AD Pirous, Seniman dan Perintis Desain Komunikasi Visual Itu Berpulang
Maestro seni rupa dan perintis desain komunikasi visual, AD Pirous, berpulang pada Selasa malam di Bandung.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Guru Besar Emeritus Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Abdul Djalil Pirous meninggal pada Selasa (16/4/2024) malam di Rumah Sakit Boromeus, Bandung, Jawa Barat. Pengabdian almarhum sebagai dosen selama empat dekade telah merintis lahirnya Program Studi Desain Grafis di ITB atau kini dikenal dengan sebutan Desain Komunikasi Visual.
Abdul Djalil Pirous atau biasa disapa dengan panggilan AD Pirous lahir di Meulaboh, Aceh, pada 11 Maret 1932. Almarhum berpulang karena sakit pada usia 92 tahun sekitar pukul 20.00 WIB di RS Boromeus.
Pirous meninggalkan seorang istri bernama Ernah Garnasih Pirous dan tiga anak. Jenazah almarhum dishalatkan di Masjid Salman ITB sekitar pukul 09.00 WIB. Kemudian almarhum dibawa ke Aula Timur ITB untuk dilaksanakan upacara penghormatan terakhir oleh pihak kampus pada pukul 10.00 WIB.
Almarhum mengajar di ITB sejak lulus tahun 1964 dan pensiun tahun 2005. Beliau mendapatkan gelar guru besar pada 1993 dan guru besar emeritus dari ITB tahun 2005.
Pada 1969, Pirous belajar desain dan seni grafis di The Department of Arts Rochester Institute of Technology, Rochester, New York. Saat kembali ke Indonesia, Pirous merintis lahirnya program studi desain grafis atau kini disebut desain komunikasi visual pada 1972. Setahun berselang, beliau juga mendirikan studio seni dan desain bernama Decenta di Bandung.
Pirous menjadi dekan pertama Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB pada 1984. Alumni lulusan desain komunikasi visual yang dirintisnya tersebar di seluruh penjuru Nusantara.
Pirous juga dikenal sebagai seniman pembaru seni lukis modern dengan latar belakang karya Islam. Sebagai pelukis, perjalanan kariernya dimulai sejak 1960 dan karya-karyanya telah dipamerkan dalam ratusan kali pameran berskala nasional ataupun internasional.
Pameran tunggalnya telah dilaksanakan lima kali, termasuk di antaranya Pameran Retrospektif I untuk karya 1960-1985 di Taman Ismail Marzuki pada 1985 dan Retrospektif II untuk karya 1985-2002, di Galeri Nasional Jakarta pada 2002.
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB Andriyanto Kusmara yang membacakan riwayat hidup Pirous di tengah ratusan pelayat mengatakan, almarhum adalah sosok yang memberikan kontribusi besar bagi Indonesia di bidang seni rupa, kebudayaan, dan desain grafis selama 70 tahun.
Ia mengungkapkan, almarhum telah meraih berbagai penghargaan atas karya lukisannya sejak tahun 1970. Salah satu penghargaan yang diraih antara lain adalah Best Prints Collection Napel Art Show di Amerika Serikat dan Lukisan Terbaik Indonesia Biennale Pertama oleh Jakarta Art Council.
Dalam bidang kebudayaan, lanjut Andriyanto, Pirous menggelar Pasar Seni ITB pada 1971 dan Festival Istiqlal I Jakarta tahun 1991. Festival ini menampilkan kebudayaan Islam Indonesia dari masa tradisional hingga modern.
”Beliau adalah salah tokoh seniman legendaris di Indonesia dan juga Bapak Desain Komunikasi Visual. Sejak dirintis 40 tahun lalu, prodi ini pun telah tersebar di seluruh Indonesia,” kata Andriyanto.
Seorang dosen jangan menjadikan dirinya sebagai tiruan bagi mahasiswa. Namun, didiklah mereka sesuai potensinya.
Warisan besar
Rektor ITB Reini Wiranatakusumah menyatakan, seluruh keluarga besar ITB berkabung atas berpulangnya almarhum. Baginya, almarhum adalah sosok yang berkontribusi besar bagi negara dan dunia pendidikan serta memiliki sifat yang santun.
”Kita semua merasa berduka dan memberikan penghormatan tertinggi atas semua dedikasi beliau di ITB dan bagi bangsa. Warisan beliau yang sangat besar adalah para alumni yang akan meneruskan ajarannya yang inspiratif,” kata Reini.
Komar Hanafi (85), salah satu alumni ITB yang pernah diajar Pirous mengatakan, almarhum sosok seorang pengajar yang sangat dekat dengan mahasiswa dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
”Beliau tidak pernah menciptakan jarak dengan kami. Dia selalu memberikan materi yang inspiratif bagi anak didiknya,” tutur Komar.
Iwan Pirous, salah seorang anak almarhum, mengenang ayahnya sebagai sosok penyayang keluarga dan seorang dosen yang menjalin hubungan baik dengan para mahasiswanya. Ia mengungkapkan, almarhum selalu menganalogikan pekerjaan guru sebagai tukang kebun yang sangat mencintai tanamannya.
”Salah satu pesan beliau yang selalu diingat adalah seorang dosen jangan menjadikan dirinya sebagai tiruan bagi mahasiswa. Namun, didiklah mereka sesuai potensinya,” kata Iwan.