logo Kompas.id
OlahragaLapangan Lambatyang Menguras...
Iklan

Lapangan Lambatyang Menguras Tenaga

Oleh
· 3 menit baca

Keputusan Roger Federer absen di Perancis Terbuka 2017 sangat tepat. Dengan usia yang tak lagi muda, Federer harus benar-benar selektif dalam memilih kejuaraan. Federer adalah tipikal atlet perfeksionis, yang selalu ingin tampil dengan kondisi terbaik. "Saya tidak lagi berumur 24 tahun," ujar Federer yang Januari lalu mengejutkan dunia dengan memenangi Grand Slamnya yang ke-18 di Australia Terbuka setelah absen selama enam bulan.Tanpa ikut seri tanah liat, keputusan Federer absen di Roland Garros juga menjadi hal yang sangat logis. Lagi pula, jenis lapangan tanah liat yang menuntut kesiapan fisik sangat prima memang tak lagi cocok bagi Federer yang tidak lagi berada di usia emas atlet. Bagi Federer, lapangan tanah liat juga tak pernah menjadi favoritnya. Dari 18 gelar Grand Slamnya, hanya satu kali dia sukses di permukaan ini, sementara di permukaan lain dia paling tidak mengoleksi lima gelar juara. Terlepas dari semua faktor, lapangan tanah liat memang punya spesifikasi yang tidak sesuai dengan kondisi fisik terkini legenda Swiss tersebut. Dengan karakteristik kecepatan bola yang jauh lebih lambat daripada permukaan-permukaan lapangan lainnya, lapangan tanah liat secara alami menciptakan reli-reli panjang di antara setiap poin.Ini tentu membutuhkan ketangguhan fisik ekstra. Dengan reli-reli yang relatif lebih panjang, bahkan bisa mencapai belasan stroke tiap poinnya, ketangguhan kaki menjadi syarat utama karena di lapangan ini petenis harus menggunakan seluruh bagian tubuhnya untuk mendapatkan irama dan kecepatan yang memadai. Situasi inilah yang menyebabkan petenis menjadi cepat lelah.Pada permukaan lapangan tanah liat, di mana kecepatan dan putaran bola tereduksi sangat tajam akibat pergesekan bola dengan permukaan yang berkontur, sulit sekali memukul bola dengan keras dan menciptakan pukulan penghasil poin (winner). Petenis harus memukul sangat dalam (tipis di dekat garis belakang/baseline) atau bermain lebih agresif menyerang. Inilah mengapa banyak petenis spesialis lapangan tanah liat seperti Rafael Nadal menggunakan pukulan top spin untuk menciptakan bola pantulan yang tinggi di garis belakang lawan. Di lapangan tanah liat, Nadal, pemegang 9 gelar Grand Slam Perancis Terbuka, bahkan selalu memukul dengan tipe heavy top spin dengan gerakan lanjutan (follow through) raket berputar di atas kepalanya. Sementara petenis dengan servis geledek (big server) seperti Ivo Karlovic atau Milos Raonic tidak terlalu efektif meraih poin dari pukulan andalannya itu. Dengan permukaan yang tidak solid, nyaris tidak mungkin bagi seorang petenis untuk menggunakan teknik pergerakan dan olah kakinya (footwork) secara efektif seperti halnya di permukaan lapangan keras. Meski begitu, di lapangan tanah liat, petenis mendapat keuntungan bisa melakukan sliding alias melakukan gerakan meluncur untuk mendapatkan momentum pukulan. Walau secara alamiah meluncur sangat mudah di lapangan ini, problem gerakan meluncur ini adalah pada timing dan keseimbangan saat memukul untuk kemudian kembali ke posisi siap dalam sekejap. Lapangan tanah liat umumnya terbuat dari batu bata merah yang ditumbuk sangat halus. Lapangan Roland Garros adalah jenis tanah liat ini (red clay), sementara di Amerika Utara dikenal pula green clay court yang terbuat dari tumbukan halus basalt. Basalt halus yang populer dengan sebutan Har-Tru tersebut adalah sejenis batuan yang terbentuk dari sodifikasi magma yang umummya berwarna hitam atau abu-abu. Dia mempunyai karakteristik agak berbeda dengan red clay, yakni permukaannya lebih solid dan pantulan bola lebih cepat. (JOY)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000