Kakek di Bandung Memperkosa Penyandang Disabilitas
Pria 72 tahun ditangkap polisi karena memperkosa remaja penyandang disabilitas di Kota Bandung.
TB (72) melangkahkan kaki rentanya memasuki aula Markas Polrestabes Bandung, Selasa (30/4/2024) siang. Wajahnya tertutup kupluk berwarna hitam. Tubuhnya yang kurus berbalut baju tahanan berwarna jingga.
TB tertunduk malu saat dihadirkan polisi untuk memublikasikan kasus pemerkosaan yang dilakukannya seminggu sebelumnya. Dengan tangan terborgol, ia hanya menatap ke arah lantai keramik berwarna putih di aula.
TB jadi pesakitan setelah nekat menyetubuhi korban berinisial SSF (19) pada 21 April 2024. TB melakukan aksi bejatnya terhadap korban yang merupakan penyandang tunagrahita atau keterbelakangan mental.
Baca juga: Modus Kenalan Via Medsos, Seorang Pria Perkosa Anak di Cirebon
Aksi TB berlangsung di rumahnya, daerah Cibeuying Kidul, Kota Bandung, sekitar pukul 21.00 WIB. Korban adalah tetangganya.
TB tak memedulikan istrinya yang tengah berada di rumah ketika mencabuli korban. Modus yang digunakan TB adalah membujuk korban ke rumahnya. Kemudian, ia memaksa dan mencengkeram tubuh korban. TB lalu menyembunyikan korban di ruang menjemur pakaian.
Tak diketahui keberadaannya, keluarga sempat mencari-cari SSF. Dari kesaksian seorang warga, mereka curiga SSF ada di rumah TB.
Dengan alasan berbelanja di kios milik pelaku, keluarga SSF mendatangi rumah itu. Saat ditanya kerabat korban, TB mengaku tak mengetahui keberadaan korban.
Tidak percaya, salah satu keluarga korban sengaja menunggu di depan rumah TB. Hingga akhirnya, kecurigaan itu terbukti. Sekitar pukul 23.00 WIB, pelaku keluar dari rumahnya bersama korban yang menangis dan syok.
Kepada keluarganya, korban mengaku telah disetubuhi pelaku. Pihak keluarga pun tak menerima perbuatan ini dan memviralkan peristiwa tersebut di salah satu media sosial agar mendapatkan keadilan. Kasus ini pun menjadi perhatian warganet di Kota Bandung.
Sehari kemudian, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reskrim Polrestabes Bandung turun tangan. Pelaku ditangkap pihak berwajib, sedangkan korban langsung divisum. Penyidik pun memeriksa empat saksi dalam kasus ini.
”Dari hasil penyelidikan, pelaku TB mengakui melakukan pelecehan seksual dengan menggunakan ancaman. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini,” ujar Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Budi Sartono.
Ia menyatakan, pelaku dijerat Pasal 6 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. ”Pelaku terancam pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta,” ujarnya.
Ribuan kasus
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Jabar Siska Gerfianti menyesalkan aksi TB yang menyasar seorang perempuan yang juga penyandang disabilitas. Ia bersyukur polisi telah menangkap pelaku.
”Saya berharap pelaku mendapatkan hukuman setimpal dengan perbuatannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, pelaku kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas diancam pemberatan hukuman berupa sepertiga penambahan sanksi hukuman,” tutur Siska.
Ia pun mengungkapkan, masyarakat di Jabar yang keluarganya menjadi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin berani melaporkan kepada pihak berwenang. Mereka tak lagi menganggap masalah ini sebagai aib yang harus ditutupi.
Dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Jabar sepanjang 2023 mencapai 1.128 kasus. Korbannya mencapai 1.151 orang. Kota Bandung memiliki jumlah kasus tertinggi, yakni 234 kasus.
Pada 2024, kasus kekerasan belum berhenti. Januari hingga April, ada 220 kasus kekerasan terhadap perempuan. Korbannya tercatat 224 orang. Kasus tertinggi dalam empat bulan terakhir ada di Kabupaten Bekasi dengan 36 kasus.
”Tingginya angka pengaduan merupakan hasil kerja keras kami bersama lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan berbagai elemen masyarakat. Kami tidak pernah berhenti menyosialisasikan pentingnya melapor jika menjadi korban kekerasan,” ungkap Siska.
Ia menambahkan, Pemerintah Provinsi Jabar telah memiliki regulasi daerah untuk melindungi perempuan dan anak. Salah satunya adalah Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan.
Baca juga: Wajah Buram Perlindungan Anak di Jabar, Korban Kekerasan Capai 2.385 Orang
Selain itu, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jabar juga menyediakan rumah aman bagi korban sehingga bisa mendapatkan layanan dokter dan psikolog tanpa dipungut biaya.
”Sejumlah program perlindungan perempuan dan anak yang telah berjalan di Jabar antara lain Jabar Cekas (Cegah Kekerasan), Pusat Pembelajaran Keluarga, dan Stop Pernikahan Anak. Kami juga rutin mengedukasi masyarakat melalui media sosial,” tambah Siska.
Ketua II Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Jabar Nenny Kencanawati mengaku sangat sedih dengan kasus pelecehan yang dilakukan seorang kakek kepada korban yang seharusnya diperlakukan seperti cucunya. Menurut Nenny, seharusnya masyarakat penyandang disabilitas mendapatkan perlindungan dan haknya tidak dirampas.
”Saya berharap kasus yang menimpa korban dapat diproses hukum hingga tuntas di pengadilan. Warga penyandang disabilitas dijamin haknya oleh negara,” harap Nenny.
Ia pun berpendapat, tren pelaporan kasus yang meningkat dapat mengungkap masalah kekerasan terhadap perempuan yang selama ini masih disembunyikan. ”Puspaga menjadi salah satu mitra Pemprov Jabar yang tanpa henti memberikan pendampingan bagi korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak,” ucap Nenny.
Baca juga: Kesadaran Pengaduan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Jabar Melonjak