Diincar Banyak Pembalak Liar, Hutan di Aceh Timur Semakin Merana
Kehilangan tutupan hutan berdampak buruk bagi kehidupan manusia karena dapat memicu bencana alam dan pemanasan global.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Petugas gabungan menemukan sedikitnya 31 meter kubik kayu hasil pembalakan liar di kawasan hutan produksi di Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Sepanjang 2023, Aceh Timur kehilangan tutupan hutan mencapai 611 hektar.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) III Dinas Kehutanan Aceh Fajri saat dihubungi, Selasa (30/4/2024), mengatakan, aparat gabungan dari KPH III, Polri, dan TNI menggelar patroli bersama pada Senin (29/4/2024). Titik target operasi adalah kawasan hutan produksi. Sebelumnya, petugas mendapatkan informasi pembalakan di kawasan tersebut.
”Jenis kayu rimba campuran, barang bukti kayu masih berada di hutan belum bisa kami angkut karena akses jalan yang sulit,” kata Fajri.
Fajri mengatakan, saat tiba di lokasi, tim gabungan menemukan kayu yang sudah dibelah menjadi balok bertumpuk rapi di tepi jalan. Pelakunya tidak ditemukan. Namun, adanya peralatan masak dan perlengkapan tidur di sebuah gubuk menandakan aktivitas pembalakan dilakukan berhari-hari.
Menurut Fajri, lokasi pembalakan berada di hutan produksi. Hutan produksi adalah kawasan yang hasil hutannya digunakan untuk memenuhi keperluan masyarakat, khususnya pembangunan dan industri. Hutan produksi berfungsi sebagai penghasil kayu atau nonkayu.
”Kami sedang memeriksa apakah kawasan hutan produksi itu sudah keluar perizinan berusaha pemanfaatan hutan,” kata Fajri.
Fajri menjelaskan, pembalakan liar adalah ancaman pelestarian hutan. Meski patroli rutin dilakukan, perambahan belum sepenuhnya bisa diberantas.
”Anggaran patroli terbatas, belum semua kawasan bisa diawasi maksimal,” kata Fajri.
Ini bukan kali pertama pembalakan liar di hutan Aceh Timur. Pada April 2023, timnya menemukan 12 batang damar di dalam areal penggunaan lain (APL) di Kecamatan Simpang Jernih. Petugas juga menemukan satu alat berat yang dipakai pembalak.
Aceh Timur termasuk daerah dengan kehilangan tutupan hutan yang besar di Aceh. Sebagian besar hutan di kabupaten itu masuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Sepanjang 2019-2020, Polda Aceh menyita 230 meter kubik kayu campuran, 20 alat berat, 54 mobil pengangkut kayu, dan 30 mesin pembelah kayu.
Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA Lukmanul Lukman mengatakan, pihaknya merekam secara berkala laju penurunan tutupan hutan di Aceh. Pada 2023, Aceh Timur telah kehilangan tutupan hutan sebesar 611 hektar atau dua kali luas kompleks Gelora Bung Karno di Jakarta.
Menurut data dari Yayasan HAkA, Aceh Timur selalu masuk dalam lima besar kabupaten dengan kehilangan tutupan hutan. Penyebabnya beragam, mulai dari pembalakan liar untuk penjualan kayu, perambahan untuk perkebunan warga, hingga dibuka secara ilegal oleh perusahaan.
Menurut Lukman, secara keseluruhan sepanjang tahun 2023, Aceh kehilangan tutupan hutan seluas 8.906 hektar. Degradasi hutan dapat memicu bencana ekologis, seperti banjir, longsor, dan kekeringan.
Di sisi lain, kerusakan hutan di dalam KEL meningkatkan potensi konflik satwa liar dengan manusia. Hal itu disebabkan habitat satwa lindung terganggu. Padahal, KEL menjadi satu-satunya tempat di dunia yang didiami empat satwa kunci, yakni harimau, gajah, orangutan, dan badak.
Selain itu, degradasi hutan juga dapat memicu bencana alam, seperti banjir, bandang, dan kekeringan, serta konflik satwa lindung.
Sebelumnya, dosen teknik lingkungan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, mengatakan, kerusakan hutan mempercepat terjadi perubahan iklim dan pemanasan global. Dampak lebih buruk, pemanasan global membuat sektor pertanian sebagai tonggak pangan nasional ambruk.
Zulfikar mendorong semua pihak segera memulihkan hutan yang telanjur rusak. Saat ini, pemerintah menyediakan skema perhutanan sosial untuk memulihkan hutan dengan melibatkan warga.