk banyak minum air dan mengonsumsi multivitamin. Pola makan dan kebiasaan baru ini pun dia terapkan selama menjalani puasa di bulan Ramadhan.
Perubahan ini berdampak pada produksi ASI yang semakin membaik. Pia minum air 2-3 liter sehari untuk memastikan asupan cairan tubuh cukup. Dia juga tidak mengabaikan jadwal makan tiga kali sehari dengan makanan berupa protein dan sayur-sayuran.
”Waktu awal uji coba puasa, ASI yang keluar cuma kurang dari 100 ml (mililiter). Itu jauh lebih sedikit dibandingkan normal yang bisa dapat 300 ml. Setelah disarankan banyak minum air, mungkin tubuh mulai terbiasa dan sekarang bisa dapat 160-200 ml,” ujarnya.
Saat terbiasa, Pia pun lebih percaya diri menunaikan ibadah puasa sambil menyusui bayinya. Persiapan matang sambil memperhatikan kondisi tubuh ini diharapkan bisa membuat ibu dan bayi tetap sehat dalam berpuasa di bulan suci yang penuh berkah ini.