Kiat Hemat Pemudik dari Program Mudik dan Balik Gratis
Angkutan gratis masa Lebaran didambakan warga. Itu menjadi cara mereka berhemat.
Program mudik dan balik gratis diandalkan pemudik dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Pasalnya, mereka memperoleh layanan perjalanan optimal tanpa perlu keluar biaya. Adanya program ini disebut juga menekan kemacetan pada masa angkutan Lebaran.
Martini (39), pemudik asal Kota Surakarta, bersandar pada bagian muka bus berwarna biru, di Terminal Tirtonadi, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (15/4/2024). Matanya menjelajah ke kiri dan ke kanan menyaksikan hiruk-pikuk sesama pemudik lain yang berjalan mondar-mandir. Sesekali ia ikut mengarahkan pemudik yang kebingungan mencari bus mereka.
Ibu dua anak itu adalah satu dari sekitar 1.000 peserta balik gratis yang difasilitasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Bus akan berangkat dari terminal itu. Ia sudah beberapa kali mengikuti program serupa yang diadakan lembaga lain.
”Untuk yang Kemenhub, saya baru ikut pertama kali. Rasanya aman dan nyaman. Apalagi tidak perlu keluar uang sama sekali,” ujar Martini.
Baca juga: Mudik Gratis, Balik Kembang Kempis
Keikutsertaan Martini pada program semacam itu didasari alasan ekonomi. Uang yang perlu dikeluarkannya untuk tiket bus sekitar Rp 500.000 per orang. Padahal, setiap kali mudik ia berangkat bersama suami dan dua anaknya. Artinya, biaya yang dikeluarkan Rp 2 juta untuk sekali berangkat.
Demi berhemat, Martini selalu berusaha mencari program angkutan gratis menjelang masa mudik sejak tiga tahun terakhir. Terlebih lagi, bagi dia, mudik adalah suatu keharusan.
”Masih ada orangtua di sini (Surakarta). Kan, kasihan kalau tidak didatangi Lebaran begini. Jadi, kami sangat terbantu dengan adanya mudik maupun balik gratis semacam ini,” kata Martini, yang sehari-hari bermukim di Jakarta.
Alasan serupa mendorong Wijiyati (53), pemudik asal Wonogiri. Ia mengikuti program mudik gratis dari Kemenhub dua tahun berturut-turut. Dari kedua edisi itu, ia selalu merasa puas.
”Saya selalu merasa aman dalam perjalanan. Kendaraan dicek dulu sebelum berangkat. Yang utama lagi, ini gratis,” ujar Wijiyati.
Sebelum kenal program mudik gratis, Wijiyati sebenarnya jarang pulang. Sebab, kedua orangtuanya sudah meninggal. Hanya tersisa saudara-saudara dari keluarga besarnya. Alhasil, ia hanya pulang setiap tiga hingga lima tahun.
Sementara itu, Wijiyati juga merasa tiket berangkat mahal semasa mudik Lebaran. Untuk naik bus dari Jakarta ke Wonogiri, lanjutnya, harga tiketnya sekitar Rp 400.000 per orang.
”Keluarga saya ada empat orang. Jadi, paling tidak, harus keluar sekitar Rp 1,6 juta. Kan, lumayan juga itu. He-he-he,” tutur Wijiyati.
Oleh karena itu, Wijiyati enggan ketinggalan setiap kali ada pembukaan kesempatan mudik gratis. Memang, ia mengaku kesulitan untuk mendaftar program itu via daring. Ia pun dibantu anaknya yang lebih fasih menggunakan gawai guna proses pendaftarannya.
”Senang juga rasanya bisa mudik gratis beberapa tahun terakhir. Saya jadi bisa ziarah ke makam orangtua setiap Lebaran. Hati lebih tenteram,” ujar Wijayati sembari tersenyum.
Tahun 2024, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub memberangkatkan 950 bus mudik semasa angkutan Lebaran. Total penumpangnya mencapai 40.088 penumpang. Jumlah itu naik sekitar 60 persen dibandingkan tahun lalu. Mereka diberangkatkan dari sejumlah terminal di Jakarta.
Daerah tujuan pemudik berada di 33 kota yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga beberapa wilayah di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.
Sementara itu, untuk masa arus balik, jumlah angkutan gratis yang diberangkatkan pemerintah ada 160 bus. Mereka diberangkatkan dari sembilan kota tujuan mudik, yakni Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Wonogiri, Purwokerto, Madiun, Surabaya, Cirebon, dan Palembang.
Untuk mengantisipasi kepadatan, pemerintah tidak hanya mengurai melalui rekayasa lalu lintas seperti contraflow dan one way. Kami juga memilah melalui angkutan mudik gratis.
Direktur Prasarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Toni Tauladan mengatakan, keinginan masyarakat untuk mudik semasa Lebaran tidak bisa dihindari. Tren jumlah pemudik dari tahun ke tahun terus menanjak. Keadaan itu berpotensi meningkatkan kepadatan arus lalu lintas.
”Untuk mengantisipasi kepadatan, pemerintah tidak hanya mengurai melalui rekayasa lalu lintas seperti contraflow dan one way. Kami juga memilah melalui angkutan mudik gratis,” ucap Toni.
Upaya pemilahan itu, jelas Toni, dilakukan melalui masa pemberangkatan yang berbeda dibandingkan waktu favorit keberangkatan pemudik lainnya. Misalnya, pada masa mudik, puncak kemacetan diprediksi terjadi pada 5 April 2024. Maka, kendaraan mudik gratis diberangkatkan pada 6 April 2024.
Demikian berlaku pada masa arus balik. Ketika arus balik diprediksi terjadi pada 14 April 2024, pemudik yang memanfaatkan angkutan balik gratis diberangkatkan pada 15 April 2024.
”Kami upayakan dengan menggiring waktu keberangkatan. Terlebih ini gratis sehingga bisa menarik minat masyarakat,” papar Toni.
Dihubungi terpisah, pakar transportasi publik Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menyatakan, angkutan mudik dan balik gratis mampu meminimalisasi risiko kepadatan lalu lintas. Faktor keselamatan juga lebih terjamin. Itu karena adanya pengecekan kondisi kendaraan sebelum keberangkatan.
”Jika mereka tidak mudik dengan angkutan publik, dibayangkan saja satu bus itu ada berapa orang. Bagaimana kalau semuanya menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor?” kata Djoko.
Di balik segala keuntungannya, ungkap Djoko, program itu masih menyisakan masalah pengelolaan. Dari hasil penelusurannya, ada sebagian pemudik yang mendaftar angkutan gratis itu lebih pada satu tempat. Namun, akhirnya hanya satu titik yang dipilih.
”Yang kasih bingkisan paling banyak nanti yang dipilih (pemudik), sedangkan nama mereka yang sudah terdaftar tidak dapat digantikan. Ini memunculkan risiko pembatalan keberangkatan angkutan gratis,” tambahnya.
Masalah itu terjadi akibat banyak penyelenggara mudik gratis. Di satu sisi, pengawasan cukup ketat hanya dilakukan program yang diadakan pemerintah. Penyelenggara swasta cenderung minim pengawasan.
Untuk itu, Djoko menyarankan agar kelak para penyelenggara mudik gratis saling bersinergi. Setidaknya sinergisitas itu, lanjutnya, dapat ditunjukkan dalam urusan pendaftaran. Menurut dia, urusan itu sebaiknya dilakukan melalui satu kanal atau situs yang sama.
Baca juga: Belasan Bus Layani Arus Balik Gratis Purwokerto-Jakarta
”Jadi, siapa pun yang menyelenggarakan bisa diketahui pemerintah dan tersambung dengan Kemenhub,” katanya.
Lewat cara itu, pengawasan gelaran mudik dan balik gratis mampu dilakukan secara optimal. Ada data terpadu yang dijadikan acuan bersama.
”Kalau masuk satu kanal, negara bisa mengerti kebutuhannya. Boleh jadi anggaran dinaikkan karena melihat manfaat program ini bagi masyarakat. Ini, kan, menjadi database pemerintah,” lanjutnya.
Terlepas dari segala kekurangannya, mudik dan balik gratis masih didambakan masyarakat. Bahkan, sebagian orang menginginkan kuotanya ditambah setiap tahun. Perbaikan layanan mesti terus dilakukan pemerintah sebagai bentuk perhatiannya kepada warga.