logo Kompas.id
OlahragaKrisis Mencetak Grand Master...
Iklan

Krisis Mencetak Grand Master Baru

Oleh
· 3 menit baca

Sebanyak 10 pecatur muda terancam batal mengikuti Eastern Asian Youth Chess Championship 2017 pada 17-26 Juni di Mongolia. Mereka seharusnya bertolak ke Mongolia paling lambat Jumat (16/6). Namun, tiket pesawat belum dapat dibeli lantaran pengurusan visa masih terkendala. "Kemungkinan besar keberangkatan batal karena tiket pesawat sampai hari ini sudah melonjak tajam, dari Rp 12,5 juta per orang (pergi-pulang) menjadi Rp 18 juta. Biayanya akan membengkak," kata Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB Percasi Kristianus Liem di Jakarta, Selasa (13/6). Rencana pembatalan itu lebih karena pertimbangan anggaran terbatas. Sebab, biaya ke Mongolia itu tidak menggunakan uang negara, tetapi ditalangi dulu oleh pengurus, dalam hal ini Pelaksana Tugas Ketua Umum PB Percasi Grand Master (GM) Utut Adianto. Kondisi ini menggambarkan betapa sulitnya Percasi dalam mencetak grand master baru. Indonesia baru memiliki tujuh grand master. Itu pun tiga di antaranya sudah meninggal. Mereka adalah GM Eddy Handoko (alm), GM Ruben Gunawan (alm), GM Herman Suradiradja (alm), GM Utut Adianto, GM Ardiansyah, GM Cerdas Barus, serta GM Susanto Megaranto. Selain itu, ada dua Grand Master Wanita (WGM), yakni WGM Irene Kharisma dan WGM Medina Warda Aulia. Kondisi tersebut karena sampai saat ini sangat minim dukungan swasta ataupun sponsor untuk olahraga catur. Dukungan sponsor ini amat penting agar dapat lebih banyak diselenggarakan turnamen internasional di dalam negeri, terutama untuk kategori grand master. Dengan demikian, para atlet muda tidak perlu terlalu banyak mengikuti turnamen di luar negeri. Sebagai contoh, tahun ini dari Januari sampai bulan ini baru digelar satu saja turnamen internasional, yakni Festival Catur Internasional JAPFA 2017 yang berkategori 5 FIDE (Federasi Catur Internasional). Pecatur bergelar master nasional perlu mengikuti belasan turnamen internasional kategori dua dan tiga FIDE untuk meraih tiga norma GM. "Kita tertinggal jauh dari India dan China. Ketika saya mendapat gelar GM tahun 1986, setahu saya, mereka belum punya, tapi saat ini India dan China memiliki 48 GM dan 42 GM. Mereka banyak menggelar turnamen internasional dan juga liga catur," kata Utut Adianto.Sebagai gambaran, India dalam setahun rata-rata dapat mencetak lima GM. "Padahal, kini catur semakin dikenal luas dan begitu banyak manfaatnya. Olahraga ini jelas memiliki peran dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, entah mengapa belum banyak perusahaan yang tertarik menjadi sponsor," tutur Utut. Percasi perlu melakukan terobosan, khususnya dalam memberikan penawaran yang menguntungkan sponsor. Di sisi lain juga perlu kejelian perusahaan memanfaatkan olahraga olah otak ini. (Samuel Oktora)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000