Penurunan Status Bandara Palembang Berisiko Memukul Dunia Pariwisata Sumsel
Penurunan status Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II berisiko menghambat perkembangan investasi dan wisata di Sumsel.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Penurunan status Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dari kelas internasional menjadi domestik dianggap menjadi pukulan telak untuk sejumlah sektor di Palembang ataupun Sumatera Selatan. Hal itu berisiko menghambat perkembangan dunia investasi dan pariwisata di daerah berjuluk ”Bumi Sriwijaya” tersebut.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional yang ditandatangani pada 2 April 2024, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II tidak masuk dalam 17 bandara yang ditetapkan sebagai bandara internasional. Itu artinya, Bandara SMB II turun kasta dari bandara internasional menjadi domestik. Padahal, sejak 2005 atau 19 tahun terakhir, Bandara SMB II menyandang status internasional.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel Kurmin Halim, saat dihubungi dari Palembang, Selasa (30/4/2024), mengatakan, penurunan status Bandara SMB II akan membuat kunjungan wisatawan asing ke Palembang ataupun Sumsel menurun drastis. Itu karena perjalanan ke Palembang dari luar negeri akan menguras energi dan waktu serta memakan biaya lebih besar akibat transit lebih dahulu di bandara lain yang berstatus internasional.
Di sisi lain, kunjungan wisatawan domestik atau Nusantara sulit untuk ditingkatkan karena tempat wisata di Palembang ataupun Sumsel yang terbatas. Palembang, misalnya, wisata alam hanya bergantung pada Sungai Musi, sedangkan wisata buatan sangat minim. Otomatis semua itu akan menjadi faktor yang menurunkan tingkat hunian hotel dan konsumen restoran.
”Sebelum pandemi Covid-19, para pengusaha hotel dan restoran di Sumsel sangat terbantu oleh kunjungan wisatawan asing yang didominasi asal Malaysia dan Singapura. Lagi pula, sebelum pandemi, ada 10 penerbangan Palembang-Malaysia dan tujuh penerbangan Palembang-Singapura dalam seminggu,” ujarnya.
Menurut pemberitaan Kompas.id, 12 April 2023, sebelum pandemi, ada 110 pergerakan pesawat di Bandara SMB II setiap hari, termasuk pergerakan pesawat dengan tujuan luar negeri. Sekarang, per hari, Bandara SMB II hanya melayani tak lebih dari 30 penerbangan.
Mengancam wisata olahraga
Fenomena itu akan turut mengancam keberlanjutan program wisata olahraga internasional yang selama ini menjadi andalan Palembang ataupun Sumsel untuk menyedot wisatawan. Tidak menutup kemungkinan, aset Kompleks Olahraga Jakabaring yang menjadi warisan Pekan Olahraga Nasional 2004, SEA Games 2011, dan Asian Games 2018 bakal terbengkalai.
Sebelum pandemi, kompleks olahraga itu menjadi langganan tuan rumah sejumlah ajang internasional yang turut memikat wisatawan domestik dan mancanegara. Setidaknya, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dari negara utama yang datang melalui Bandara SMB II pernah mencapai puncaknya sebelum dan sesudah Palembang menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
Sebelum pandemi Covid-19, para pengusaha hotel dan restoran di Sumsel sangat terbantu oleh kunjungan wisatawan asing yang didominasi asal Malaysia dan Singapura. Lagi pula, sebelum pandemi, ada 10 penerbangan Palembang-Malaysia dan tujuh penerbangan Palembang-Singapura dalam seminggu.
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 14.701 orang pada 2017, selanjutnya 13.862 orang pada 2018, dan 15.846 orang pada 2019. Wisatawan asing yang berkunjung sebagian besar dari Malaysia, Singapura, China, dan Korea Selatan. Akan tetapi, jumlah kunjungan mereka menurun memasuki pandemi, yakni menjadi 2.297 orang pada 2020, lalu 1.281 orang pada 2021, serta 1.130 orang pada 2022 dan 24 orang pada 2023.
”Dengan tidak adanya penerbangan internasional langsung ke Palembang, penyelenggara kejuaraan olahraga internasional akan berpikir lebih dua kali untuk mengadakan kegiatannya di sini. Itu karena urusan mendatangkan atlet ataupun tim peserta kejuaraan bersangkutan akan lebih repot akibat harus transit sebelum ke Palembang,” kata Kurmin.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel Aufa Syahrizal dalam peluncuran Kalender Wisata Sumsel 2024 di Palembang pada akhir Maret lalu sempat menyampaikan, salah satu kendala dunia pariwisata Sumsel adalah aksesibilitas yang belum sepenuhnya normal. Salah satunya karena penerbangan internasional yang dihentikan sejak pandemi.
”Penerbangan internasional itu sangat penting untuk mengaungkan daya tarik pariwisata Sumsel secara luas, minimal ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Tujuannya agar dunia wisata di sini bisa lebih bergeliat,” tutur Aufa.
Tidak berpengaruh signifikan
Terkait dampak dari penurunan status Bandara SMB II tersebut, Penjabat Gubernur Sumsel Agus Fatoni justru menganggapnya tidak akan berpengaruh signifikan. Itu karena calon investor dari luar negeri ataupun wisatawan asing masih bisa ke Palembang dengan transit lebih dahulu di bandara lain yang berstatus internasional, antara lain melalui Batam dan Jakarta.
Oleh karena itu, pemerintah daerah Sumsel berusaha untuk memperbanyak rute penerbangan domestik dari dan ke Palembang, khususnya Palembang-Batam dan Palembang-Jakarta. Tujuannya untuk mempermudah akses calon pengunjung mancanegara ke Palembang ataupun warga Palembang yang ingin ke luar negeri.
”Penurunan status Bandara SMB II bukan berarti Palembang terkucil dari dunia internasional. Kita tetap ada peluang untuk mengembangkan segala potensi yang ada di sini, termasuk untuk menjaring investor ataupun wisatawan dari luar negeri ke sini,” ujar Agus.
Terlepas dari itu, Agus menuturkan, pihaknya sudah pernah berjuang mengajukan kepada Kementerian Perhubungan untuk membuka kembali penerbangan internasional dari dan ke Palembang yang menjadi kebutuhan Palembang ataupun Sumsel. Namun, saat usulan itu belum disetujui, Kementerian Perhubungan ternyata memutuskan penurunan status Bandara SMB II dari kelas internasional menjadi domestik.
Kendati demikian, keputusan itu dinilai tidak final atau selamanya. Suatu waktu nanti kalau dilakukan pembenahan di Palembang ataupun Sumsel, terutama dalam meningkatkan potensi kunjungan dan keberangkatan penerbangan internasional, status Bandara SMB II tidak menutup kemungkinan akan kembali berubah.
Untuk itu, kini, Agus mendorong agar semua instansi terkait untuk mengoptimalkan segenap potensi yang ada, termasuk kepada pihak pengelola Bandara SMB II agar terus meningkatkan layanannya. ”Yang pasti, pengelolaan Bandara SMB II di luar wewenang pemerintah daerah. Walau demikian, kami siap mendukung segala kebutuhan yang diperlukan untuk peningkatan kualitas bandara selagi memungkinkan,” katanya.