Bus Rapid Transit Medan-Binjai-Deli Serdang Mulai Dibangun, Transportasi Publik Masih Minim
Terdapat 386.727 pelaju di Mebidang setiap hari. Kurang dari 20 persen yang menggunakan transportasi publik.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Infrastruktur Bus Rapid Transit atau BRT yang akan melayani kawasan Medan-Binjai-Deli Serdang mulai dibangun. Di kawasan aglomerasi itu akan dibangun 17 koridor yang dilayani 551 bus. BRT yang terintegrasi dalam satu kawasan diharapkan meningkatkan penggunaan transportasi publik yang saat ini masih di bawah 20 persen.
Setelah tertunda sejak tahun lalu, proyek BRT akhirnya dimulai dengan pembangunan Depo BRT Medan-Binjai-Deli Serdang (Mebidang) di bekas Terminal Amplas, Medan, Sumatera Utara.
”BRT Medan tidak sekedar proyek infrastruktur yang bersifat pembangunan fisik, tetapi juga soft development yang memberi jaminan keandalan dan kenyamanan layanan transportasi publik,” kata Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jendral Perhubungan Darat di Kementerian Perhubungan Suharto, Sabtu (20/4/2024).
Di kawasan Mebidang, kata Suharto, terdapat total 386.727 pelaju (commuter) setiap hari. Medan merupakan tujuan terbesar dari aktivitas para pelaju ini.
Dari jumlah itu, 69 persennya di antaranya berada di usia produktif. Sebanyak dua pertiga pelaju berstatus pekerja.
Suharto mengatakan, pembangunan BRT merupakan bagian program pemerintah pusat, Indonesia Mass Transit Project (MASTRAN). Program ini memfasilitasi kebutuhan kritis kota-kota pada mobilitas dan perbaikan taraf hidup masyarakat, khususnya di sistem transit massal berbasis angkutan jalan raya.
Proyek ini akan dibangun di kawasan Metropolitan Cekungan Bandung (BBMA) dan Mebidang.
Pengembangan fisik meliputi pembangunan jalur khusus (koridor), halte BRT, fasilitas khusus pejalan kaki, terminal dan depo, serta pengembangan sistem transportasi pintar (ITS).
Pengembangannya juga berupa non-fisik, yakni peningkatan kapasitas operator-operator penyedia layanan, penyediaan lapangan kerja di sektor pendukung layanan, dan penyerapan pekerja perempuan.
”Kami mengapresiasi komitmen kuat pemerintah daerah di Mebidang yang ingin segera mengembangkan transportasi publik yang baik, andal, aman, dan nyaman untuk mendukung mobilitas warganya,” ujar Suharto.
Kepala Dinas Perhubungan Sumut Agustinus mengatakan, Mebidang merupakan kawasan metropolitan yang kian maju. Namun, kawasan itu memiliki keterbatasan infrastruktur transportasi massal perkotaan. Kurangnya transportasi publik yang terintegrasi membuat penggunaannya masih sangat minim.
”Saat ini, penggunaan transportasi publik di Medan kurang dari 20 persen, sama seperti kota besar lainnya di Indonesia. Angka ini jauh di bawah Singapura, Hong Kong, dan Tokyo yang sudah di atas 50 persen. Bahkan, Kuala Lumpur dan Bangkok juga sudah di kisaran 20-50 persen,” kata Suharto.
Wali Kota Medan Bobby A Nasution mengatakan, urgensi menghadirkan moda transportasi publik yang andal dan nyaman di Kawasan Mebidang sudah sangat mendesak.
”Dengan pembangunan MASTRAN BRT Mebidang, aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat dapat kita fasilitasi. Potensi daerah di kawasan Mebidang pun dapat berkembang maksimal,” kata Bobby.
Depo Amplas akan menjadi titik pemberangkatan pertama armada MASTRAN BRT dengan rute Amplas–Pinang Baris. Selain Amplas, akan ada depo lain di Pinang Baris dan depo pendukung di Flamboyan.
Ketua Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia Sumut Burhan Batubara mengatakan, penambahan koridor BRT harus diikuti berbagai kebijakan Pemkot Medan dan Pemprov Sumut agar masyarakat mau berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum (Kompas.id,8/9/2023).
Saat ini, Kota Medan sudah dilayani bus Trans Metro Deli yang mempunyai lima koridor di dalam kota Medan. Selain itu, ada juga Bus Mebidang yang melayani Binjai-Medan-Lubuk Pakam.
Namun, tingkat keterisiannya masih rendah. Bus tanpa penumpang menjadi pemandangan yang sangat sering terlihat di Medan. Namun, sepeda motor dan mobil pribadi memadati jalan.
Burhan menyebut, Pemkot Medan perlu memperbaiki beberapa aspek agar pengguna angkutan massal semakin banyak. Hal itu antara lain bisa dilakukan dengan peningkatan frekuensi perjalanan, perbaikan layanan, penerapan tarif kompetitif, memperluas angkutan pengumpan, dan kemudahan mendapat layanan.
”Hal yang paling penting adalah jangan lagi ada kebijakan yang memanjakan pengguna kendaraan pribadi, seperti pembangunan tempat parkir di tengah kota dan tarif parkir murah,” kata Burhan.
Di tengah gencarnya pemerintah pusat membangun jaringan angkutan massal, kata Burhan, Pemkot Medan justru membangun area parkir bawah tanah yang sangat luas di Lapangan Merdeka Medan.
Padahal, jalan di sekeliling Lapangan Merdeka Medan adalah area pembangunan berorientasi transit (TOD). Saat ini, jalan lingkar Lapangan Merdeka menjadi fasilitas transit intermoda dan antarmoda.