Kasus Kekerasan pada Anak Merajalela, Kita Bisa Apa?
Kepedulian orangtua atau orang dewasa sangat penting untuk memutus mata rantai kekerasan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
Hampir setiap hari berita mengenai berbagai tindak kekerasan pada anak dan perempuan sampai di telinga atau gawai kita. Perlakuan tidak pantas dan menyakitkan berupa kekerasan fisik, psikis, hingga seksual membuat hati pilu.
Para pelaku tindak kekerasan itu sering kali adalah orang-orang yang dikenal dan dekat dalam kehidupan anak. Orangtua atau anggota keluarganya sendiri, tetangga, teman, hingga guru atau pemuka agama terungkap sebagai pelaku kekerasan.
Koordinator Bidang Perempuan Perkumpulan DAMARLampung Selly Fitriani mengungkapkan, berbagai penelitian dan pengalaman di lapangan menunjukkan, kekerasan yang dialami para korban memberikan dampak negatifsangat serius.Korban kekerasan dapat merasa takut dan tidak berdaya. Mereka juga dapat mengalami mimpi buruk, fobia, stres, dan kecemasan disertai derita fisik.
Selain itu, korban juga dapat merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk, merasa dirinya berbeda dari orang lain, hingga marah terhadap dirinya sendiri. Mereka juga akan merasa dikhianati dan kehilangan kepercayaan.
”Kepercayaan merupakan hal yang sangat besar bagi korban kekerasan seksual. Jika anak mengalami kekerasan seksual dengan pelakunya adalah orang terdekat, bahkan keluarga sendiri, akan membuat seorang anak merasa dikhianati dan sulit percaya terhadap orang lain,” kata Selly dalam acara diskusi bertajuk Membangun Perlindungan dan Pencegahan Kekerasan di Lingkup Pendidikan dan Keluarga, di Bandar Lampung, Selasa (30/4/2024).
Kegiatan tersebut digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lampung bekerja sama dengan Forum Komunikasi Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung.
Selly menambahkan, dalam jangka panjang, korban rentan mengalami kekerasan kembali atau justru berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Karena itulah, kasus kekerasan perlu menjadi perhatian serius semua pihak, terutama para orangtua.
Peduli
Kepedulian orangtua atau orang dewasa sangat penting untuk mencegah dan memutus mata rantai kekerasan terhadap anak. Orangtua perlu memberikan perhatian khusus jika anak-anak yang mengalami perubahan perilaku, seperti menjadi pendiam, murung, atau tertutup. Anak-anak yang mengalami hal menyakitkan juga dapat memengaruhi semangat belajar anak di sekolah.
Saat mengetahui adanya tindak kekerasan, orangtua atau orang dewasa dapat membantu membawa korban ke klinik dan meminta rekam medik, mencari bantuan psikolog untuk pemulihan psikis, melapor ke polisi, serta berkonsultasi ke lembaga bantuan hukum. Hal lain yang perlu dilakukan adalah menjaga kerahasiaan identitas korban dan memberdayakan korban agar tetap semangat.
Jika anak mengalami kekerasan seksual dengan pelakunya adalah orang terdekat, bahkan keluarga sendiri, akan membuat seorang anak merasa dikhianati dan sulit percaya pada orang lain.
Jeni Rahmawati dari Forkom Puspa Lampung menuturkan, tindak kekerasan terhadap anak tidak hanya bisa terjadi di dunia nyata, tapi juga di dunia maya. Berbagai tindakan kekerasan, seperti perundungan dan pelecehan, dapat diterima anak di media sosial.
Karena itulah, orangtua harus mempunyai kecakapan teknologi agar dapat mengawasi aktivitas anaknya dalam mengakses media sosial. Selain itu, orangtua juga harus mengawasi konten tontonan yang diakses anak-anak lewat televisi ataupun gawai.
Kepala Dinas PPPA Lampung Fitrianita Damhuri mengatakan, petugas layanan menerima 5-6 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap hari. Tingginya laporan tersebut menunjukkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan semakin meningkat. Namun, banyaknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Lampung juga membuat upaya pencegahan harus semakin digencarkan.
Kasus kekerasan seksual terungkap di Lampung beberapa waktu terakhir juga membuat hati pilu. Di Kabupaten Lampung Utara, N (15), seorang pelajar SMP, menjadi korban kekerasan seksual oleh 10 pemuda pada pertengahan Februari 2024. Korban yang mengalami depresi berat sempat dua kali mencoba bunuh diri di rumahnya.
Di Kabupaten Lampung Selatan, A (15), seorang remaja perempuan menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh SH (44), ayah kandungnya sendiri, dan AM (64), kakeknya. Tindakan keji para pelaku itu diduga sudah dilakukan sejak Januari 2024 setelah ibunya pergi bekerja ke luar negeri.
Berdasarkan data Dinas PPPA Lampung, sepanjang Februari 2024, terdapat 62 laporan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Lampung. Dari jumlah itu, 50 persen laporan merupakan kasus kekerasan seksual. Adapun sebagian besar korban adalah anak-anak berusia 6-17 tahun.
Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, mengatakan, Lampung menjadi salah satu daerah yang menjadi perhatian pusat karena tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ia mendorong kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Para penegak hukum juga diminta memberikan hukuman yang mampu memberikan efek jera pada pelaku.