Ekspedisi Kapal OceanXplorer dalam Misi Melawan Perubahan Iklim
Ekspedisi penelitian kelautan di perairan Asia Tenggara dilakukan OceanX sebagai upaya melawan perubahan iklim.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
OceanX, organisasi nirlaba eksplorasi kelautan global, menggelar ekspedisi penelitian kelautan di perairan Asia Tenggara sebagai bagian dari upaya melawan perubahan iklim. Dengan menggunakan kapal OceanXplorer, tim OceanX menjelajahi kedalaman perairan dan membawa kembali data penting agar berbagai pihak lebih memahami cara melindungi dan melestarikan lautan.
Kapal OceanXplorer berlabuh di pelabuhan Marina at Keppel Bay, Singapura, pada April 2024. Sembilan jurnalis dari sejumlah negara Asia dan satu jurnalis dari Amerika Serikat mendapat kesempatan menaiki kapal OceanXplorer dalam perjalanan dampak Konferensi Filantropi Asia atau Philanthropy Asia Summit (PAS) 2024.
Hujan turun cukup deras saat rombongan jurnalis tiba di Marina at Keppel Bay, Rabu (17/4/2024) pagi. Satu per satu jurnalis turun dari minibus dan langsung memakai payung. Rombongan kemudian berjalan mendekati kapal OceanXplorer dan naik kapal lewat sebuah tangga. Kru kapal OceanXplorer menyambut kedatangan rombongan dengan hangat.
Sebelum masuk ke kapal, kru kapal membagikan pembungkus sepatu. Semua diminta membungkus sepatunya terlebih dahulu demi keselamatan saat berjalan-jalan di atas kapal. Dengan mengenakan pembungkus berwarna biru itu, sepatu tidak lagi selip saat menginjak lantai ataupun saat naik dan turun tangga.
Wakil Presiden Kemitraan OceanX Nicole Kidston Thomson beserta jajaran menyambut kedatangan rombongan jurnalis. Rombongan kemudian dipandu Direktur Program Sains OceanX Mattie Rodrigue untuk melihat beberapa bagian yang ada di kapal OceanXplorer.
Tempat pertama yang diperlihatkan adalah hanggar kapal selam. Di sana ada dua kapal selam berawak dengan kemampuan menyelam hingga kedalaman 1.000 meter. Kapal selam itu berbentuk seperti kapsul bola kaca yang transparan dan dilengkapi banyak kamera.
Menurut Colin Wollerman, juru mudi kapal selam, kedua kapal selam itu memungkinkan melihat pemandangan lingkungan laut tanpa halangan dengan sedikit emisi kebisingan.
”Ilmuwan dan pembuat film mampu mengamati, mendokumentasikan, dan mengumpulkan data tentang ekosistem dan spesies di lingkungan alaminya,” katanya.
Setelah itu, rombongan diajak melihat kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (remotely operated vehicle/ROV). ROV dilengkapi dengan setidaknya 12 kamera dan bisa dioperasikan dari jarak sejauh 6.000 meter.
Olaf Albrecht Dieckhoff selaku supervisor ROV menjelaskan, robot bawah air itu dapat bermanuver untuk menjelajahi, memetakan, mengumpulkan sampel, dan rekaman lautan di area yang sulit atau tidak mungkin dijangkau melalui operasi berawak.
Selanjutnya, di ruang kontrol misi, rombongan jurnalis dapat melihat sistem pengendalian operasi kapal OceanXplorer. Ruang kontrol tersebut menjadi sistem saraf pusat kapal. Semua instrumen yang dikerahkan dari kapal mengirimkan informasi yang berfungsi untuk membangun otak, saraf, dan kelompok saraf yang kemudian disintesiskan dalam kendali misi.
Selain itu, diperlihatkan pula laboratorium basah dan laboratorium kering yang ada di atas kapal. Laboratorium basah adalah tempat para ilmuwan mempelajari spesies laut dalam dan memperoleh citra resolusi tinggi.
Adapun laboratorium kering adalah tempat bagi para ilmuwan bereksperimen di atas kapal dan mempelajari spesies dari dekat, misalnya DNA lingkungan (eDNA) lengkap dan pengurutan genetik, termasuk alat untuk mengurutkan dan menganalisis seluruh genom hewan dan bakteri laut.
Mark Dalio, pendiri dan co-CEO OceanX, dalam keterangannya menyebutkan, OceanX memulai serangkaian ekspedisi penelitian di wilayah Asia Tenggara dengan kapal OceanXplorer.
Kapal itu disebut sebagai kapal eksplorasi, penelitian ilmiah, dan produksi media tercanggih di dunia. Kapal tersebut juga dilengkapi dengan teknologi mutakhir untuk menyurvei beragam lingkungan laut, termasuk habitat laut dalam, dangkal, dan pesisir.
Dalam ekspedisinya, OceanX menjadikan Singapura sebagai titik sentral pertemuan. Dari Singapura, OceanX dengan kapalnya akan melanjutkan misi ke Indonesia (Mei-Agustus 2024) dan Malaysia (pada paruh kedua 2024).
Tim OceanX akan bermitra dengan lembaga pemerintah dan ilmuwan untuk melakukan studi tentang lingkungan laut dalam rangka memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, kebijakan, dan pengambilan keputusan ekonomi.
”Asia Tenggara terkenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia, dan sebagian besar masih belum ditemukan dan dijelajahi. Jadi, tentu saja kami sangat gembira dengan prospek apa yang mungkin kami temukan di bawah permukaan air,” kata Mark Dalio.
Mattie Rodrigue menyebutkan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta beberapa universitas dalam misi penelitian kelautan di Indonesia.
Ekspedisi di Indonesia akan dimulai dari Banda Aceh, kemudian menyusuri wilayah Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Mereka juga akan berlabuh di Jakarta.
Pendidikan kelautan
Menurut Dalio, Asia Tenggara merupakan rumah bagi beberapa negara kepulauan, termasuk negara kepulauan terbesar di dunia. Faktanya, sembilan dari 10 negara ASEAN bersinggungan dengan laut, mulai dari perikanan hingga kelestarian laut, bencana alam, hingga perubahan iklim. Namun, hanya sedikit wilayah yang mempunyai hubungan lebih erat dan ketergantungan terhadap laut.
”Dengan pemikiran tersebut, OceanX berkomitmen untuk bergabung dengan Asia Tenggara dalam upaya melawan perubahan iklim dengan menjelajahi kedalaman perairannya dan membawa kembali data penting sehingga kami lebih memahami cara melindungi dan melestarikannya,” ujarnya.
Di Singapura, OceanX dan Tanoto Foundation, organisasi filantropi global, juga menandatangani nota kesepahaman (MOU) yang akan membuka diskusi mengenai kolaborasi pemrograman dan peluang pendidikan kelautan di Indonesia dan Singapura.
Asia Tenggara terkenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia, dan sebagian besar masih belum ditemukan dan dijelajahi.
OceanX berkolaborasi dengan Tanoto Foundation untuk melibatkan siswa dan pendidik, dengan penekanan pada penyediaan pendidikan terkait kelautan yang mudah diakses dan berkualitas. Kemitraan ini menggarisbawahi komitmen kedua organisasi yang berfokus pada pendidikan sekaligus memperkuat kepemimpinan kelautan.
”Kami merasa terhormat dapat bermitra dengan Tanoto Foundation dalam pendidikan, yang akan memberikan pengalaman pembelajaran langsung dalam ilmu kelautan, penceritaan, dan produksi media kepada siswa dan pendidik di Indonesia dan Singapura. Secara bersama-sama, kita dapat membantu mengembangkan generasi pemimpin kelautan berikutnya di kawasan ini,” kata Dalio.
Menurut Anderson Tanoto, anggota Dewan Pembina Tanoto Foundation, kolaborasi ini merupakan perpaduan sempurna antara fokus Tanoto Foundation dalam meningkatkan pendidikan dan pendekatan inovatif OceanX terhadap eksplorasi dan konservasi laut.
”Kami akan mencapai tujuan bersama untuk lebih memahami dan melindungi lautan dunia melalui program pendidikan, khususnya yang berfokus pada pengembangan anak muda dan kepemimpinan di Singapura dan Indonesia. Kolaborasi ini lahir melalui Philanthropy Asia Alliance dan merupakan bukti nyata bahwa jika kita ingin melangkah lebih jauh, kita harus berjalan bersama,” katanya.