Hanya karena terpancing emosi, seorang suami di Magelang aniaya istrinya dengan senjata tajam. Ia langsung ditahan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Kris (39) atau yang biasa disapa Gendut, warga Dusun Palihan, Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, ditetapkan sebagai tersangka karena menganiaya istrinya dengan senjata tajam. Kekerasan yang dia lakukan itu sampai menimbulkan luka pada kepala istrinya.
”Tersangka mengaku hal itu sengaja dilakukannya karena dirinya emosi terhadap korban,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota (Polresta) Magelang Komisaris Rifeld Constantien Baba, Selasa (16/4/2024).
Gendut beralasan, dirinya emosi karena melihat perilaku istri dan isi percakapan yang ada dalam telepon seluler korban. Namun, isi percakapan yang dimaksud masih didalami aparat. Begitu pula hal-hal mendetail yang memicu emosi pelaku.
Rifeld menyebutkan, hasil penyidikan terbilang belum lengkap karena korban masih dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Merah Putih.
Atas perbuatannya itu, Gendut dapat terjerat Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara atau membayar denda paling banyak Rp 30 juta.
Kasus ini terkuak bermula dari terdengarnya suara teriakan meminta tolong. Warga sekitar tempat kejadian kemudian melihat korban bersimbah darah. Ia berjalan sempoyongan mencari bantuan. Warga pun menyelamatkan dan melarikan korban dengan ambulans desa ke RSUD Merah Putih. Setelah itu, warga melapor ke kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Borobudur pada Senin pukul 11.15.
Waktu itu dia (korban) sudah hampir jatuh karena mungkin sudah tidak sanggup lagi menahan sakit.
Senin sekitar pukul 16.00 WIB, polisi membekuk pelaku di rumahnya di Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur. Sejumlah barang bukti turut disita, termasuk kapak yang dipakainya untuk melukai korban. Polisi juga sudah meminta keterangan dari tiga saksi, tetangga sekitar, termasuk yang menolong korban.
Amir (42), salah seorang tetangga, mengatakan, Senin siang, dirinya terkejut karena mendengar dan kemudian melihat dua anak kecil berlari-lari meminta pertolongan sembari menangis. Di belakang dua anak tersebut tampak korban berjalan lemas dengan kepala dan wajah bersimbah darah.
”Waktu itu dia (korban) sudah hampir jatuh karena mungkin sudah tidak sanggup lagi menahan sakit,” ujarnya. Jarak antara rumah korban dan rumah Amir diperkirakan berkisar 200 meter.
Setelah itu, Amir menyuruh istrinya untuk segera menghubungi kepala dusun dan meminta bantuan agar korban segera dibawa ke rumah sakit.
Gendut dan korban diketahui memiliki dua anak perempuan. Satu anak masih duduk di bangku kelas 3 SD dan anak yang bungsu masih bersekolah di TK.
Awi (26), tetangga lainnya, mengatakan tidak mengetahui secara jelas tentang kejadian KDRT tersebut. Dia hanya mengetahui bahwa pada Sabtu pagi, sebelum kejadian, pasangan suami istri, pelaku dan korban, bertengkar di tepi jalan.
”Entah apa yang diperdebatkan. Namun, mereka jelas sedang bertengkar karena saling berteriak satu sama lain di tepi jalan kampung,” ucapnya. Pertengkaran di depan umum ini bukan pertama kali dia lihat.
Sutanto (55), tetangga yang bertempat tinggal di seberang rumah korban, mengatakan, KDRT tidak diketahui karena saat kejadian dia sedang bertani di sawah. Namun, dia mengetahui bahwa pasangan suami istri tersebut sering kali cekcok karena masalah ekonomi.
Sekalipun selalu tertangkap basah, kejahatannya ini selalu saja dimaafkan dan diselesaikan secara kekeluargaan.
Gendut, yang merupakan anak pertama dari keluarganya, tidak memiliki penghasilan tetap karena hanya buruh serabutan. Sementara itu, dua adiknya justru bekerja di Jepang dan Korea serta membantu merenovasi rumah orangtua yang berada di depan rumahnya.
Ia pun dikenal memiliki rekam jejak buruk di desa, di antaranya kerap mencuri ayam milik tetangga. Sekalipun selalu tertangkap basah, kejahatannya ini selalu saja dimaafkan dan diselesaikan secara kekeluargaan.
”Rata-rata warga tidak ingin memperpanjang masalah. Mereka justru merasa iba dan buru-buru memaafkan tindak pencurian tersebut karena merasa harus memaklumi dia yang memang berasal dari kalangan tidak mampu,” ujarnya.