Pengiriman Ilegal 60 Kura-kura di Lampung Digagalkan
Pelabuhan Bakauheni, Lampung, menjadi akses utama perdagangan satwa liar asal Sumatera menuju Jawa.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Lampung menggagalkan pengiriman 60 kura-kura ambon (Cuora amboinensis) melalui Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan. Kasus ini menunjukkan, pengiriman berbagai jenis satwa liar tak berizin melalui penyeberangan Pelabuhan Bakauheni masih rawan terjadi.
Upaya pengiriman 60 kura-kura ambon itu digagalkan oleh petugas Satuan Pelayanan Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Lampung pada Minggu (21/4/2024). Kura-kura tersebut dikemas dalam dua boks terpisah dan dititipkan melalui bus antarkota antarprovinsi.
”Kura-kura ambon tersebut dikirim tanpa dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan karantina dari daerah asal dan juga tidak dilaporkan ke petugas karantina,” kata Penanggung Jawab Satuan Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni BKHIT Lampung Akhir Santoso, Selasa (23/4/2024), di Bandar Lampung.
Menurut Santoso, paket berisi puluhan kura-kura itu ditemukan saat petugas karantina bersama Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni melakukan pemeriksaan di pintu masuk Pelabuhan Bakauheni. Paket itu ditemukan di dalam bus penumpang. Sopir bus menyebut, paket itu dititipkan dari Kabupaten Lampung Tengah dan akan dikirim ke Malang, Jawa Timur.
Santoso menjelaskan, kura-kura ambon atau kadang disebut kura-kura batok memang tidak tergolong jenis satwa yang dilindungi. Akan tetapi, pengiriman satwa tersebut tetap harus dilengkapi dokumen kesehatan yang dipersyaratkan dan dilaporkan kepada petugas karantina. Hal ini untuk mencegah penularan hama dan penyakit hewan antardaerah.
Dia menyatakan, pengiriman kura-kura tersebut termasuk ilegal karena tidak disertai sertifikat kesehatan dari balai karantina. Hal itu melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Oleh karena itu, kura-kura tersebut disita dan diserahkan kepada Lembaga Konservasi Taman Satwa Lembah Hijau, Bandar Lampung. Saat ini, puluhan kura-kura itu telah dirawat di lembaga konservasi tersebut.
Manajer Lembaga Konservasi Taman Satwa Lembah Hijau Rasyid Ibransyah mengatakan, sebagian besar kura-kura ambon tersebut dalam kondisi lemas karena dikurung dalam paket. Bahkan, satu kura-kura akhirnya mati.
Saat ini, kura-kura yang tersisa dirawat di kandang terbuka yang sesuai dengan habitatnya, yakni di lingkungan semiakuatik, karena kura-kura dapat hidup di air dan darat. Satwa liar itu ditempatkan satu kandang bersama binturong dan kura-kura jenis lain.
Kura-kura ambon tersebut dikirim tanpa dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan karantina dari daerah asal dan juga tidak dilaporkan kepada petugas karantina.
Jalur perdagangan
Pengiriman satwa liar melalui Pelabuhan Bekauheni bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, pada 5 Maret 2024, petugas menggagalkan pengiriman ratusan sirip hiu dari Medan, Sumatera Utara, ke Jawa. Sebanyak 180 sirip hiu dengan berat 20 kilogram itu juga dikemas dalam paket.
Menurut Santoso, Pelabuhan Bakauheni memang menjadi akses utama perdagangan satwa liar asal Sumatera menuju Jawa. Jenis satwa yang paling banyak diperdagangkan adalah burung liar. Selain itu, ada juga orangutan, monyet, musang, sirip hiu, dan trenggiling.
Sepanjang Januari-September 2023, terdapat 14.886 burung yang disita petugas karantina di Lampung. Belasan ribu burung liar itu hendak dikirim dari Sumatera ke Jawa untuk diperdagangkan. Pada tahun 2022, jumlah burung liar yang disita dari jaringan perdagangan satwa liar lebih banyak lagi, yakni 22.297 ekor.
Pengiriman menggunakan jasa paket yang dititipkan ke bus-bus penumpang kerap menyulitkan petugas karantina untuk mendeteksi peredaran satwa liar yang dikirim tanpa dilengkapi dokumen resmi. Apalagi, yang tertera di paket sering kali hanya nama singkat penerima. Alamatnya pun tidak detail sehingga menyulitkan pencarian. Sopir biasanya hanya diminta menurunkan paket itu di lokasi tertentu.