Warga eks transmigran di Desa Sumberklampok berharap legalitas lahan. Pemkab Buleleng menggelar rapat terkait lahan itu.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
BULELENG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Buleleng memfasilitasi keinginan petani eks transmigran Timor Timur di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, untuk memperoleh legalitas atas lahan yang mereka tempati dan kelola. Penyertifikatan lahan itu hanya untuk lahan pekarangan yang sudah ditempati 107 kepala keluarga.
Sementara itu, untuk permintaan sertifikat lahan garapan, Penjabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana menyatakan lahan garapan tersebut masih berstatus lahan kehutanan, yang berada di kawasan hutan produksi terbatas.
”(Lahan hutan) ini kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Lihadnyana di kompleks rumah jabatan Bupati Buleleng, Kabupaten Buleleng, Senin (6/5/2024). Ia menyampaikan hal itu seusai memimpin rapat pembahasan percepatan penyertifikatan lahan pekarangan yang dimohonkan warga eks transmigran Timor Timur di Desa Sumberklampok.
Rapat tersebut digelar Pemkab Buleleng dalam rangka penyelesaian permohonan warga eks transmigran Timor Timur, yang menjadi subyek dan obyek redistribusi tanah obyek reforma agraria. Rapat itu turut dihadiri pihak Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Buleleng, termasuk Kepala Kepolisian Resor Buleleng dan Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng.
Rapat juga dihadiri perwakilan Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng dan perwakilan masyarakat petani eks transmigran Timor Timur di Desa Sumberklampok.
Lihadnyana menambahkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum mengeluarkan lahan garapan petani eks transmigran Timor Timur karena lahan tersebut masih kawasan kehutanan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali.
Menurut Lihadnyana, lahan itu masih dapat digarap warga sebagai sumber kehidupan mereka meskipun belum dapat disertifikatkan seperti permintaan warga. ”Yang dapat diproses untuk sertifikatnya adalah lahan pekarangan,” ujarnya.
Akan tetapi, upaya Pemkab Buleleng memfasilitasi proses sertifikat lahan pekarangan untuk warga petani eks transmigran Timor Timur di Desa Sumberklampok ditanggapi dengan keprihatinan oleh perwakilan eks transmigran Timor Timur.
I Nengah Kisid menyatakan warga tetap berkeinginan agar kedua lahan, yakni lahan pekarangan dan lahan garapan, dapat disertifikatkan. ”Kami sudah menempati dan mengelola lahan tersebut sejak 25 tahun lalu,” kata Kisid seusai mengikuti rapat di rumah jabatan Bupati Buleleng.
Menurut Kisid, keseluruhan luas lahan, yang dimohonkan masyarakat petani eks transmigran Timor Timur di Desa Sumberklampok, sekitar 149 hektar, termasuk lahan seluas 7,98 hektar untuk lahan pekarangan, yang sedang diproses untuk disertifikatkan. ”Kami menginginkan penyelesaiannya secara menyeluruh sehingga tidak lagi ada konflik,” ujarnya lebih lanjut.
Kisid merupakan bagian dari 107 kepala keluarga transmigran Bali yang ditempatkan di Timor Timur, lalu diminta kembali ke Bali setelah Timor Timur lepas dari Indonesia dan menjadi Timor Leste pada 1999.
Dari pemberitaan Kompas.id edisi 16 Januari 2024, warga Indonesia eks transmigran Timor Timur asal Bali itu mula-mula ditempatkan di tempat transit Kantor Transmigrasi Kabupaten Buleleng sebelum dipindahkan ke kawasan hutan produksi terbatas yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kisid dan setiap keluarga eks transmigran Timor Timur itu mendapatkan tanah masing-masing seluas 0,54 hektar, yang dipergunakan sebagai lahan permukiman seluas 0,04 hektar dan lahan pertanian seluas 0,5 hektar.
Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan/BPN Kabupaten Buleleng Kus Sanyoto mengatakan, pihak BPN akan segera mendata lahan di Desa Sumberklampok tersebut. BPN akan memetakan dan mengukur lahan, yang dimohonkan sebagai obyek reforma agraria, sebagai syarat sidang adjudikasi redistribusi tanah obyek reforma agraria.
”Lahan yang akan dipetakan adalah lahan untuk pekarangan bagi 107 kepala keluarga. Luasnya sekitar 7,98 hektar,” kata Kus Sanyoto seusai rapat di rumah jabatan Bupati Buleleng, Senin.
Kami menginginkan penyelesaiannya secara menyeluruh sehingga tidak lagi ada konflik.
Kus Sanyoto menjelaskan, pihak BPN belum memasukkan lahan garapan, yang dimohonkan warga petani, sebagai obyek reforma agraria karena lahan tersebut belum dilepaskan dari status lahan kawasan kehutanan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ”Ini bukan kewenangan kami di BPN,” katanya.
Adapun Perbekel (Kepala Desa) Sumberklampok I Wayan Sawitra Yasa mengungkapkan, dirinya menghormati upaya Pemkab Buleleng dalam menyelesaikan permasalahan lahan di Desa Sumberklampok tersebut. Sawitra menyatakan warga di Desa Sumberklampok tersebut sudah lama menantikan kepastian hukum atas lahan tempat tinggal dan lahan garapan mereka.
”Akan tetapi, karena lahan garapan masih belum dilepas statusnya sebagai kawasan kehutanan, kami menunggu dan mengikuti regulasinya,” kata Sawitra di rumah jabatan Bupati Buleleng, Senin (6/5/2024). ”Kami sangat berharap pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten terus mengawal proses penyertifikatannya.”