Sejumlah Pihak Mendorong Pembebasan Daniel Tangkilisan
Pelindungan terhadap aktivis lingkungan Karimunjawa, seperti Daniel Tangkilisan, diserukan. Kasus hukum terus bergulir.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
JEPARA, KOMPAS — Persidangan kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dilakukan Daniel Tangkilisan, aktivis lingkungan di Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, memasuki agenda pembelaan. Sejumlah pihak mendorong agar Daniel yang selama ini gencar memprotes pencemaran limbah tambak udang di Karimunjawa itu dibebaskan.
Sidang dengan agenda pembelaan itu digelar di Pengadilan Negeri Jepara pada Selasa (26/3/2024) petang. Daniel membacakan sendiri pleidoinya dalam sidang tersebut. Ia sempat menyinggung soal apa yang dilakukannya ibarat memberi air susu dibalas dengan air tuba. Sebab, ia dilaporkan hingga akhirnya ditahan dan diadili setelah menyuarakan soal kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas tambak udang ilegal di Karimunjawa.
Dalam sebuah video yang diunggah melalui akun Instagram Wahana Lingkungan Hidup Indonesia @walhijateng, Daniel meminta dukungan kepada masyarakat. ”Saya mohon dukungan bukan terhadap saya sendiri, terutama terhadap alam Karimunjawa agar bebas dari tambak udang intensif ilegal dan agar pemulihan terhadap alam Karimunjawa dapat segera dilakukan,” ujarnya.
Gita Paulina T Purba, salah satu kuasa hukum Daniel, mengatakan, pihaknya menguraikan satu per satu unsur pasal yang didakwakan dan dituntut oleh jaksa penuntut umum dalam pleidoi yang dibacakan Daniel. Menurut Gita, jaksa penuntut umum tidak proporsional dan tidak beranjak pada bukti-bukti serta fakta persidangan.
”(Bukti dan fakta persidangan) justru mendukung bahwa Daniel tidak pernah melakukan pencemaran nama baik, apalagi menyerang, masyarakat Karimunjawa. Kontribusi (Daniel) yang begitu besar juga diakui para saksi yang diajukan jaksa penuntut umum maupun saksi yang diajukan penasihat hukum,” kata Gita, Selasa malam.
Gita menyebut, sebagai aktivis lingkungan hidup, Daniel kerap menyuarakan pendapatnya melalui media sosial karena menganggap media sosial cukup efektif. Daniel bersuara karena hak masyarakat untuk tinggal di lingkungan yang baik diabaikan dengan adanya tambak udang ilegal yang merugikan.
Daniel dijerat hukum karena komentar yang diunggahnya di media sosial Facebook pada 12 November 2022. Awalnya, Daniel mengunggah gambar tentang pencemaran di Pantai Cemara. Unggahan itu mendapatkan sejumlah komentar.
Dalam salah satu komentarnya, Daniel menulis, ”Masyarakat otak udang menikmati makan gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak udang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak, dan teratur untuk dipangan”. Unggahan Daniel itu dianggap sebagai ujaran kebencian dan melanggar UU ITE
Gita menuturkan, seharusnya tidak ada seorang pun yang boleh diproses, apalagi dihukum, dengan dasar perasaan subyektif dari seseorang. Apalagi, perbuatan tersebut tidak menimbulkan akibat berupa kebencian ataupun permusuhan.
Atas pembelaan yang disampaikan Daniel dan kuasa hukumnya, jaksa penuntut umum bakal menyusun tanggapannya. Tanggapan itu akan dibacakan dalam sidang dengan agenda replik yang digelar Rabu (27/3/2024).
”Kami akan menyampaikan tanggapan atas keberatan yang disampaikan terdakwa dan kuasa hukumnya dalam sidang tadi. Kemudian, jika ada duplik dari penasihat hukum akan digelar hari berikutnya, Kamis (28/3/2024),” ucap Jaksa Penuntut Umum Ida Fitriyani.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum meminta agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jepara memutuskan untuk menyatakan Daniel bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak, menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut Ida, pihaknya juga meminta agar Daniel dipidana penjara selama 10 bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani. Selain itu, jaksa penuntut umum juga meminta agar Daniel membayar denda sebesar Rp 5 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan satu bulan.
”Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan, menetapkan barang bukti berupa ponsel Xiaomi Redmi 5 warna hitam nomor SIM card 08158193592 serta satu akun Facebook bernama Daniel Frits Maurits Tangkilisan dirampas dan dimusnahkan. Selain itu, kami juga berharap majelis hakim menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,” tutur Ida.
Bebas
Sejumlah pihak meminta agar Daniel dibebaskan, termasuk para warga Karimunjawa. Bambang Zakaria, aktivis lingkungan dari Karimunjawa, mengaku turut prihatin dan berharap agar Daniel dibebaskan.
Sejak awal, Zakaria telah mengikuti perkembangan kasus yang menimpa Daniel. Ia juga dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
”Saya pernah menghadiri mediasi antara orang yang melaporkan Daniel dengan Daniel. Saya mengatakan bahwa pelapor ini dimanfaatkan. Saat itu, pelapor sempat mau mencabut laporannya, tapi tidak ada kejelasan,” ucapnya.
Harapan agar Daniel dibebaskan juga diserukan Koalisi Kawali Indonesia Lestari Jepara. Tri Hutomo, pengurus Koalisi Kawali Indonesia Lestari Jepara, mengatakan, Daniel konsisten memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup di Karimunjawa. Apa yang dilakukan Daniel di media sosial disebut Tri sebagai bagian dari tugasnya dalam memublikasikan sesuatu yang tidak benar terkait kondisi lingkungannya.
”Apa yang dikatakan Daniel merupakan kritik sosial karena orang begitu masa bodoh terhadap lingkungan hidupnya karena sesuatu yang disuapkan kepada mereka hingga mereka tidak sadar bahwa kehidupannya diisap dan berakhir menjadi tidak menentu. Komentar itu juga tidak secara khusus mengenai masyarakat Karimunjawa dan Kemujan karena penyebab pencemaran bukan hanya dari lingkungan tersebut, melainkan juga dari pemangku kebijakan,” ujar Tri.
Tri menyebut, tambak udang di Karimunjawa ilegal dan harus ditutup. Apalagi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menetapkan empat petambak udang di Karimunjawa sebagai tersangka pencemaran lingkungan.
Sebelumnya, KLHK telah mengumpulkan barang bukti dan keterangan para ahli bahwa kegiatan tambak udang mengakibatkan kerusakan terhadap terumbu karang dan menyebabkan wisatawan yang beraktivitas di perairan Karimunjawa mengeluhkan gatal-gatal. KLHK menjerat empat tersangka, yakni SL (50), S (50), TS (43), dan MSD (47) dengan Pasal 98 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keempat orang itu terancam hukuman kurungan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun. Selain itu, mereka juga berpotensi didenda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar. Mereka juga dimintai pertanggungjawaban untuk memulihkan kondisi alam di Karimunjawa.