Pulau Gunung Ruang Terlarang untuk Manusia hingga Status Siaga Berakhir
Sejarah Gunung Ruang tercatat sejak 1808. Interval erupsinya 1-30 tahun. Erupsi terakhir tercatat tahun 2002.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Gunung Ruang di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro atau Sitaro, Sulawesi Utara, kembali meletus setelah tertidur dalam 22 tahun terakhir. Serangkaian erupsi pada Selasa (16/4/2024) sekitar pukul 21.45 WITA membuat ratusan warga mengungsi. Seluruh area pulau tempat gunung itu berdiri dilarang dimasuki hingga status Siaga berakhir.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Hendra Gunawan menyatakan, larangan memasuki pulau ini berlaku hingga status Siaga dari Gunung Ruang berakhir. Perubahan status ini, lanjutnya, akan dilihat dari evaluasi terhadap pengamatan aktivitas vulkanik gunung api yang berubah signifikan.
”Peningkatan aktivitas Gunung Api Ruang dari Waspada menjadi Siaga terhitung mulai 16 April 2024 pukul 16.00 WITA sehingga dalam radius 4 kilometer dari pusat kawah aktif tidak boleh dimasuki. Artinya, seluruh pulau tempat Gunung Ruang berada dilarang untuk dimasuki hingga statusnya berubah,” ujar Hendra di Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2024).
Berdasarkan catatan Badan Geologi, asap kawah setinggi 200-500 meter dari puncak mulai terlihat pada Selasa (16/4) pagi. Sekitar pukul 13.37 WITA, Gunung Ruang erupsi. Intensitasnya lemah dengan warna asap putih tebal. Erupsi eksplosif mulai terjadi pukul 21.45 WITA. Estimasi tinggi kolom erupsinya mencapai 2.000 meter dari puncak.
Erupsi serupa kembali pada Rabu (17/4) pukul 01.08 WITA dengan kolom erupsi mencapai 2.500 meter dan diiringi suara dentuman hingga gemuruh. Pada pukul 05.05 WITA, erupsi setinggi 1.800 meter juga terjadi di Gunung Ruang. Dalam video yang beredar, warga mulai mengungsi dalam suasana malam dengan puncak gunung yang tampak menyala merah.
Sebelumnya terjadi peningkatan aktivitas Gunung Ruang pascagempa tektonik di Laut Maluku pada 9 dan 14 April 2024. Dalam kurun 10-17 April 2024, terjadi gempa vulkanik dalam hingga 1.265 kali.
Gempa ini cenderung meningkat dari hari pertama dengan rincian pada 10 April terjadi 4 gempa, 11 April (5 kali), 12 April (6 kali), 13 April (17 kali), 15 April (146 kali), 16 April (691 kali). Bahkan, pada 17 April hingga pukul 06.00 telah terjadi 373 kali gempa.
Daerah rawan
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid memaparkan, kemunculan gempa vulkanik dalam biasanya berkaitan dengan migrasi magma dari dalam ke permukaan. Potensi bahaya Gunung Ruang berupa erupsi eksplosif mungkin terjadi dan menghasilkan awan panas ke arah barat daya, selatan, dan tenggara.
Kondisi ini sesuai dengan peta rekomendasi Gunung Ruang yang dikeluarkan PVMBG saat berstatus Siaga. Dari peta tersebut, arah barat daya hingga tenggara dari puncak gunung digambarkan merah pekat sebagai tanda potensi ancaman aliran awan panas, lava, dan gas beracun.
Sementara itu, di sisi lain Gunung Ruang digambarkan merah yang lebih cerah dan bergaris. Warna ini diberikan kepada wilayah yang berpotensi terlanda aliran awan panas, laba, dan lahar hujan. Dua desa yang ada di pulau ini, yakni Desa Pumpente dan Desa Patologi, belum bisa ditinggali masyarakat selama Gunung Ruang berstatus Siaga.
Bahkan, Pulau Thulandang yang berada di arah timur laut dari Gunung Ruang dengan jarak antarbibir pantai sekitar 1 kilometer juga turut terdampak. Sebagian wilayah yang masuk dalam radius 5 kilometer berpotensi terdampak hujan abu lebat dan lontaran batu pijar berdiameter 2-6 sentimeter.
Sejarah Gunung Ruang tercatat sejak 1808 dan memiliki interval erupsi antara 1 tahun dan 30 tahun.
Sebagian daerah di barat daya hingga barat laut Pulau Thulandang yang menjadi pusat Kecamatan Tagulandang dengan radius 7 kilometer dari puncak Gunung Ruang berpotensi terdampak hujan abu. Daerah ini juga bisa saja terkena lontaran batu pijar berdiameter kurang dari 2 sentimeter.
”Tingkat aktivitas Gunung Ruang akan ditinjau kembali jika terdapat perubahan visual dan kegempaan yang signifikan. Sejarah Gunung Ruang tercatat sejak 1808 dan memiliki interval erupsi antara 1 tahun dan 30 tahun. Erupsi eksplosif terakhir terjadi pada 2002 yang disertai awan panas yang juga membuat penduduk mengungsi,” papar Wafid.
Aktivitas vulkanik ini berdampak pada warga yang tinggal di sekitar Gunung Ruang. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, 828 jiwa mengungsi ke Pulau Tahulandang dan tersebar di beberapa fasilitas publik dan rumah keluarga mereka.
”Lokasi pengungsian di Gereja GMIST Nazareth Bahoi, Balai Latihan Kerja Bahoi, GOR Tagulandang, serta Balai Pertemuan Umum (BPU) di Kecamatan Tagulandang. Alternatif terkait perluasan dampak erupsi, maka akan difungsikan rumah-rumah ibadah di wilayah Tagulandang Selatan dan Tagulandang Utara,” papar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.