Parpol Mulai Uji Elektabilitas Bakal Calon Gubernur Kalbar
Parpol di Kalimantan Barat menguji elektabilitas bakal calon kepala daerah Pilkada 2024 melalui survei.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Parpol di Kalimantan Barat mulai menguji elektabilitas para bakal calon kepala daerah untuk Pilkada 2024 yang telah mendaftar melalui survei. Namun, perekrutan calon kepala daerah hendaknya juga mempertimbangkan kompetensi dan kredibilitasnya menghadapi tantangan.
Wakil Ketua Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kalbar yang juga Ketua Penjaringan Calon Kepala Daerah DPD Golkar Kalbar Heri Mustamin, Selasa (30/4/2024), menuturkan, masa pendaftaran telah berlangsung pada 22-26 April. Periode tersebut juga termasuk penjaringan.
Ada dua skema penjaringan calon gubernur Kalbar. Pertama, kader Golkar yang sudah ditugaskan. Kedua, mekanisme tambahan karena ada keinginan parpol lain untuk menggunakan ”perahu” Golkar dalam Pilkada 2024.
Dalam mekanisme penugasan, ada lima kader Golkar yang ditugaskan, salah satunya Ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Kalbar yang juga petahana Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan.
Kemudian, Wakil Ketua DPRD Kalbar Prabasa Anantatur. Lalu, anggota DPR Komisi X, Adrianus Asia Sidot. Selain itu, nama Bupati Ketapang Martin Rantan dan anggota DPRD Kalbar Suma Jenny ikut diajukan.
”Yang ditugaskan partai tergantung mereka, kalau mau melanjutkan (dalam kontestasi Pilkada 2024) akan diproses. Namun, semuanya tergantung hasil survei. Survei sedang dalam proses setidaknya sekitar 21 hari,” ujar Heri.
Adapun yang melalui mekanisme tambahan, ada petahana Gubernur Kalbar Sutarmidji yang berkeinginan menggunakan ”perahu” Golkar dalam Pilkada 2024. Ada juga dari kalangan pengusaha.
Baik penugasan partai maupun tambahan tersebut akan disurvei. Setelah disurvei, akan dievaluasi apakah yang hasil surveinya dinilai bagus mau melanjutkan dengan maju menjadi calon gubernur Kalbar atau tidak.
Calon-calon, baik yang ditugaskan parpol maupun tambahan, nanti juga membangun koalisi dengan partai lain. Sebab, di DPRD Kalbar, Golkar memiliki sembilan kursi sehingga harus berkoalisi. Secara kelembagaan, Golkar juga akan membangun komunikasi untuk berkoalisi dengan parpol lain.
Perekrutan calon kepala daerah hendaknya juga mempertimbangkan kompetensi dan kredibilitas seseorang dalam menghadapi tantangan.
Penjaringan bakal calon gubernur Kalbar juga sudah dilakukan parpol lain, misalnya DPD PDI-P Kalbar yang melaksanakan penjaringan calon gubernur dan wakil gubernur Kalbar pada 15-30 April. Berdasarkan data yang dihimpun Kompas di Kantor DPD PDI-P Kalbar, Selasa (30/4/2024), sejumlah nama sudah menyerahkan formulir pendaftaran sebagai calon gubernur Kalbar.
Salah satunya Ketua DPD PDI-P Kalbar Lasarus. Di luar kader PDI-P, ada petahana Gubernur Kalbar Sutarmidji. Kemudian, ada juga Bupati Kubu Raya periode 2018-2023 Muda Mahendrawan.
Sebelumnya, DPD Partai Demokrat Kalbar juga telah menjaring calon gubernur Kalbar. Hasilnya, ada empat nama yang sudah resmi mendaftar, yaitu petahana Gubernur Kalbar Sutarmidji.
Kemudian, petahana Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan, Bupati Kubu Raya periode 2018-2023 Muda Mahendrawan. Kemudian, dari kader Demokrat, ada Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD Demokrat Kalbar Andi Aswad mengatakan, para bakal calon gubernur Kalbar tersebut akan diberi surat tugas untuk membangun koalisi dengan parpol lain.
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak, Jumadi, menuturkan, dalam perekrutan calon kepala daerah hendaknya juga mempertimbangkan kompetensi dan kredibilitas seseorang dalam menghadapi tantangan. Di sinilah, menurut dia, peran parpol merekrut tidak hanya hasil survei, kendati hasil survei juga menjadi pertimbangan.
Terkait koalisi, situasi politik di tingkat nasional tentu berbeda dengan kekuatan di tingkat lokal. Jumadi menilai, nanti akan ditemukan koalisi dalam pilkada yang tidak sejalan dengan koalisi yang dibangun saat pilpres lalu.
Sebab, hal itu menyangkut konstelasi politik lokal khususnya terkait figur. Hal ini menyangkut elite lokal. Belum tentu kader dari partai tertentu maju karena figur internal dinilai tidak kompetitif.