Ribuan Ternak di NTT Mati akibat Demam Babi Afrika dalam Empat Bulan Terakhir
Peternak rugi miliaran rupiah setelah ribuan babi di NTT mati akibat serangan demam babi Afrika.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 1.362 ternak babimati pada periode Januari-April 2024 akibat serangan demam babi Afrika atau African Swine Fever-ASF di 12 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur. Kerugian yang dialami peternak miliaran rupiah.
Sembilan kabupaten di NTT masih dinyatakan bebas ASF sehingga daerah yang sudah terpapar ASF wajib menjaga lalu lintas ternak babi keluar danmasuk kabupaten. Pemerintah daerah terus membangun komunikasi dan edukasi dengan peternak.
Kepala Bidang Kesehatan NTT Melky Angsar mengatakan, demam babi Afrika atau ASF belum hilang dari NTT. Virus ini masuk NTT akhir 2019 dan bertahan sampai hari ini. Sempat hilang di suatu daerah, kemudian muncul lagi.
”Sejak Januari sampai April 2024, sudah 1.362 ternak babi milik warga mati terserang ASF ini. Menyebar di 12 kabupaten/kota. Kasus terbanyak di Kabupaten Sumba Tengah dengan 710 babi mati, menyusul Kabupaten Nagekeo 405 babi, dan kasus kematian terkecil di Manggarai dan Manggarai Barat, masing-masing 5 babi,” kata Melky, di Kupang, Sabtu (4/5/2024).
Jika satu babi dinilai rata-rata Rp 3 juta per ekor, kerugian yang dialami peternak sekitar Rp 4,4 miliar. Padahal, di tengah harga kebutuhan pokok yang terus melonjak naik, babi menjadi salah satu andalan peternak untuk menopang ekonomi keluarga.
Sembilan kabupaten dilaporkan masih bebas ASF, meliputi Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Malaka, Alor, Sabu Raijua, Rote Ndao, Sumba Timur, Ende, dan Kabupaten Lembata. Kabupaten Kupang pada awal Januari 2023 sempat terpapar virus itu. Namun, berkat kerja keras semua pihak, akhirnya sudah bebas dari ASF. Daerah-daerah ini perlu dilindungi oleh pemda dan masyarakat sendiri.
Sebanyak 1.362 babi yang mati tersebut merupakan kasus kematian yang sempat dilaporkan peternak ke petugas kesehatan. Kemungkinan besar masih banyak warga di desa-desa terpencil yang tidak sempat melaporkan kematian ternaknya. Peternak beralasan, melaporkan kematian itu pun tidak ada gunanya lagi. Bahkan, hanya menghabiskan biaya transportasi pergi-pulang.
Ny Maria Nifu (56), warga Kelurahan Naimata, Kota Kupang, misalnya, sempat melaporkan kematian tiga babi miliknya pada 2020 ke ketua RT setempat. Laporan kemudian diteruskan ke Dinas Peternakan Kota Kupang saat itu, tetapi juga tidak ada tindak lanjut.
”Saya tidak minta ganti rugi, tetapi minimal ada bantuan disinfektan atau petugas datang memberikan penyuluhan bagi peternak,” katanya.
Sejak kasus kematian itu, Maria Nifu lebih menjaga kesehatan lima ternak babi miliknya, selalu membersihkan kandang, menjaga pola makan babi secara teratur, dan memberikan vitamin bagi babi. Tidak semua orang boleh masuk dan keluar kandang kecuali pemilik ternak babi, yang diyakini tidak pernah mengonsumsi daging babi.
Daniel Aluman (55), peternak babi di Kelurahan Fatukoa, Kota Kupang, mengatakan, pengalaman kematian sejumlah ternak babi pada 2022 membuat dirinya sejak saat itu sangat serius melindungi babi dari ASF. Hal itu terutama terkait kebersihan kandang, memberikan makanan yang bergizi, lengkap dengan vitamin ternak, dan selalu mengamati kondisi setiap ternak babi.
”ASF sudah masuk Kota Kupang. Sejumlah peternak mengeluhkan adanya kematian ternak babi mereka. Kita tidak perlu berharap dari pemerintah. Ternak itu kita yang piara sehingga peternak pula yang bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatannya,” kata Daniel.
Ia berharap pemerintah bisa memberantas virus ini dari babi-babi di NTT. Setidaknya dengan membagikan disinfektan dalam jumlah yang cukup kepada tiap-tiap peternak, serta memberikan penyuluhan kepada peternak yang belum paham mengenai cara penyebaran virus ini.
Lalu lintas ternak
Menurut Melky, pemerintah provinsi telah menggelar pertemuan antara para bupati dan instansi teknis yang menangani ASF. Koordinasi dilakukan untuk mencegah pergerakan atau pergeseran ternak babi dari satu kabupaten/kotake kabupaten/kota lain. Pemindahan ternak antara desa dan kecamatan pun dilarang.
Makanan olahan bersumber dari babi pun dilarang dijual antarpulau di NTT. Se’i babi yang diproduksi di Kota Kupang, misalnya, daerah yang masuk endemik ASF. Di kota ini terdapat 10 kasus kematian babi akibat ASF. Virus itu mudah menyebar ke babi lain jika pemilik tidak melindungi babinya secara serius.
Saya tidak minta ganti rugi, tetapi minimal ada bantuan disinfektan atau petugas datang memberikan penyuluhan bagi peternak.
Ia mengatakan, jumlah tenaga penyuluh peternakan terbatas di setiap kabupaten/kota. Sulit mendatangi setiap peternak untuk melakukan pendampingan. Karena itu, masyarakat yang memelihara ternak babi agar tetap memperhatikan tata cara merawat ternak, yang telah disampaikan pemerintah.
Virus ini sudah empat tahun masuk NTT. Petugas kesehatan hewan pun telah berulang kali mengimbau peternak agar menjaga ternak babi masing-masing. Menjaga kebersihan kandang, melakukan penyemprotan kandang dengan disinfektan, dan memberikan pakan yang bergizi kepada ternak untuk daya tahan tubuh.
”Kami terus membangun komunikasi, informasi, dan edukasi dengan semua dinas peternakan di 22 kabupaten/kota, dan sesering mungkin turun ke peternak yang memiliki babi dalam jumlah besar. Soal pengawasan lalu lintas ternak, dan pengendalian hama ini, masing-masing kabupaten yang atur,” kata Melky.