Terbakar Cemburu, Suami Tega Siramkan Air Keras ke Istri
Karena cemburu, Indratro tega menyiramkan air keras ke istrinya. Akibatnya, sang istri mengalami luka bakar 80 persen.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Cilacap, Jawa Tengah, menangkap seorang lelaki yang tega menyiramkan air keras kepada istrinya. Api cemburu memicu pria tersebut bertindak nekat melukai istrinya yang diduga telah bertunangan dengan lelaki lain. Akibat perbuatan itu, korban mengalami luka bakar 80 persen.
Pelaku penyiraman air keras itu adalah Indratro (39), sedangkan korban adalah Susanti (28) yang merupakan istri siri pelaku. Indratro berasal dari Lampung, sedangkan Susanti berasal dari Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap.
Tersangka dan korban menikah siri di Lampung pada tahun 2016. Keduanya saling kenal saat Susanti bekerja sebagai asisten rumah tangga di Jakarta, sedangkan Indratro bekerja sebagai buruh harian lepas atau tukang di sana.
Mereka sempat hidup bersama di Lampung. Namun, selama beberapa tahun terakhir, Susanti pulang ke Cilacap lantaran ayahnya meninggal dunia dan ingin menjaga ibunya. Dari hubungan dengan tersangka, korban punya dua anak yang ikut di Kawunganten.
”Tersangka berupaya mengajak yang bersangkutan pulang ke Lampung, tapi tidak mau. Tersangka juga mendengar informasi bahwa korban diduga memiliki hubungan dengan pria lain, jadi ada kecemburuan,” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Cilacap Komisaris Besar Ruruh Wicaksono, Jumat (19/4/2024), di Cilacap.
Ruruh menjelaskan, peristiwa penyiraman air keras itu terjadi pada 25 Februari 2024 pukul 05.00 WIB di wilayah Kecamatan Kawunganten. Pada hari itu, Indratro tiba di Cilacap setelah menempuh perjalanan dari Jakarta.
Dia lalu dijemput Susanti di terminal menggunakan sepeda motor. Dalam perjalanan ke rumah, korban yang sedang membonceng tersangka kembali menyatakan tidak ingin kembali ke Lampung.
Setelah mendengar omongan itu, pelaku kemudian mengambil air keras dari dalam tasnya dan disiramkan ke korban. ”Saat itu juga, cairan ini (air keras) diambil dari dalam tas, kemudian menggunakan tangan kirinya disemprotkan ke muka korban. Kemudian korban terjatuh dari motor,” ujar Ruruh.
Berdasar hasil pemeriksaan, Ruruh menyebut, cairan itu merupakan bahan kimia asam sulfat. Cairan tersebut telah disiapkan oleh pelaku dari Jakarta.
”Cairan ini diambil tersangka dari tempat kerjanya karena dia sebagai kuli bangunan. Asam sulfat ini biasa digunakan sebagai pembersih karat, besi, baja, atau keramik. Di tempat kerjanya, ini biasa dipakai untuk membersihkan pipa water heater,” kata Ruruh.
Jika mengenai kulit manusia, cairan itu bisa menyebabkan luka bakar. Kondisi itulah yang menyebabkan Susanti menderita luka bakar mencapai 80 persen. ”Yang paling parah mata sebelah kiri sampai sekarang belum bisa melihat. Mata sebelah kanan (penglihatannya) kabur,” ujar Ruruh.
Ruruh menambahkan, setelah menyiramkan air keras itu, tersangka kabur. Sepeda motor milik korban kemudian dijual oleh pelaku di daerah Pandeglang, Banten. Tersangka kemudian kabur ke Palembang, Sumatera Selatan. Namun, dia akhirnya diringkus jajaran kepolisian pada 13 April 2024.
Atas perbuatannya, kata Ruruh, tersangka dijerat dengan Pasal 355 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana penjara 12 tahun. ”Motifnya cemburu. Dari keterangan yang bersangkutan, korban sudah diajak baik-baik untuk kembali ke Lampung, tapi tidak mau,” ujarnya.
Sementara itu, Indratro mengaku sengaja ingin melukai istri sirinya tersebut karena cemburu. ”Sengaja melukai supaya tidak ada yang memiliki dia selain saya,” katanya saat ditemui di Markas Polresta Cilacap.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Ugung Dwi Ario Wibowo, menyampaikan, faktor pendidikan yang rendah, lingkungan pekerjaan, serta kondisi ekonomi bisa memicu seseorang berpikiran pendek dan melakukan hal-hal di luar nalar.
”Ini perilaku agresi, bagaimana kemarahan seseorang itu diluapkan secara berlebihan dan serangannya cenderung verbal dan fisik. Kalau seseorang bisa mengelola emosinya, mestinya dia tidak berlebihan dan tidak menyakiti serta-merta, apalagi itu di jalan,” papar Ugung.
Ugung menambahkan, kekerasan terhadap perempuan juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan relasi kuasa. Dalam kasus ini, dia juga menilai pelaku memiliki kecenderungan posesif berlebihan.
”Agar istrinya tidak dimiliki orang lain dan istrinya tidak bahagia dengan orang lain, air keras jadi media untuk menyakiti dan merusak sehingga diharapkan istrinya tidak menjadi lebih bahagia dibandingkan dengan dirinya,” ujarnya.
Menurut Ugung, belajar dari kasus ini, warga yang ingin menikah harus benar-benar mengenali calon pasangannya. Mereka mesti mengenali apakah ada unsur agresivitas dan posesif berlebihan pada sang calon pasangan. ”Itulah pentingnya konseling pranikah,” katanya.
Ini perilaku agresi, bagaimana kemarahan seseorang itu diluapkan secara berlebihan dan serangannya cenderung verbal dan fisik.