Peternak NTT Menanti Optimalisasi Kotoran Ternak Menjadi Biogas
NTT merupakan provinsi penghasil ternak. Sayangnya, kotoran ternak, khususnya babi, belum dimanfaatkan secara optimal.
Sepuluh tahun lalu, Nusa Tenggara Timur mendeklarasikan diri sebagai provinsi ternak. Provinsi ini memiliki jutaan ternak babi dan sapi yang menyebar rata di 22 kabupaten/kota. Namun, rekayasa dalam pemanfaatan kotoran ternak belum optimal, salah satunya dengan diolah menjadi biogas.
Padahal, pengolahan kotoran ternak menjadi biogas amat bermanfaat baik bagi rumah tangga peternak maupun lingkungan sekitar. Penggunaan biogas dapat menghemat pengeluaran jutaan rupiah untuk bahan bakar dan energi.
Kompor biogas, misalnya, jauh lebih murah daripada kompor elpiji. Biogas juga dapat dimanfaatkan untuk listrik.
Pemanfaatan kotoran ternak seperti itu tampak di kandang milik Daniel Aluman (55) di Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Kamis (2/5/2024).
Sejak 2019, Daniel beternak babi. Kini, ia memiliki 160 babi di kandangnya. Daniel merupakan peternak terintegrasi karena memanfaatkan sampah hasil hortikultura sebagai pakan ternaknya.
Seekor babi dijual Rp 3 juta-Rp 5 juta setelah 5-6 bulan dipelihara.
Sebanyak 160 babi itu menghasilkan 70-100 kilogram (kg) kotoran per hari yang langsung dialirkan ke septic tank. Setiap tahun, isi septic tank harus disedot. Pengosongan septic tank ini pun butuh biaya dan tenaga. Kotoran itu kemudian diproses menjadi pupuk tanaman.
Sejak 2020, Daniel kesulitan mengelola kotoran babi itu, kecuali dimanfaatkan untuk pupuk tanaman. Namun, sebagian besar kotoran itu terbuang begitu saja. Daniel pun mendengar informasi bahwa kotoran ternak juga bisa dimanfaatkan untuk biogas.
Baca juga: Merdeka Energi dengan Kotoran Sapi di Pelosok Lampung
Menurut Daniel, pada tahun 2014 atau 10 tahun silam, populasi ternak babi di NTT mendekati 3 juta ekor dan sapi lebih dari 1 juta ekor.
Peternak pun secara rapi telah mengumpulkan kotoran ternaknya, termasuk babi, di dalam septic tank setiap kandang.
”Ini lebih mudah dikelola menjadi biogas. Tetapi, sampai hari ini belum ada yang memanfaatkan kotoran ternak babi untuk kebutuhan biogas. Jikadimanfaatkan, pemilik ternak bisa menghemat biaya bahan bakar minyak atau gas elpiji,” ucapnya.
Beberapa rumah tangga di Pulau Sumba, terutama Sumba Timur dan Sumba Barat Daya, sudah memanfaatkan kotoran ternak babi untuk penerangan (listrik) dan kompor gas. Ini pun dengan bantuan PT PLN setempat atau mitra kerja PT PLN setelah pulau itu ditetapkan sebagai pulau ikonis energi terbarukan, 2016 silam.
Daniel yang hanya bersekolah sampai kelas II SD ini tidak memiliki pengetahuan tentang cara mengelola kotoran ternak menjadi biogas. Pada Juli 2023, seorang dosen Politani Kupang mengantar lebih dari 20 mahasiswanya untuk magang di lahan pertanian milik Daniel. Daniel pun mengeluhkan soal kotoran ternak babi yang tidak termanfaatkan kepada sang dosen. Dosen itu kebetulan memiliki kenalan yang juga anggota tim sukses dari anggota DPR, Ansy Lema.
Atas bantuan anggota DPR ini, Oktober 2023, tim teknis dari Kementerian Pertanian datang memasang alat-alat untuk pemanfaatan kotoran ternak babi yang ada. Instalasi pemanfaatan air limbah (IPAL) ternak dibangun. Tiga kompor gas dipasang.
Selain itu, dibangun pula jaringan pipa dari IPAL menuju dapur rumah dan tempat penampungan akhir kotoran (septic tank) berukuran 4 meter x 4 meter.
Baca juga: Pemanfaatan Kotoran Ternak sebagai Energi Biogas Rp 64,3 Triliun
Satu dari tiga kompor itu untuk memasak pakan ternak dan dua lainnya untukkebutuhan rumah tangga. Namun, kompor gas untuk pakan ternak tidak bisa difungsikan karena kompor itu terlalu kecil, tidak mampu menahan beban dari wadah memasak yang terbuat dari potongan drum. Padahal, api dari kompor biogas itu menyala dengan baik.
”Saya sudah mencari jenis kompor yang lebih kuat dan bisa menahan beban lebih 50 kg di semua toko elektronik di Kota Kupang, tetapi tidak ditemukan. Hanya ada kompor biasa. Kompor khusus untuk biogas ini saya tidak paham. Saya lagi pesan teman di Surabaya, tetapi belum ada informasi,” katanya.
Kini, Daniel sedang memesan tiang penyangga wadah drum dari bengkel las. Tiang penyangga itu 1-2 sentimeter lebih tinggi dari kompor gas sehingga bagian bawah drum tidak menyentuh kompor gas.
”Saya berharap kompor yang satu ini bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan ternak. Kalau masak pakan ternak babi pakai kayu bakar, kayu makin sulit dicari karena banyak rumah tangga sekitar juga menggunakan kayu bakar,” katanya.
Dengan kehadiran dua kompor biogas yang ada untuk memasak, ia sudah menghemat jutaan rupiah per bulan. Jika bisa memanfaatkan kompor biogas bahkan listrik untuk permukiman, warga bisa menghemat jutaan rupiah per bulan.
Harga komponen satu kompor gas lengkap mendekati Rp 3 juta jika menggunakan tabung gas berukuran 12 kg. Belum lagi pengisian ulang gas setiap habis pemakaian.
Baca juga: 100 Persen Energi Terbarukan untuk Pulau Sumba
Saat ini, harga listrik juga mulai naik. Jika biogas di rumah tangga warga termanfaatkan untuk listrik, sudah pasti dapat digunakan untuk penerangan.
Di Waingapu, Sumba Timur, misalnya, satu rumah tangga sudah menghemat jutaan rupiah per tahun. Di Waingapu, satu rumah tangga yang memelihara lima babi saja sudah bisa memanfaatkan limbahnya untuk kompor gas satu tungku dan lampu listrik di tiga titik dengan kapasitas bohlam masing-masing 3-7 watt.
Kotoran babi selama ini terbuang begitu saja ke dalam ’septic tank’. Sebagian langsung mengalirkan air limbah kotoran itu ke lahan pertanian. Tetapi, tidak semua berkreasi seperti itu, kecuali diberi motivasi atau pelatihan.
Ayah empat anak dan tiga cucu ini mengakui, saat pembangunan IPAL di rumahnya, Oktober 2023, tim teknis dari Kementerian Pertanian tidak memberi petunjuk praktis apa pun terkait pemanfaatan limbah kotoran ternak itu. Mereka hanya berpesan agar jangan membuang air sabun jenis apa pun ke dalam septic tank. Ketika air sabun masuk, maka kompor biogas akan mati.
”Mereka kerja saat itu sangat cepat. Bahan-bahan sudah disiapkan semua dari sana. Tinggal dipasang. Saya hanya siap pakai. Padahal, saya ingin belajar bagaimana proses pemasangan IPAL sampai sukses. Bila perlu untuk kebutuhan listrik rumah tangga seperti di Sumba juga. Tetapi, mereka terburu-buru dan langsung pulang ke Surabaya,” tutur Daniel.
Ny Lia Bulan (45), warga Liliba, Kota Kupang, memiliki enam babi. Kotoran babi ini dibuang begitu saja ke dalam septic tank. Ia belum tahu bahwa kotoran babi juga bisa dimanfaatkan untuk memasak dan penerangan listrik di rumah.
Baca juga: Beternak Babi, Menjaga Kemandirian Ekonomi dan Tradisi Budaya NTT
Hampir semua rumah tangga di desa-desa, bahkan kota kabupaten dan kecamatan, di NTT beternak babi. Jumlahnya lebih dari satu ekor per rumah tangga. Kebanyakan babi dipelihara di dalam kandang.
Kotoran babi selama ini terbuang begitu saja ke dalam septic tank. Sebagian langsung mengalirkan air limbah kotoran itu ke lahan pertanian. Namun,tidak semua berkreasi seperti itu, kecuali diberi motivasi atau pelatihan.
Potensi besar
Ketua Yayasan Tukelakang NTT Marianus Minggo mengatakan, NTT memiliki potensi biogas sangat besar yang bersumber dari kotoran ternak, terutama babi.
Pengolahan kotoran babi ini tidak terlalu sulit. Semua sudah terkumpul di dalam septic tank. Pemda tinggal memberi pelatihan kepada masyarakat atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
”Di Sumba, sebagian masyarakat sudah terbiasa menggunakan kotoran babi untuk biogas, penerangan listrik di rumah dan kompor gas. Memang belum semua memanfaatkan itu. Karena hal ini menyangkut api, banyak rumah tangga khawatir akan kebakaran. Perlu ada bimbingan atau penyuluhan dalam proses instalasi pemanfaatan air limbah ternak ini,” kata Marianus.
Akan tetapi, jika semua rumah tangga di NTT berhasil menggunakan listrik dan kompor gas dari limbah kotoran ternak, hal itu dikhawatirkan berdampak buruk bagi PLN dan toko elektronik penyedia kompor gas dan tabung gas. Ini juga menjadi pertimbangan pengambil kebijakan.
Baca juga: Budidaya Tanaman Hortikultura, Andalan Petani Kupang
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral NTT Yusuf Adoe mengatakan, soal pemanfaatan kotoran ternak untuk biogas, belum ada tenaga tim teknis untuk itu. Kecuali pemanfaatan tenaga surya. Setiap tahun, selalu ada proyek instalasi pusat listrik tenaga surya di sejumlah desa oleh pemda bekerja sama dengan PLN. Ia berjanji, suatu ketika pemanfaatan biogas dari kotoran ternak akan diupayakan pemerintah.