Ikan Terancam Punah Ditemukan di Berau, Ikan Invasif Ancam Spesies Asli di Kukar
Peneliti menemukan ikan endemik dengan status terancam punah di Berau. Di Kukar, spesies asli terancam ikan invasif.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Peneliti menemukan ikan endemik Kalimantan dengan status terancam punah di Sungai Kelay, Berau, Kalimantan Timur. Di satu sisi, itu menunjukkan kualitas air sungai baik. Namun, di tempat lain, peneliti juga menemukan sejumlah ikan invasif yang turut mengancam spesies asli di Muara Siran, Kutai Kartanegara.
”Kami menemukan jenis ikan dengan nama lokal atuk sembelung (Pangio alternans), ikan endemik Kalimantan yang berstatus terancam punah (Endangered - EN) di Sungai Kelay,” ujar Donan Satria Yudha, dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dalam keterangan tertulis, Selasa (7/5/2024).
Temuan itu hasil riset Donan yang tergabung dalam peneliti dari UGM dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Mereka meriset keanekaragaman hayati biota air tawar di Muara Siran, Kutai Kartanegara, dan Sungai Kelay, Berau, sepanjang 2023.
Para peneliti mengambil sampel dengan metode purposive sampling, baik penangkapan pasif maupun penangkapan aktif selama 10 hari. Penangkapan pasif dilakukan melalui perangkap. Adapun penangkapan aktif dilakukan melalui pengambilan sampel langsung oleh peneliti dengan berbagai alat tangkap.
Menurut penelitian sebelumnya (Daniels, 2020), ikan atuk sembelung biasanya ditemukan di bagian tengah Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam. Penelitian itu menunjukkan, ikan tersebut ditemui di sebuah sungai gambut yang mengalir masuk ke Sungai Mahakam.
Selain ikan yang terancam punah itu, peneliti juga menemukan ikan status rentan di Sungai Kelay, yakni ikan atuk bensong (Barbodes bunau). Ikan ini sebelumnya diketahui mudah ditemui di daerah aliran sungai (DAS) Seturan Malinau, Kalimantan Utara. Ditemukannya ikan itu di Kabupaten Berau menjadi informasi baru.
Di sekitar Sungai Kelay, kata Donan, terdapat PT Wana Bakti Persada Utama (PT WBPU), perusahaan hutan produksi pemegang konsesi 44.402 hektar. Hasil penelitian menunjukkan Sungai Kelay di kawasan perusahaan itu menjadi habitat bagi 39 spesies ikan dan 5 spesies krustasea.
”Temuan ini menunjukkan bahwa perairan di sekitar PT WBPU dalam kondisi yang masih alami, tidak mengalami gangguan berat, dan menjadi habitat yang sesuai bagi biota perairan,” katanya.
Donan mengatakan, hasil penelitian itu sudah disosialisasikan di Samarinda pada 7 Mei 2024. Kegiatan itu dihadiri Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kecamatan Kelay (Kabupatan Berau), Pemerintah Desa Muara Siran (Kutai Kartanegara), dan berbagai pihak yang berkepentingan di dua lokasi penelitian.
Menurut warga setempat, lanjut Donan, ada sejumlah spesies yang belum dijumpai selama penelitian. Dua di antaranya ialah ikan patin (Pangasius sp) dan sidat (Anguilla sp). Artinya, data spesies ikan di sungai tersebut kemungkinan bertambah. Ada potensi temuan spesies baru dalam penelitian selanjutnya.
Ikan invasif
Peneliti dari UGM lain, Rury Eprilurahman, mengatakan, hasil penelitian di sekitar aliran sungai Desa Muara Siran menunjukkan temuan berbeda. Mereka menemukan 57 spesies ikan dan 5 spesies krustasea.
Dari jumlah itu, 51 spesies ikan dan 4 spesies krustasea merupakan spesies asli Indonesia. Sisanya, kata Rury, merupakan spesies introduksi atau spesies alien, yakni organisme dari daerah lain.
Pengajar di Fakultas Biologi UGM itu mengatakan, spesies invasif seperti ikan nila, sapu-sapu, dan mas mudah sekali ditemukan di wilayah Desa Muara Siran dan sekitarnya. Adapun spesies asing yang ditemukan ialah ikan patin, sepat siam, dan hudang.
Spesies asing dan invasif itu diperkirakan hasil dari pelepasliaran warga ke sungai. ”Spesies yang diintroduksi ini akan mengancam ekosistem dan kelestarian spesies asli,” ujar Rury.
Karena itu, ia menyarankan untuk melarang pelepasliaran spesies asing di wilayah Muara Siran dan sekitarnya. Sebab, Desa Muara Siran adalah desa yang memiliki danau dan rawa gambut bagus di Kaltim.
Lahan gambut di desa ini merupakan daerah resapan air dan hutan rawa gambut dengan formasi pohon kahoi (Shorea balangeran) terbesar di Kaltim. Dengan terjaganya spesies asli, itu akan memperkuat ekosistem yang ada.
Spesies yang diintroduksi ini akan mengancam ekosistem dan kelestarian spesies asli.
Wakil Ketua Yayasan Wahana Gerakan Lestari Indonesia Susilo Irwan Jasmono mengatakan, selama ini warga di sekitar lokasi penelitian hanya memanfaatkan ikan air tawar untuk konsumsi. Menurut dia, ada potensi lain yang bisa dioptimalkan, seperti ikan hias dan wisata minat khusus.
Ia menyarankan pemerintah membuat rencana induk pengelolaan biota air tawar di Kaltim. ”Semakin cepat diatur tata kelolanya, maka semakin terjamin kelestariannya,” kata Susilo.
Manajer Senior Program Terestrial YKAN Niel Makinuddin berharap hasil penelitian itu bisa menjadi rekomendasi kebijakan untuk menyelamatkan spesies endemik, khususnya yang sudah berstatus terancam punah.