Babak Akhir Tambak Udang Karimunjawa
Sejumlah tambak udang di Karimunjawa ditutup setelah ada penertiban. Namun, sebagian petambak masih nekat beroperasi.
Pemerintah meminta aktivitas tambak udang di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, dihentikan karena berdampak buruk pada lingkungan. Sejumlah tambak pun berhenti beroperasi. Upaya pemulihan lingkungan yang terdampak disiapkan.
Salah satu petambak yang memutuskan untuk menghentikan operasionalisasi tambaknya adalah Faisol (33), warga Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa. Enam petak tambak milik Faisol dengan luas 8.000 meter persegi berhenti beroperasi sejak Februari 2024.
Sebelumnya, pada November 2023, Faisol didatangi sejumlah petugas gabungan dari berbagai instansi pemerintah. Kala itu, petugas menjelaskan bahwa pengambilan air laut yang dilakukan Faisol untuk menunjang usaha tambak udangnya melanggar aturan. Hal ini karena air laut itu diambil dari wilayah perairan Taman Nasional Karimunjawa.
Padahal, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya melarang adanya kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain di taman nasional.
Selain memberikan teguran, petugas juga memotong pipa inlet atau saluran air masuk dari laut di tambak Faisol. ”Pipa inlet saya dipotong sekitar 80 sentimeter dari total panjang 300 meter. (Dengan kondisi tersebut) tambak saya masih tetap bisa beroperasi sampai panen terakhir di Februari 2024. Setelah itu, saya sudah tidak berani beroperasi,” kata Faisol, Selasa (16/4/2024), di Karimunjawa.
Sebenarnya Faisol berharap bisa melanjutkan usahanya tersebut, setidaknya sampai balik modal. Namun, ia takut karena telah menandatangani surat pernyataan bermeterai yang berisi pengakuan bahwa dirinya bersalah dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Dalam pernyataan itu juga disebut, Faisol siap menjalani proses hukum jika melanggar.
”Sejak mulai membangun usaha tambak pada 2021 dan mulai tebar benih pada awal 2023, saya baru tiga kali panen. Untuk setiap panen, keuntungan bersih yang saya dapat sekitar Rp 50 juta. Padahal, modal usaha ini sekitar Rp 1,5 miliar,” tutur Faisol.
Baca juga: Kisah Pro-Kontra Tambak Udang di Karimunjawa
Petambak lain, Sugeng Prayogo (27), juga bersedia menutup operasionalisasi lima kolam tambaknya di Desa Karimunjawa pada Maret 2024. Sama dengan Faisol, Sugeng mengaku telah menandatangani surat pernyataan bermeterai pada November 2023.
Sejak tidak lagi beroperasi, tambak milik Sugeng terbengkalai. Sejumlah alat penunjang operasional tambak dibiarkan begitu saja di sekitar tambak. Saat ditanya terkait rencananya ke depan, Sugeng mengaku belum memiliki rencana apa pun.
Sementara itu, Suroto (43), petambak asal Desa Kemujan, memilih tetap mengoperasikan tambaknya. Padahal, Suroto telah menandatangani surat pernyataan yang sama dengan Faisol dan Sugeng.
Menurut Suroto, petugas juga sempat meminta tambaknya berhenti beroperasi selambat-lambatnya empat bulan setelah November 2023. Permintaan itu disebut Suroto disampaikan petugas secara lisan. ”Saya bukan menantang petugas, tapi prinsip saya satu, saya bekerja menafkahi keluarga. Kalau (tambak saya) ditutup, saya minta ada solusi untuk kehidupan saya ke depan,” tuturnya.
Suroto menuturkan, di wilayah Karimunjawa ada 33 titik tambak udang vaname. Hingga pertengahan April 2024, ada sekitar enam titik tambak yang masih beroperasi.
Baca juga: Beragam Masalah akibat Limbah Tambak Udang di Karimunjawa
Pada Oktober-November 2023, petugas gabungan sejumlah instansi pemerintah menggelar operasi penertiban tambak udang di Karimunjawa. Selain meminta penghentian operasionalisasi tambak udang, aparat juga menetapkan empat petambak menjadi tersangka terkait pencemaran limbah tambak udang di Taman Nasional Karimunjawa.
Penetapan tersangka dilakukan oleh Penyidik Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara. Informasi soal penetapan empat tersangka itu disampaikan pada Maret lalu.
Penutupan
Sementara itu, sejumlah warga Karimunjawa berharap seluruh tambak di wilayah tersebut segera ditutup. Hal itu karena limbah yang dihasilkan dari tambak udang dianggap telah merugikan masyarakat, terutama yang mengais rezeki di laut.
”Nelayan, pencari kerang, petani rumput laut, pemilik keramba ikan, dan lain-lain mengalami penurunan pendapatan yang signifikan karena perairan tercemar limbah tambak,” kata Yarhanudin (47), warga Desa Kemujan.
Yarhanudin juga meminta lingkungan yang rusak akibat limbah tambak bisa segera dipulihkan. Lubang-lubang bekas tambak diharapkan bisa diuruk dan pohon-pohon mangrove yang sempat dibabat saat pembuatan tambak bisa ditanam lagi.
”Terumbu karang yang terkena lumpur atau endapan limbah tambak juga harus dibersihkan. Lalu, karang-karang yang rusak atau mati perlu ditransplantasi. Turunkan ahli ke sini, supaya bisa menganalisis, penanganan rehabilitasi seperti apa yang diperlukan,” tutur Yarhanudin.
Baca juga: Dilema Tambak Udang Vaname di Antara Pesona Karimunjawa
Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa Widyastuti menyebut, rehabilitasi di perairan akan dilakukan melalui pemulihan terumbu karang. Petugas akan kembali menanam bibit karang di lokasi-lokasi terdampak kerusakan. Secara berkala, karang yang ditanam akan dipantau, dibersihkan jika berlumut, dan disulam atau diganti yang baru ketika mati.
”Untuk yang di darat, sepanjang memang di lokasi itu merupakan tempat tumbuh mangrove, pasti akan kami lakukan penanaman kembali. Keberadaan mengrove ini sangat penting untuk menjadi benteng saat ada ombak atau angin besar, termasuk untuk mencegah abrasi,” katanya.
Baca juga: Karimunjawa di Ujung Tanduk
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Jepara Hery Yuliyanto menuturkan, lahan-lahan bekas tambak perlu dikembalikan sesuai dengan fungsi tata ruang. Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Terpadu Penyelesaian Tambak Udang Karimunjawa itu menyebut, penanaman mangrove menjadi salah satu langkah yang diusulkan untuk upaya pemulihan.
”Kemarin sempat ada usulan, yang di darat itu ditanami kembali dengan mangrove. Kemudian, sempat ada wacana untuk menjadikan sejumlah kolam tambak menjadi pemancingan ikan atau tempat wisata. Keputusan mengenai pemulihan ini akan dibahas lebih lanjut ke depan bersama pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah provinsi, pemerintah pusat, dan masyarakat,” ujar Hery.
Pemerintah Kabupaten Jepara juga berencana melakukan pemulihan terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Hal itu dilakukan melalui puluhan prorgam dengan total anggaran mencapai Rp 6 miliar. Beberapa program itu, antara lain, penyaluran bantuan, pelatihan, pemberdayaan, pembangunan infrastruktur, hingga pemberian beasiswa.
”Program-program ini bukan hanya untuk pekerja tambak yang kehilangan pekerjaan akibat penutupan tambak, tetapi seluruh masyarakat Karimunjawa yang membutuhkan, termasuk mereka yang pekerjaannya terganggu akibat pencemaran limbah tambak, seperti nelayan ataupun pelaku usaha wisata. Dari pendataan yang kami lakukan, warga asli Karimunjawa yang bekerja di tambak udang lebih kurang 100 orang,” tutur Hery.
Nelayan, pencari kerang, petani rumput laut, pemilik keramba ikan, dan lain-lain mengalami penurunan pendapatan yang signifikan karena perairan tercemar limbah tambak.
Menurut Hery, aktivitas tambak udang, baik yang tradisional, semi-intensif, maupun intensif, dilarang di Karimunjawa. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2023-2043. Apalagi, sebagai pulau kecil, Karimunjawa memiliki daya tampung lingkungan yang kecil pula sehingga rentan rusak akibat aktivitas seperti tambak udang.
”Setelah dicek Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ternyata sudah ada potensi kerusakan terumbu karang akibat limbah tambak. Jadi, limbah yang dihasilkan dari pakan udang ini memicu tumbuhnya mikroorganisme tertentu secara berlebihan. Kondisi itu membuat mikroorganisme yang lain menjadi terkalahkan hingga ekosistemnya tidak seimbang,” ujar Hery.
Hery menambahkan, untuk mengakomodasi aktivitas tambak udang, Pemkab Jepara telah menyiapkan lahan sekitar 10 hektar di luar wilayah Karimunjawa. Lahan di Kecamatan Mlonggo, Jepara, itu bisa disewa masyarakat ataupun investor yang berminat untuk menjalankan usaha tambak udang.
Melalui berbagai upaya itu, usaha tambak udang yang menimbulkan kerusakan di Karimunjawa diharapkan bisa benar-benar dihentikan agar kondisi lingkungan di kepulauan tersebut kembali pulih.