Jalan Panjang Menuju Pergelaran Asia
Sorak-sorai terdengar dari lapangan bola tangan di GOR POPKI, Cibubur, Jakarta Timur, Senin (28/8). Para pemain Korea Selatan melompat-lompat sambil berpelukan satu sama lain. Atmosfer kemenangan menyelimuti seluruh sisi lapangan. Tim ”Negeri Ginseng” menunjukkan taringnya sebagai penguasa Asia setelah menundukkan Jepang. Di lain sisi, tuan rumah Indonesia hanya bisa menyaksikan kejayaan itu dari bangku penonton.
Korsel kembali merajai Kejuaraan Asia Bola Tangan Putri U-17 setelah melewati Jepang, 34-20. Kemenangan itu sekaligus membuat tim Korsel memenangi tujuh gelar beruntun dalam ajang dua tahunan itu. Sejak pertama kali dipertandingkan pada 2005, belum ada yang bisa merebut podium teratas dari mereka.
Sementara itu, Indonesia sebagai tuan rumah belum mampu berbicara banyak di Kejuaraan Asia Bola Tangan Putri U-17 2017. ”Garuda Muda” hanya bisa melihat kegembiraan selebrasi juara dari dasar klasemen. Indonesia sebagai debutan di U-17 diacak-acak oleh semua pesaingnya. Hongkong, Uzbekistan, Kazakhstan, China, Jepang, dan sang juara Korsel memberi pelajaran cara bermain bola tangan yang benar kepada tuan rumah.
Tim ”Merah Putih” menyudahi kejuaraan itu tanpa meraih poin. Mereka harus kalah dari enam pertandingan yang dijalani. Jumlah memasukkan dan kemasukan pun sangat timpang. Rata-rata mereka memasukkan 12 gol dan kemasukan 48 gol di setiap laga.
”Kami bisa main di kejuaraan ini saja sudah bonus karena tuan rumah. Jadi tidak berharap kemenangan, apalagi bisa juara,” ujar pelatih kepala bola tangan putri Indonesia, Abdul Kadir.
Sangat wajar apabila tim asuhan Abdul Kadir itu tidak mengincar kemenangan. Tim tersebut baru dibentuk dan menjalankan pemusatan latihan selama dua minggu sebelum kejuaraan. Para pemain juga baru diseleksi di Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Bola Tangan pada Juli lalu, yang baru pertama kali digelar untuk kelompok umur 17 tahun.
”Kejurnas untuk U-17 baru pertama kali ini. Itu juga sebenarnya untuk menyeleksi pemain yang ikut kejuaraan Asia. Sebelumnya tidak pernah ada. Hanya ada untuk kejurnas senior dan U-19,” tutur Muhlisin dari tim pelatih Indonesia.
Kekurangan tersebut tak hanya dirasakan tim pelatih. Tulang punggung Indonesia, Sri Nurlinda, mengatakan, persiapan dua minggu sangatlah singkat. Bahkan, dalam kurun waktu itu, mereka belum sempat mengenal satu sama lain.
”Kami semua, kan, berasal dari daerah yang berbeda, jadi komunikasinya belum jalan saat di lapangan. Dengan waktu dua minggu, sangat sulit untuk menemukan chemistry-nya,” ujar pemain bernomor punggung 15 ini.
Hasilnya, kesalahan dalam lempar dan tangkap pun menjadi hal lumrah yang terjadi saat Indonesia bertanding. Ketidakmampuan menguasai teknik dasar berhasil dimanfaatkan lawan-lawan.
Hasil dari pertandingan yang merupakan uji coba kejuaraan menuju Asian Games 2018 ini cerminan kekuatan bola tangan Indonesia di Asia. Sementara itu, tidak genap 365 hari lagi, bola tangan akan dipertandingkan di Asian Games Jakarta-Palembang 2018.
Kurun waktu kurang dari satu tahun akan digunakan untuk mengevaluasi kemampuan bola tangan putri Indonesia. Tim pelatih menurut rencana akan menyeleksi pemain pada September-Oktober mendatang. Setelah mendapatkan 20 pemain, pemusatan latihan akan dilakukan sampai Asian Games dimulai. ”Dari 20 pemain itu, tiga adalah pemain dari tim sekarang, yaitu Sri Nurlinda, Yani Fitri, dan Inge Indah,” ujar Kadir.
Kadir juga berharap pemusatan latihan bisa berjalan tepat waktu, paling lambat Oktober. Hal itu untuk membenahi teknik-teknik pemain.
Tim pelatih pun akan terlebih dahulu membenahi kemampuan dasar pemain yang lolos seleksi. ”Nanti yang diseleksi itu tidak terlalu jauh kemampuannya dengan yang sekarang. Umurnya paling 19-23. Jadi memang harus dibenahi dulu teknik dasar dan fisiknya (kekuatan dan kelincahan),” tutur Kadir.
Langkah-langkah lain juga akan diusahakan Pengurus Besar Asosiasi Bola Tangan Indonesia (ABTI) agar tuan rumah tidak hanya jadi tim pelengkap di Asian Games. Salah satunya adalah berguru kepada rajanya bola tangan putri Asia, Korea Selatan.
”Kami akan bekerja sama dengan Korsel. Kami akan memanggil pelatih dari Korsel untuk membantu di pemusatan latihan Indonesia. Kalau jadi, kami juga akan uji coba dengan klub-klub di sana,” ucap Mustafa Mashyur, Sekjen PB ABTI.
Senasib dengan fasilitas
Bukan hanya secara tim, GOR POPKI pun masih belum siap untuk jadi tempat berlangsungnya pertandingan bola tangan di Asian Games. GOR ini hanya memiliki tiga ruang ganti untuk tim. Padahal, standar untuk Asian Games adalah empat ruang ganti.
Fungsi empat ruang ganti itu adalah untuk dua tim yang sedang bertanding dan dua tim yang akan bertanding. Tim tuan rumah pun pernah sekali menjadi korban kurangnya ruang ganti itu. Saat itu, tim pelatih meminta untuk masuk ke ruang ganti. Namun, panitia mengatakan ruang ganti tidak tersedia.
”Jadi, ruang ganti hanya ada tiga, duanya untuk yang lagi bertanding, sedangkan satu lagi untuk tim yang datang lebih dahulu. Jadi, ruang ketiga itu cepat-cepatan,” ujar panitia tersebut.
Hasilnya, tim Indonesia yang akan segera bertanding pun harus duduk di bangku penonton terlebih dahulu.
Selain itu, di pertandingan pamungkas Korsel melawan Jepang, Senin (28/8), layar skor yang hanya ada satu terlihat mati. Meski sesekali hidup, layar itu kemudian mati kembali. Pemain yang bertanding pun kesulitan mengetahui skor, mereka sesekali menoleh ke arah layar, tetapi layar tersebut tidak menyala.
Mustafa mengatakan, GOR POPKI memang masih belum memenuhi semua standar untuk pelaksanaan Asian Games. Namun, dengan waktu yang masih sekitar satu tahun, hal-hal itu mampu diselesaikan tepat waktu. ”Nanti kita pikirin lagi untuk ruang gantinya. Kalau memang tidak ada tempat lagi, nanti kita akan bagi jadi dua ruang gantinya,” lanjutnya.
Mustafa menyebutkan, pihaknya masih berkoordinasi dengan Federasi Bola Tangan Asia terkait kurangnya lapangan pertandingan. ”Di GOR ini, kan, hanya ada satu, sedangkan standar dari mereka itu dua. Jadi, kami lagi menawarkan solusi untuk tetap memakai satu saja, tetapi jadwal pertandingan diperpanjang,” kata Mustafa. (DD06)