Kehadiran kebun rempah menunjukkan betapa beragamnya tanaman rempah di NTT.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
Astin (15) memetik daun kemangi, lalu mengusapnya dengan telapak tangan. Daun pun menebarkan aroma segar hingga radius beberapa meter. Aromanya tajam tak tereduksi panas terik yang menghunjam siang itu, Selasa (16/4/2024), di kebun rempah SMA Negeri 6, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
”Ini katong (kami) yang tanam,” ujar siswa kelas X itu sambil menunjuk ke arah rimbunan kemangi dan cabai yang sudah siap dipanen. Tanaman yang menjadi bumbu dapur itu tumbuh bersama tanaman lain yang juga dapat berfungsi sebagai apotek hidup. Ada kunyit, lengkuas, dan jahe.
Di sisi yang lain terdapat hamparan hutan serai merah. Serai menguasai hampir separuh dari luas kebun yang diperkirakan sekitar 3.000 meter persegi. Setiap rumpunnya terdapat puluhan batang yang saling bergesekan ketika ditiup angin kencang. Gesekan itu sesekali menghasilkan aroma.
Di tengah hamparan serai juga sudah tumbuh tanaman penghasil buah sebanyak lebih dari 70 jenis. Di antaranya lengkeng, sukun, jeruk, dan mangga. Setiap tanaman diperkirakan sudah mulai menghasilkan buah paling lambat empat tahun mendatang.
Di sekeliling kebun itu berdiri puluhan pohon cendana, tanaman ikon NTT. Dalam hitungan, belasan tahun ke depan cendana sudah mengeluarkan wanginya. Cendana merupakan tanaman khas NTT yang diperdagangkan di level global jauh sebelum datangnya era kolonial mulai abad XVI.
Dapur hijau menjadi semacam tantangan sebelum anggota pramuka mendapat pin pertanda memiliki kecakapan khusus.
Koleksi tanaman di kebun rempah mencapai ratusan jenis, yang didominasi tanaman lokal NTT. Pihak sekolah memberi nama taman rempah karena semua tanaman menghasilkan aroma. ”Kami merasa seperti sedang berada di kebun. Hampir semua tanaman di sini kami kenal. Kami suka,” kata Astin.
Sekolah memberikan ruang bagi siswa untuk belajar di kebun. Mereka dilatih menanam hingga panen. Pembelajaran diatur dalam mata pelajaran prakarya. Satu minggu, alokasi waktu yang diberikan sekolah sebanyak 3 jam pelajaran atau selama lebih kurang 135 menit untuk hitungan normal.
Hamparan karang
Don Bosko W Tani, pembina Gugus Depan Pramuka SMAN 6 Kota Kupang, menuturkan, kebun rempah dirintis oleh pramuka di sekolah itu lewat kegiatan dapur hijau. Anggota pramuka diminta menyiapkan bahan dapur yang diolah dari alam sekitar.
Dapur hijau menjadi semacam tantangan sebelum anggota pramuka mendapat pin pertanda memiliki kecakapan khusus. Gerakan pramuka mulai mengolah kebun itu tahun 2020.
Para siswa melintasi kebun rempah SMAN 6 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Selasa (16/4/2024). Luas kebun itu lebih kurang 3.000 meter persegi.
”Seiring waktu, pihak sekolah mulai tertarik untuk mengolah lahan kosong menjadi kebun. Ini kemudian diperkuat lagi dengan dukungan dari tim Jalur Rempah nasional yang sempat singgah di sekolah kami. Ketika mereka datang, kami sudah memulai langkah ini,” kata Don.
Menurut Don, siswa dan guru di sekolah itu sangat proaktif menjaga keberlanjutan kebun rempah. Setiap tanaman yang mati diganti dengan yang baru. Secara rutin, mereka melakukan pembersihan dalam jangka waktu tertentu. Semangat menjaga kelangsungan kebun agar terus dipertahankan.
Dulu, rumput liar pun enggan untuk tumbuh di sini.
Semangat dan konsistensi itu membuat SMAN 6 Kota Kupang menjadi satu-satunya SMA di NTT yang memiliki kebun rempah dengan koleksi ratusan jenis tanaman. Viktor Laiskodat. Gubernur NTT (2018-2023) pernah memuji keberadaan kebun rempah ketika ia berkunjung ke sana pada tahun 2021. Viktor sempat meminta sekolah lain di NTT meniru, tetapi hingga kini belum ada yang memulai.
Kepala SMAN 6 Kota Kupang Hendrikus Hati mengatakan, kebun yang subur itu disulap dari hamparan batu karang. ”Dulu, rumput liar pun enggan untuk tumbuh di sini. Karang semua sehingga kami datangkan ekskavator untuk membuka lahan,” ucap Hendrikus.
Menurut dia, kehadiran kebun rempah dengan maksud memperkenalkan kepada para murid betapa kayanya NTT dengan beragam rempah. Diakuinya, banyak murid baru mengenal beberapa jenis tanaman di sana. ”Apakah mereka pernah hirup wangi cendana? Apakah mereka pernah lihat cendana? Banyak yang tidak tahu,” ucapnya.
Tak berhenti di kebun. Tanaman seperti serai kini diolah menjadi minyak serai, sabun mandi, dan cairan pembersih lantai. Pengolahan dimaksudkan untuk mengajarkan kepada murid tentang cara memanfaatkan hasil kebun. Lebih dari itu, sekolah ingin menanamkan jiwa kewirausahaan dalam diri peserta didik.
Sebagai pemimpin di lembaga itu, Hendrikus berkomitmen untuk terus menjaga keberlanjutan kebun rempah. Menjaga agar aroma rempah selalu memberikan kesegaran di sekolah yang berdiri di atas hamparan batu karang.