Pengangguran Tinggi, Tidak Mudah Cari Tenaga Kerja Berkualitas di Jawa Barat
Peralihan dari industri padat karya ke padat modal membuat dunia usaha sangat bergantung pada kapasitas SDM.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kualitas sumber daya manusia menjadi perhatian untuk menghadapi tantangan dunia usaha di Jabar. Peralihan dari industri padat karya ke padat modal membuat dunia usaha membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan yang berdaya saing di bidang teknologi.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Ning Wahyu Astutik, Jabar masih menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya. Namun, terjadi pergeseran investasi dari padat karya menjadi padat modal dengan penerapan teknologi tinggi. Kondisi ini membuat dunia usaha membutuhkan sumber daya manusia dengan kapasitas yang mumpuni.
Pada saat yang sama, tingkat pengangguran di Jabar cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dari 7,86 juta pengangguran di Indonesia per Agustus 2023, sebanyak 1,88 juta di antaranya ada di Jabar.
Kondisi ini menjadi tampak bertolak belakang dengan kebutuhan tenaga kerja bagi investasi yang masuk. Dia menilai, para pengusaha kesulitan mencari tenaga kerja yang berkualitas karena tingkat pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
”Pergeseran ini otomatis juga membutuhkan tenaga kerja berkualitas. Kalau dulu, bisa dengan lulusan SMA dan SMK. Kalau sekarang, harus dengan kapasitas lebih. Jadi, tidak mudah mencari karyawan yang berkualitas, dan kami sangat prihatin karena di sisi lain Jabar juga memiliki angka pengangguran yang tinggi, bahkan menyumbang 24 persen pengangguran nasional,” ujarnya saat berdiskusi dalam suasana Halalbihalal Apindo Jabar Bandung, Kamis (25/4/2024).
Dalam diskusi yang dihadiri Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara ini, Ning berharap pemerintah memberikan solusi dalam menghadapi masalah ini. Dia mempertanyakan kepada Suahasil terkait dana pendidikan yang mencapai Rp 139,1 triliun. Dana tersebut berasal dari akumulasi dari tahun 2010 hingga 2023.
”Jadi, kami berpikir bagaimana dana-dana itu bisa dikelola untuk memaksimalkan produktivitas dan meningkatkan daya kompetisi dari para pengusaha di Jabar,” ujarnya.
Suahasil memaparkan, dana abadi ini ada untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya. Dana ini tidak dapat digunakan untuk belanja, tetapi hasil pengembangannya bisa digunakan untuk berbagai hal, salah satunya beasiswa bagi anak-anak negeri.
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari Kementerian Keuangan adalah bentuk pengelolaan dana abadi di bidang pendidikan. Suahasil memaparkan, dalam kurun 2013-2023, LPDP telah memberikan beasiswa kepada 45.496 mahasiswa baik dari dalam maupun luar negeri.
”Dana abadi ini dikelola, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pendidikan anak Indonesia. Ada yang sifatnya beasiswa umum, ada afirmasi untuk daerah terpencil, terluar, tertinggal, prasejahtera, juga yang lainnya. Ini adalah kombinasi yang setiap tahun dilakukan,” ujarnya.
Suahasil berharap pendidikan ini akan meningkatkan produktivitas di dalam negeri. Meskipun kualitas pendidikan tidak hanya masalah gelar, tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga bakal memberikan potensi produktivitas yang lebih baik.
”Anak-anak yang mendapatkan beasiswa ini masuk kembali ke Indonesia. Memang produktivitas tidak hanya masalah gelar (pendidikan), tetapi juga cara kerja, kultur, pengawasan, dan lainnya. Namun, saya yakin, pendidikan yang lebih tinggi juga memberikan potensi yang lebih baik,” ujarnya.