Bermain-main dengan AI, Dadang Ari Murtono Menulis Novela
Bermain-main dengan AI, ”Buku Pegangan Mencari Kerja” ditulis. Eksperimen ini membuka kemungkinan baru menulis kreatif.
Windy Ariestanty (45) semakin penasaran dengan kecerdasan buatan atau AI saat banyak orang membicarakannya. Ketika itu, sekitar tahun 2022, banyak kekhawatiran muncul. Terutama dalam kerja kreatif manusia yang bakal tergantikan AI.
Alih-alih turut khawatir, Windy semakin ingin tahu bagaimana kemampuan AI jika dimanfaatkan di dunia perbukuan. Sebab, ia tergabung di Patjar Merah, entitas yang bergerak di festival literasi, bursa buku, dan toko buku. Ia juga bergiat di Indonesia Tera, sebuah penerbit buku.
Sebagai orang yang bergelut di dunia buku, pertanyaan muncul di kepalanya: bagaimana industri penerbitan dan perbukuan, termasuk wilayah kreatif di dalamnya, memanfaatkan AI?
Pertanyaan lanjutan mencuat di kepala Windy saat itu: apakah AI mampu memasukkan lapisan emosi manusia yang kompleks melalui kata-kata dalam fiksi? Untuk membuktikannya, tercetus ide membuat proyek menulis buku fiksi yang dikombinasikan dengan kemampuan AI.
Windy kemudian berdiskusi dengan salah satu editor di Indonesia Tera kala itu, Raihan Robby (24). Diskusi mengerucut ke nama Dadang Ari Murtono, penyair dan prosais asal Mojokerto yang saat ini berdomisili di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Dadang dipilih karena sejumlah karya sastranya lahir dari riset panjang.
”Riset yang sangat lokal itu sulit tergantikan. Bagaimana jika dia menulis bersama atau bermain-main dengan AI?” kata Windy saat dihubungi dari Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (26/4/2024).
Baca juga: AI dan Masa Depan Pendidikan
Robby menyambut antusias dan menindaklanjuti ide tersebut. Ia kemudian melakukan riset dan eksperimen pribadi dengan menggunakan ChatGPT, Sudowrite, dan Bing AI. Pada fase awal, Robby banyak berkomunikasi dengan Dadang bagaimana pola menulis fiksi dengan AI.
Semula, Dadang membuat draf cerita dan kemudian meminta AI untuk melanjutkannya. Robby bercerita, Dadang tidak yakin dengan proyek ini. Sebab, lanjutan cerita yang diberikan AI cenderung normatif, penuh pesan moral seperti pendakwah, dan bahkan menyerupai cerita populer yang sudah ada.
Dadang pun merasa tak bisa bercakap-cakap dengan mesin dalam menulis fiksi. Untuk menyiasati itu, akhirnya disepakati pola sebagai berikut: Dadang menulis draf cerita, kemudian dikirim ke Robby, dan Robby yang memprosesnya ke AI.
Setelah itu, Robby mengirim rekomendasi cerita AI ke Dadang. Dengan cara itu, setidaknya Dadang merasa bercakap-cakap dengan Robby yang manusia, bukan dengan mesin.
Baca juga: Kopi Racikan AI, Aneh tapi Sempurna
Mengenai rekomendasi cerita AI yang tak sesuai harapan Dadang, di kemudian hari Windy, Robby, dan Dadang sepakat bahwa Dadang tak harus menerima seutuhnya rekomendasi AI.
”Tidak sepenuhnya diambil, tetap diulang-alik. Tetap diobrak-abrik,” kata Robby.
Berpikir sebaliknya
Pengerjaan novela itu dimulai pada Maret 2023. Dadang Ari Murtono yang semula ragu mengerjakan proyek penulisan ini akhirnya yakin bisa menyelesaikan novela yang ia kerjakan. Dadang hanya merespons masukan dari AI—tak menerimanya mentah-mentah.
Ia boleh mengambil sebagian kecil, mengeditnya, berpikir sebaliknya, atau menolaknya sama sekali. Dengan cara kerja demikian, Dadang bisa menulis lebih leluasa.
Baca juga: Kecerdasan Buatan Kian Tak Terbendung
Ide awal novela ini diambil dari cerpen Dadang mengenai bajak laut yang menculik seorang perempuan di kolam renang tengah kota. Di awal menulis novela itu, Dadang belum tahu akan seperti apa karya itu berakhir.
Ia tak tahu tokoh-tokoh seperti apa yang bakal muncul, tak tahu akan seperti apa plotnya, dan tak memikirkan judul novela yang ia kerjakan. Di tengah perjalanan bermain-main dengan AI, kejutan-kejutan dan daya kreatif Dadang muncul dalam merespons AI.
Misalnya, AI menduga si perempuan diculik bajak laut karena ia adalah putri seorang raja di sebuah pulau. AI lain menduga bahwa si perempuan diculik karena ia adalah sosok kunci harta karun. Bahkan, AI mengaitkan adegan penculikan itu sebagai bagian dari konspirasi global.
Dadang tak bisa menerima usulan cerita fantasi demikian. Namun, ia menemukan cara bagaimana beberapa dugaan AI itu bisa masuk ke tubuh cerita. Ia kemudian memunculkan tokoh yang berprofesi sebagai ”konsultan kemungkinan-kemungkinan terburuk”.
Tokoh itu menyampaikan dugaan-dugaan yang direkomendasikan AI. Tentu saja setelah Dadang seleksi, edit, dan pilah.
”Itu kemudian membuat arah novela ini bergerak ke judulnya sendiri, yaitu Buku Pegangan Mencari Kerja,” kata Dadang.
Kendali dalam seni menulis novel bersama AI itu ada di kita, manusia atau pengarang.
Ia bercerita, AI pun punya peran dalam memasukkan sebuah adegan. Misalnya, AI menjawab pertanyaan Dadang mengenai apa saja yang bisa dilakukan seseorang saat banyak pikiran atau bahkan stres. Dari banyak hal yang disampaikan AI, satu di antaranya adalah berteriak di dalam air. Adegan itu diambil dan diolah Dadang.
Proses bermain-main dengan AI tersebut membuahkan sedikitnya 17.000 kata draf novela awal. Setelahnya, Dadang menulis tanpa bercakap-cakap dengan AI sampai novela selesai, terdiri dari sekitar 27.000 kata.
Novela itu kemudian dibaca ulang oleh editor Indonesia Tera dan penulis Yusi Avianto Pareanom. Banyak masukan mengenai plot, pendukung cerita, dan hal-hal lain yang perlu ditambal.
Dalam proses itu di tahun 2023, Windy yang menginisiasi proyek ini merasa AI belum bisa menandingi peran-peran kreatif manusia dalam menulis fiksi. Kendati demikian, eksperimen itu membuat Windy menemukan hal-hal menarik.
Ia berkesimpulan teknologi unggul karena manusia bisa beradaptasi dan menggunakannya. Dalam konteks menulis fiksi dengan AI, menurut Windy, AI akan bermakna dan membuahkan sesuatu ketika manusia bisa meresponsnya dengan kreatif—tak menerima mentah-mentah rekomendasi AI.
”Kendali dalam seni menulis novel bersama AI itu ada di kita, manusia atau pengarang,” ujar Windy.
Sebagai pengarang, Dadang merasa daya kreatif AI tak bisa dipakai mentah-mentah dalam menulis fiksi. Kendati demikian, Dadang menemukan metode yang mungkin bisa digunakan oleh banyak orang dalam menulis.
Baca juga: Kecerdasan Buatan Merambah Dinamis dalam Kehidupan Sehari-hari
”Saat buntu menulis, rekomendasi AI bisa kita gunakan. Salah satu caranya, berpikir sebaliknya atau membelokkan rekomendasi AI,” kata Dadang.
Novela terbitan Indonesia Tera yang Dadang tulis bersama AI itu sudah ditawarkan di sejumlah lokapasar dengan judul Buku Pegangan Mencari Kerja. Ia dirilis pada April 2024.
Mendengar kisah Dadang dan pendukung proyek novela ini, setidaknya AI belum bisa menggantikan seutuhnya kerja kreatif manusia. Ia akan bermakna jika seseorang mampu meresponsnya dengan kreatif dan kritis.