Kecelakaan Perahu Tambangan di Sidoarjo, Ayah dan Anak Hilang di Sungai
Faktor keselamatan dalam pengoperasian perahu tambangan untuk penyeberangan sungai di Jatim kerap diabaikan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Dua warga tercebur ke sungai saat menaiki perahu tambangan untuk penyeberangan sungai di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Tim SAR gabungan masih mencari dua korban yang merupakan ayah dan anak itu. Arus sungai yang cukup deras menjadi kendala dalam proses pencarian.
Kecelakaan tersebut terjadi pada Kamis (18/4/2024) sekitar pukul 19.00 WIB di Dusun Banjar Pertapan, Desa Pertapan Maduretno, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Dua warga yang menjadi korban adalah Nanda Freda (27) dan anaknya, Erlangga, yang masih berusia 2,5 tahun.
Keduanya merupakan warga Desa Driyorejo, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jatim. Sebelum kecelakaan terjadi, Nanda bersama buah hatinya mengendarai sepeda motor dari Sidoarjo menuju rumahnya di Gresik.
Keduanya lalu menaiki perahu tambangan untuk menyeberangi sungai. Perahu tersebut biasa digunakan untuk menyeberangkan penumpang dan kendaraan dari Sidoarjo ke Gresik atau sebaliknya.
Saat berada di atas perahu yang berjalan menyeberangi sungai menuju Gresik, mesin sepeda motor matik milik korban dalam kondisi menyala. Tiba-tiba Erlangga menarik gas motor tersebut. Akibatnya, Erlangga dan sepeda motor itu terjatuh ke sungai.
”Melihat anaknya jatuh ke sungai, ayahnya langsung nyebur berusaha menolong,” ujar Siti (56), operator perahu tambangan di Dusun Banjar Pertapan. Akan tetapi, Nanda dan Erlangga kemudian tak terlihat lagi.
Kejadian itu dilaporkan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo. Upaya pencarian kedua korban pun dilakukan sejak Kamis malam. Pencarian dilakukan dengan metode susur darat serta susur sungai menggunakan dua perahu milik BPBD Gresik.
Namun, upaya pencarian pada malam hari itu terkendala oleh minimnya penerangan. Selain itu, kondisi arus sungai sangat deras sehingga membahayakan keselamatan tim pencari. Oleh karena itu, pencarian pada malam hari itu akhirnya dihentikan.
Komandan Tim Operasi Badan SAR Nasional (Basarnas) Surabaya Novix Heriyadi mengatakan, upaya pencarian korban dilanjutkan pada Jumat (19/4/2024) pagi. Pencarian dilakukan dengan menyisir sungai menggunakan perahu karet.
”Radius pencariannya mencapai 4 kilometer dari lokasi kejadian. Namun, radius pencarian itu akan diperluas menjadi 7 kilometer apabila korban belum ditemukan. Untuk arah pencarian, dari barat ke timur atau menuju ke hulu sungai,” kata Novix.
Novix menyebutkan, operasi pencarian pada Jumat ini akan berlangsung hingga pukul 17.00 WIB. Jika korban belum ditemukan, upaya pencarian akan dilanjutkan pada hari berikutnya.
Menurut Novix, tim SAR belum melakukan penyelaman karena berbagai pertimbangan kondisi di lapangan. Salah satunya adalah arus sungai yang deras karena terjadi hujan di wilayah hulu, seperti di Kabupaten Mojokerto, Jatim.
Selama ini, perahu tambangan masih banyak digunakan masyarakat di wilayah Jatim, terutama Surabaya Raya yang meliputi Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Perahu tambangan biasanya menjadi moda transportasi untuk penyeberangan sungai yang menghubungkan dua wilayah, seperti Sidoarjo dengan Gresik atau Surabaya dengan Sidoarjo.
Mochammad Suud (50), warga Kecamatan Taman, Sidoarjo, mengatakan, perahu tambangan menjadi sarana penyeberangan sungai yang dapat memangkas jarak dan waktu perjalanan. Jika tidak menggunakan perahu, warga harus melalui jalur darat yang jaraknya lebih jauh sehingga memerlukan waktu lebih lama.
”Biaya menggunakan perahu tambangan juga murah sehingga terjangkau masyarakat. Sekali menyeberang hanya Rp 2.000 per motor, termasuk dua penumpangnya,” ucap Suud.
Suud menambahkan, perahu penyeberangan sudah beroperasi sejak lama, terutama di desa-desa yang dilintasi Sungai Brantas dan anak-anak sungainya. Namun, faktor keselamatan moda transportasi ini kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat pengguna, operator perahu, ataupun pemangku kebijakan, seperti pemerintah daerah.
Dia mencontohkan, masih banyak penumpang yang enggan turun dari sepeda motornya saat berada di atas perahu. Bahkan, tidak sedikit penumpang yang tetap berboncengan di atas motor. Hal itu bertentangan dengan ketentuan keselamatan dalam angkutan penyeberangan yang mengharuskan penumpang turun dari kendaraannya.
Faktor keselamatan moda transportasi ini kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat pengguna, operator perahu, ataupun pemangku kebijakan, seperti pemerintah daerah.