logo Kompas.id
OlahragaHidup adalah Pertarungan
Iklan

Hidup adalah Pertarungan

Oleh
· 3 menit baca

Apa pun risikonya, hidup harus dijalani dengan "bertarung" karena hidup itu sendiri adalah pertarungan. Begitulah kira-kira prinsip yang diyakini para petarung. Maka risiko terberat seperti cedera otak, hingga yang paling ringan seperti ditolak mertua, tidak menyurutkan niat menjadi petarung berprestasi. Fransino Tirta bersyukur dirinya belum pernah KO yang bisa berakibat fatal pada otak. Namun, menurut Fransino, dalam mixed martial arts (MMA), risiko cedera otak tidak sebesar tinju karena MMA menjadikan seluruh tubuh sebagai sasaran. Bahkan, untuk menaklukkan lawan sering cukup memakai kuncian sehingga lawan tidak berkutik. "Berbeda dengan tinju yang banyak berfokus pada sasaran di kepala dengan pertarungan panjang hingga 12 ronde," katanya. Frans tidak surut dengan risiko itu ketika pertama kali bertarung MMA. Baginya, bertarung adalah hal paling seru dalam hidupnya. Ia belajar berbagai macam ilmu bela diri karena pernah terkena kuncian di bagian leher saat berkelahi dengan teman bermain bola. "Saya penasaran kenapa saya tidak bisa bergerak. Malamnya kebetulan saya nonton pertarungan Ultimate Fight Championship di televisi dan saya temukan gerakan kuncian itu," kata Frans yang akhirnya belajar jiu-jitsu Jepang dan Brasil. Cia Fransino, istri Frans, juga tidak takut melihat suaminya bertarung. Kedua pasangan itu justru dipertemukan di arena pertarungan. Frans sebagai petarung dan Cia sebagai penonton. Cia dari kecil suka bela diri taekwondo sehingga sudah terbiasa melihat orang bertarung. Vincent Majid juga tidak berpikir soal risiko cedera berat. Bagi dia, semua sudah nasib yang digariskan. Ia hanya yakin, jika berlatih dengan tekun, risiko kena pukulan telak bisa terhindarkan. Namun, Widya Garnidasari, istri Vincent, mengaku sempat takut melihat suaminya bertarung bebas. Ia pernah melihat suaminya bertarung melawan petarung yang terlihat lebih kokoh dari Vincent. "Saya deg-degan luar biasa. Waktu dia bertarung, saya berdoa terus," kata Widya yang kini mengurus BSA Martial Arts Center di BSD, Tangerang, bersama Vincent. Memiliki pasangan berprofesi petarung membutuhkan ketangguhan luar biasa. Hal itu dirasakan Cia. Salah satu hal yang sulit dilakukan adalah meyakinkan orangtuanya untuk bisa menerima Frans sebagai menantu. Cia yang menjalin asmara dengan Frans semula masih enggan mengenalkan Frans kepada ayahnya meski sang ayah juga mantan atlet bela diri. "Justru karena ayah saya pernah jadi atlet itu dia ragu Frans bisa menghidupi anaknya," kenang Cia. Di mata ayah dan ibunya, menjadi atlet itu tidak ada duitnya. Ayah Cia saja harus mengundurkan diri dari atlet, lalu bekerja kantoran agar bisa membiayai keluarga. Ketika akhirnya Cia mengenalkan Frans kepada orangtuanya, mereka langsung menjaga jarak. Hingga suatu saat ayah Cia menonton ada petarung Indonesia yang mampu membuat KO petarung asal Swedia dalam arena Battle on Bali. "Ternyata petarung itu Frans. Mungkin wajah di kamera dengan wajah aslinya terlihat berbeda," kata Cia. Sejak saat itu Frans direstui sebagai menantu karena ayah Cia melihat Frans bisa sukses di MMA. Frans terbukti mampu mengabdikan diri bagi perkembangan bela diri MMA di Indonesia. Selain melatih petarung muda yang ingin merintis profesi sebagai petarung di Pitbull Academy, Frans juga menyediakan wadah bagi para petarung untuk berkompetisi di Indonesia. Didukung satu stasiun televisi swasta nasional, pada 2016 Frans melahirkan One Pride MMA yang dinaungi oleh Komite Olahraga Bela Diri Indonesia (KOBI). Pada 2016 One Pride membuka audisi untuk dua musim pertarungan dan pada 2017 akan menggelar audisi yang ketiga. Wadah kompetisi ini diharapkan bisa meningkatkan prestasi petarung Indonesia. Dengan sering bertarung, atlet akan lebih terasah sehingga mampu bersaing di luar negeri. "Tanpa kompetisi di dalam negeri, petarung kita hanya jadi bulan-bulanan lawan saja. Selama ini petarung kita langsung dicomot dari sasana tanpa pengalaman bertanding," ujar Frans. (IND/NIC)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000