Halalbihalal Keraton Kanoman Cirebon, Ruang Silaturahmi Beragam Latar Belakang
Keraton Kanoman di Cirebon, Jawa Barat, menggelar halalbihalal setelah Lebaran sebagai ajang silaturahmi antarwarga beragam latar belakang.
Setelah berpuasa sebulan dan berlebaran, Keraton Kanoman di Cirebon, Jawa Barat, kembali menggelar halalbihalal. Acara ini tidak hanya menjadi ruang silaturahmi antara keluarga sultan dan rakyat, tetapi juga demi menjaga persatuan warga yang berbeda latar belakang.
Ratusan warga memadati Pendopo Jinem Keraton Kanoman pada Senin (15/4/2024) sekitar pukul 13.00 WIB. Anak-anak hingga warga lanjut usia duduk melantai di atas karpet hijau. Saking ramainya, sejumlah orang harus berdiri di luar ruangan karena tidak kebagian tempat.
Para pengunjung beragam. Ada yang mengenakan jas kuning sebagai penanda abdi dalem keraton, kemeja batik, jaket ojek daring, hingga rompi hitam bergambar kelelawar dengan tulisan ”kumpulan anak malam selalu ada”. Perwakilan masyarakat Tionghoa Cirebon juga turut hadir.
Beginilah suasana pisowanan ageng atau halalbihalal yang rutin digelar Kesultanan Kanoman setelah Lebaran. Dalam kegiatan ini, masyarakat dari berbagai latar belakang bertemu dan berjabat tangan dengan Sultan Kanoman XII Raja Muhammad Emirudin beserta keluarga.
Setelah sambutan dan pembacaan doa, warga langsung berlomba menyalami sultan dan keluarga. Sultan yang mengenakan pakaian adat berwarna putih dengan bawahan batik krem kerap diam dan tersenyum kepada warga. Lantunan shalawat terdengar selama halalbihalal.
Sultan Emirudin tidak keberatan punggung tangannya dicium warga. Sejumlah hadirin menyelipkan amplop untuk sultan. Ia juga mendoakan warga, yang membawa botol berisi air minum. Setelah bersalaman sekitar satu jam, Sultan Emirudin melayani permintaan foto warga.
Saking ramainya, pengisi acara harus mengaturnya. Sambil menunggu, warga menikmati hidangan yang ada. Menunya berupa nasi, ikan asin, tempe goreng, sambal, sayur asem, kerupuk, dan es teh manis untuk pelepas dahaga. Sajian sederhana itu habis meski acara foto bersama belum usai.
Baca juga: Tradisi Maulid Nabi di Keraton Kanoman Semarak meski Pandemi
Sri Aminingsih (40), pengunjung, bersyukur bisa berjumpa dengan sultan. Bersama tujuh anggota keluarganya, Sri menumpang mobil dari Pegagan, sekitar 20 kilometer dari Keraton Kanoman. Ia berangkat pukul 11.00 WIB dan sampai di keraton satu jam berikutnya.
”Ini tahun kedua saya ke sini. Sangat berkesan bisa bertemu sultan,” ucap Sri yang dua kali menyalami sultan.
Sebagai pemimpin Kesultanan Kanoman yang berdiri pada 1588, sultan dianggap bukan orang biasa. Sultan masih keturunan Sunan Gunung Jati, salah satu wali sanga.
”Saya di sini nyari keberkahan dan kebersamaannya. Mudah-mudahan sultan umurnya panjang dan bisa bersilaturahmi lagi. Kalau ketemu sultan itu rasanya ingin ketemu lagi,” ungkap Sri yang turut berkumpul dengan keluarga karena mengaku memiliki kerabat di Keraton Kanoman.
Jaga persatuan
Tidak hanya menjadi ajang bersua dengan kerabat, halalbihalal itu juga turut menjaga persatuan antarwarga yang berbeda latar belakang. Hal ini tampak dari kehadiran enam perwakilan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Cirebon dan sejumlah umat Katolik.
”Kami ke sini menghadiri undangan. Ini sudah kami lakukan selama puluhan tahun. Di samping mengucapkan selamat Lebaran, kami juga terus membangun persaudaraan. Bagaimanapun, kita adalah saudara. Kita jangan eksklusif,” tutur Gouw Hong Giok (80), tokoh Tionghoa Cirebon.
Rumah Bu Giok, sapaannya, di kompleks pecinan hanya sekitar 300 meter dari Keraton Kanoman. Ia pun kerap kali ke keraton, termasuk saat Panjang Jimat atau tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, saat Cap Go Meh, keraton juga berpartisipasi.
Tidak hanya dengan Kesultanan Kanoman, hubungannya dengan Keraton Kasepuhan dan Keraton Kacirebonan juga erat. ”Hampir semua keraton kami selalu datangi setelah Lebaran. Kami juga ke Pondok Pesantren Kempek, Buntet, dan kiai-kiai, seperti Kiai Husein,” katanya.
Baca juga: Energi Keberagaman untuk Pulihkan Ekonomi Cirebon
Surya Pranata, tokoh Tionghoa Cirebon, mengatakan, sebelum halalbihalal di Kanoman, pihaknya juga menyempatkan ke area makam Sunan Gunung Jati. Di sana, ia mengunjungi makam Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat.
Ia bersama sejumlah warga Tionghoa Cirebon juga berziarah ke makam Ismail Saleh, menteri kehakiman era Presiden Soeharto. ”Istri beliau itu orang (Keraton) Kacirebonan. Dia banyak membantu waktu pembangunan Taman Budaya Tionghoa Indonesia,” ujar Surya.
Menurut dia, melalui Ismail Saleh, perwakilan masyarakat Tionghoa kala itu dapat bertemu dengan Presiden Soeharto untuk membahas pendirian Taman Budaya Tionghoa Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Itu sebabnya, Ismail turut berjasa dalam pembangunan tersebut.
”Kami setiap tahun datang ke sini (makam di Gunung Jati). Kami berziarah. Kami semua, kan, satu keluarga meskipun berbeda,” ucap Surya. Ia berharap, tradisi itu dapat menjaga kerukunan antarumat beragama di Cirebon. Apalagi, Cirebon sudah dikenal sebagai kota toleran sejak dulu.
Pada abad ke-15, Sunan Gunung Jati yang memimpin Cirebon memiliki istri keturunan Tionghoa, yakni Putri Ong Tien. Jejak keberagaman itu juga masih bisa dilihat dari keberadaan keramik asal China di Masjid Merah Panjunan atau Kompleks Makam Gunung Jati.
Silaturahmi
Juru bicara Kesultanan Kanoman, Ratu Raja Arimbi, mengatakan, inti dari halalbihalal adalah silaturahmi. Tidak hanya keluarga keraton, tetapi juga antara sultan dan masyarakatnya yang berbeda latar belakang. Apalagi, bulan Syawal pasca-Lebaran jadi momentum bermaafan.
”Walaupun (silaturahmi) tidak harus setahun sekali, ini momen untuk berkumpul bersama di tengah keterbatasan waktu,” ungkap Ratu Arimbi. Tanggal 6 Syawal dipilih karena banyak kerabat telah mudik dan dianggap pas untuk mengumumkan Grebeg Syawal dua hari berikutnya.
Menurut dia, halalbihalal mulai digelar setiap 6 Syawal sejak tahun 2004. Sebelumnya, kegiatan serupa berlangsung pada hari Lebaran. ”Sekarang, sudah banyak masjid di dekat rumah warga. Jadi, shalat (Idul Fitri) di sana dan kumpul keluarga. Dulu, semuanya di keraton,” ungkapnya.
Kami membuka pintu selebar-lebarnya buat seluruh masyarakat untuk bisa bertemu sultan dan keluarga agar bermaaf-maafan. Kami di sini bisa saling memaafkan kekhilafan.
Oleh karena itu, pihak keraton memilih waktu beberapa hari setelah Lebaran untuk menggelar halalbihalal. Apalagi, katanya, silaturahmi lebih afdal jika bertatap muka. Namun, tradisi ini sempat terhenti pada pandemi Covid-19 2020. Kegiatan itu pun digelar secara terbatas.
Setelah pandemi Covid-19 melandai, halalbihalal di keraton kembali digelar terbuka. ”Kami membuka pintu selebar-lebarnya buat seluruh masyarakat untuk bisa bertemu sultan dan keluarga agar bermaaf-maafan. Kami di sini bisa saling memaafkan kekhilafan,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ratu Arimbi memohon maaf kepada masyarakat apabila terdapat kesalahan dari pihak Kesultanan Kanoman. Ia juga meminta warga tetap menjaga persatuan pasca Pemilu 2024. “Semoga kita diberikan kesehatan dan rezeki yang berlimpah,” ungkapnya.
Baca juga: Pesan-Tren Damai di Cirebon, Belajar Toleransi dari Gereja hingga Wihara