Genangan akibat hujan lebat masih mengancam Kota Pontianak. Pastikan parit dan ruang terbuka hijau berfungsi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Genangan masih mengancam Kota Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat, saat hujan lebat. Pada Rabu (27/3/2024), sejumlah ruas jalan hingga permukiman digenangi air 10-45 cm usai diguyur hujan lebat. Bahkan, pada Kamis (28/3/2024) pagi, di sejumlah lokasi masih terdapat genangan.
Pantauan Kompas, hujan lebat terjadi pada Rabu (27/3/2024) sore hingga menjelang malam di Kota Pontianak. Sejumlah ruas jalan tergenang 10-45 cm. Bahkan, tampak sejumlah kendaraan mogok saat melintasi genangan.
Pada Kamis (28/3/2024) pagi, di sejumlah lokasi masih tampak ada genangan. Salah satunya di Jalan Daeng Abdul Hadi yang pada Kamis pagi masih tergenang sekitar 10 cm. Kendati demikian, kendaraan masih bisa melintas.
Genangan juga masuk rumah warga. Dian Lestari (42), warga Kelurahan Sungai Jawi, Kecamatan Pontianak Kota, Kamis, menuturkan, genangan masuk ke rumahnya pada Rabu malam setinggi 10 cm. Menurut dia, baru pertama kali genangan masuk rumah.
”Biasanya genangan hanya menggenangi kamar mandi. Namun, pada Rabu malam seluruh bagian rumah tergenang,” kata Dian.
Pada Rabu malam sekitar pukul 21.30 ia tiba di rumah sepulang bekerja. Dalam perjalanan pulang, jalan menuju rumahnya digenangi air setinggi 45 cm. Sebelumnya ada tetangga yang memberi kabar bahwa genangan sudah masuk rumah.
”Drainase di kompleks juga tidak mengalir lancar. Selain itu, kompleks kami berada pada cekungan sehingga air berkumpul di kompleks. Jadi banyak faktor,” ujar Dian.
Pada Kamis pagi pukul 05.30, ketinggian genangan di dalam rumah Dian masih berkisar 5-7 cm. Namun, jika hujan lebat kembali terjadi pada Kamis sore, tidak tertutup kemungkinan kembali tergenang.
Genangan juga masuk warung kopi. Heri Wonoto (42), pemilik salah satu warung kopi di Jalan Gajah Mada, Kota Pontianak, menuturkan, ketinggian genangan di warung kopi miliknya pada Rabu malam berkisar 1-3 cm. Di halaman parkiran, genangan mencapai 10 cm.
”Rabu malam itu juga kami beres-beres setelah banjir surut,” kata Heri.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandara Supadio Pontianak, Supriyadi, menuturkan, hujan di Kota Pontianak pada Rabu (27/3/2024) intensitasnya tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Kalbar. Hujan di Kota Pontianak pada tanggal tersebut mencapai 154 milimeter (mm), di Kabupaten Kubu Raya 40 mm, dan Kabupaten Mempawah 77,5 mm.
”Jadi yang signifikan memang di Kota Pontianak dan sekitarnya,” ujar Supriyadi.
Sementara untuk sepekan ke depan hingga Kamis (4/4/2024), seluruh wilayah Kalbar diprakirakan masih berpotensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Di Kota Pontianak, hujan intensitas sedang hingga lebat diprakirakan terjadi hingga Sabtu (30/3/2024).
”Potensi genangan masih perlu diwaspadai di Kota Pontianak sebagai dampak curah hujan. Dampak lainnya yang juga perlu diwaspadai adalah angin kencang dan petir,” ujarnya lagi.
Catatan Kompas, kejadian serupa setidaknya terjadi sejak 1999. Hujan deras yang melanda Pontianak selama Sabtu (2/1/1999) malam hingga Minggu (3/1/1999) pagi kala itu mengakibatkan Sungai Landak dan Kapuas meluap. Peluapan air kedua sungai ini diprakirakan mencapai kurang lebih 2 meter kala itu. Hampir semua lokasi pemukiman, area pertanian, dan jalan raya kala itu terendam.
Sistem drainase
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Hendrikus Adam menilai, Pontianak dikenal dengan sebutan ”kota seribu parit” yang harusnya mempermudah aliran air ke muara sungai. Namun, ketika hujan lebat terjadi di Kota Pontianak dan sekitarnya, justru kerap terjadi genangan di berbagai lokasi.
Situasi kontras ini, kata Adam, pada akhirnya menimbulkan pertanyaan, seolah parit tidak berfungsi. Artinya, ada yang salah, terutama dari sistem drainasenya yang tidak optimal karena penyumbatan.
”Air tidak mudah mengisi ruang-ruang di saluran drainase. Penting untuk mengoptimalkan fungsi parit-parit. Selain itu, memastikan kondisi wilayah-wilayah resapan air khususnya ruang terbuka hijau,” ujar Adam.
Potensi genangan masih perlu diwaspadai di Kota Pontianak sebagai dampak curah hujan.
Adam juga mengatakan, bentuk bangunan di Kota Pontianak menutup permukaan tanah, tidak banyak lagi rumah panggung. Bentuk bangunan yang menutup permukaan tanah itu juga tidak memungkinkan air terserap ke tanah.
Kompas beberapa tahun lalu menelusuri sejarah parit di Pontianak. Parit-parit di Pontianak memiliki sejarah panjang. Diduga, parit-parit itu sudah ada sejak sebelum masa Kesultanan Pontianak dan berlanjut pembuatannya pada masa kolonial Belanda. Sejak dulu, parit-parit yang ada di Pontianak berupa parit alami ataupun buatan. Lebarnya 6-20 meter dan terdiri dari parit primer, sekunder, dan tersier.
Parit-parit dibangun untuk menjaga stabilitas dan sirkulasi air, dan memiliki fungsi ekologis. Jika tidak ada parit, Kota Pontianak yang dibelah Sungai Kapuas dan Landak bisa terancam tenggelam. Parit mulai terpinggirkan sekitar tahun 1980 karena banyak ditutup untuk perluasan bangunan. Lebarnya pun rata-rata diperkecil 1 meter demi pelebaran jalan. Lebar parit semakin menciut karena sedimentasi akibat limbah cair dan padat.
Pemerintah Kota Pontianak hingga siang ini belum memberikan pernyataannya terkait kondisi genangan di kota itu.