Orangtua Tuntut Keadilan Anaknya yang Diduga Dipukul Kepala Sekolah di Nias hingga Tewas
Kematian siswa SMKN 1 Sidua’öri kini ditangani kepolisian. Orangtua korban tuntut keadilan bagi anaknya.
Oleh
ZULKARNAINI, NIKSON SINAGA
·4 menit baca
NIAS SELATAN, KOMPAS — Keluarga Yaredi (17), siswa di Nias Selatan, Sumatera Utara, yang tewas diduga setelah dipukul kepala sekolah, menuntut keadilan kepada aparat penegak hukum. Keluarga tidak terima kekerasan fisik yang dialami anak mereka.
Sökhizatulö Ndruru mengungkapkan ihwal musibah kekerasan yang dialami Yaedi hingga tewas setelah mendapatkan hukuman dari kepala sekolah, Sabtu (23/3/2024) pagi. Kala itu, Yaredi bersama siswa lain sedang kerja lapangan di Kantor Camat Sidua’öri, Kabupaten Nias Selatan, Sumut. Mereka diminta wakil camat memindahkan generator setrum.
”Ada siswa yang mau dan ada yang tidak mau memindahkan genset karena sangat berat. Tapi, akhirnya genset itu dipindahkan juga. Namun, wakil camat mengadukan kepada kepala sekolah kalau anak-anak sulit disuruh,” kata Sökhizatulö yang biasa dipanggil Hasrat, ayah Yaredi, kepada Kompas, Kamis (18/4/2024).
Atas aduan wakil camat itu, Yaredi dan enam temannya dibariskan Kepala SMK Negeri 1 Sidua’öri berinisial SZ di lapangan sekolah. Menurut penelusuran Hasrat kepada teman-teman anaknya, Yaredi yang pertama kali dipukul oleh SZ. Setelah itu, siswa lainnya juga dipukul oleh SZ sebagai hukuman.
Hasrat mengatakan, SZ memukul Yaredi di bagian kening dengan tenaga cukup keras. Pukulan itu tidak menimbulkan memar, tetapi bagian kening Yaredi mengalami bengkak.
Yaredi tidak langsung memberitahukan detail peristiwa itu kepada orangtuanya. Dia hanya mengeluh sakit kepala kepada ibunya yang baru pulang dari ladang sore harinya. Saat itu Yaredi belum memberitahukan bahwa dia dipukul oleh kepala sekolah.
Ibunya lalu memberikan obat pereda nyeri sakit kepala. Berselang sepekan, sakit kepalanya tidak kunjung sembuh dan semakin parah. Yaredi izin tidak bisa masuk sekolah karena tidak sanggup menahan rasa sakit di kepalanya yang semakin parah. Dia kemudian mengalami demam tinggi pada Jumat (29/3/2024).
Setelah demam tinggi, Yaredi mengaku kepada orangtuanya bahwa dia dipukul oleh kepala sekolahnya. Hasrat lalu menanyai teman-teman Yaredi. Temannya itu menceritakan, mereka dihukum kepala sekolah sepekan sebelumnya. Karena kondisinya semakin parah, Yaredi akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr Thomsen Gunungsitoli, Selasa (9/4/2024).
Meskipun mendapat perawatan di rumah sakit, kondisi Yaredi tidak kunjung membaik. Hasil foto rontgen kepala dan pemeriksaan fisik oleh dokter menyebut ada indikasi Yaredi mengalami pendarahan atau penggumpalan darah di bagian kepala.
Kami sangat sedih kehilangan anak kesayangan kami. Sekarang kami sedang di rumah sakit menunggu dokter forensik dari Medan datang. Kami hanya ingin anak kami mendapat keadilan. (Hasrat)
Mendapatkan laporan itu, polisi datang ke RSUD Dr Thomsen. Namun, karena kondisi Yaredi yang semakin menurun, petugas tidak bisa meminta keterangan kepada Yaredi. Kondisi kesehatannya terus memburuk hingga akhirnya meninggal, Senin (15/4/2024) malam, setelah dirawat selama sepekan.
Setelah mendapat hasil pemeriksaan itu, keluarga Yaredi lalu melaporkan SZ atas kasus dugaan penganiayaan ke Polres Nias Selatan.
Hasrat mengemukakan, polisi sempat mempertemukan keluarga Yaredi dan SZ. Kepala sekolah itu mengaku menegur dan memukul siswanya, tetapi tidak keras. ”Namun, anak kami dipukul sampai lima kali di bagian kening. Karena itu, kami meminta biar proses hukum saja yang dijalankan,” kata Hasrat.
Infografik Kekerasan di Lingkungan Sekolah (2001-2023)
Hasrat mengatakan, jenazah Yaredi sudah sempat dibawa ke rumah dan akan dimakamkan pada Selasa (16/4/2024). Namun, polisi meminta agar dilakukan otopsi dahulu agar bisa dilakukan pemeriksaan forensik.
Pada Kamis siang, Hasrat masih menunggu proses otopsi anaknya dilakukan di RSUD Dr Thomsen. ”Kami sangat sedih kehilangan anak kesayangan kami. Sekarang kami sedang di rumah sakit menunggu dokter forensik dari Medan datang. Kami hanya ingin anak kami mendapat keadilan,” kata Hasrat.
Kepala Seksi Humas Kepolisian Resor Nias Selatan Brigadir Kepala Dian Octo Tobing mengatakan, proses hukum masih terus berjalan dalam kasus itu. Polisi sudah memeriksa kepala sekolah, keluarga korban, siswa, dan beberapa orang lainnya. ”Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini,” katanya.
Menurut Dian, Polres Nias Selatan masih menunggu hasil otopsi oleh dokter forensik dari Polda Sumut. Otopsi akan dilakukan pada Kamis (18/4/2024) siang. Pemeriksaan itu, kata Dian, sangat penting untuk menentukan penyebab kematian Yaredi.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Sekolah Menengah Kejuruan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Suhendri mengatakan, pihaknya sangat prihatin dan berduka atas meninggalnya Yaredi. Suhendri mengatakan, pihaknya mengumpulkan keterangan dari warga sekolah untuk mengetahui bagaimana fakta atas peristiwa itu.
Pelajar dan Forum Pengurus Karang Taruna Kota Surabaya melakukan aksi damai Tolak Kekerasan pada Anak di perempatan Siola, Surabaya, Jawa Timur, Senin (29/1).
Siapa pun yang melakukan kekerasan harus mendapatkan sanksi.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Sekolah Menengah Kejuruan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Suhendri mengatakan, pihaknya sangat prihatin dan berduka atas meninggalnya Yaredi. Suhendri mengatakan, pihaknya mengumpulkan keterangan dari warga sekolah untuk mengetahui bagaimana fakta atas peristiwa itu.
Suhendri mengatakan, kepala sekolah belum dapat diminta keterangan secara langsung. Namun, pihaknya meminta agar yang bersangkutan menuliskan fakta dengan jujur.
”Kasus ini masih dalam investigasi pihak kepolisian. Kita menunggu apa hasil dari pihak berwajib,” kata Suhendri.
Meski demikian, Suhendri mengatakan apa pun bentuk kekerasan di sekolah tidak dapat dibenarkan. ”Siapa pun yang melakukan kekerasan harus mendapatkan sanksi,” kata Suhendri.