logo Kompas.id
OlahragaSuriah "Menampar" Para Pemimpi
Iklan

Suriah "Menampar" Para Pemimpi

Oleh
· 3 menit baca

Sebagian besar penonton di Stadion Azadi, Teheran, Iran, terdiam ketika striker Suriah Omar Al Somah menceploskan gol pada menit ketiga tambahan waktu normal, Rabu (6/9) dini hari WIB. Namun, di Damaskus, ibu kota Suriah, gol Omar itu membuat warga menangis, bersorak, dan menari untuk menyambut sejarah baru bagi negara yang tengah dilanda konflik itu. Berkat Omar, Suriah yang berada di Grup A zona Asia menahan Iran, 2-2, dalam laga kualifikasi Piala Dunia Rusia 2018. Satu poin yang diraih itu membawa Suriah ke putaran empat kualifikasi zona Asia. Perjuangan mencetak sejarah baru belum usai. Justru semakin berat. Mereka harus menghadapi Australia di putaran keempat pada Oktober untuk meraih tiket play off antarkonfederasi melawan peringkat keempat putaran kelima zona Amerika Utara, Tengah dan Karibia (CONCACAF). Pemenang laga play off itu melaju ke putaran final di Rusia. Peluang masih terbuka bagi Suriah. Karena itu, sesaat setelah Omar mencetak gol, seluruh pemain dan ofisial berhamburan ke lapangan. Mereka berpelukan dan menangis. Komentator yang mengawal siaran langsung laga itu di televisi ikut menangis dan tak mampu menahan euforia. "Maaf, saya kehilangan akal sehat," katanya. Euforia serupa terjadi di Damaskus. Beberapa jam sebelum laga itu berlangsung, jalanan kota sangat sepi. Warga berkumpul di kedai kopi atau di tempat publik seperti Ommayad Square untuk menonton laga itu. "Saya tidak bisa menggambarkan kebahagiaan yang saya rasakan. Semoga kelak kedamaian yang akan menang di negara ini," kata Lara Hanna, warga Suriah yang menonton laga itu di kedai kopi. Melawan keterbatasanPencapaian Suriah sampai tahap ini sudah sangat spektakuler. Suriah merupakan negara yang menderita akibat perang sipil yang pecah sejak 2011. Jangankan mengharapkan infrastruktur lengkap, kehidupan yang tenang dan aman masih menjadi kemewahan bagi para pemain sepak bola, dan rakyat Suriah, pada umumnya. Mereka terus dihantui ketakutan selama pemerintah dan kelompok oposisi terus bertikai. Sampai saat ini, konflik itu sudah menewaskan lebih dari 300.000 orang dan jutaan warga mengungsi. Karena itu, banyak pemain sepak bola Suriah yang memilih tinggal, bermain, dan berkembang di luar negeri, seperti di Arab Saudi, Kuwait, atau Qatar. Kemudian, satu per satu para pemain itu merasa terpanggil untuk membela tanah airnya, termasuk Omar yang kembali bergabung pada akhir Agustus lalu setelah absen selama lima tahun. Sebagai sebuah tim nasional, Suriah tidak memiliki stadion yang mereka jadikan kandang. Selama ini mereka terpaksa meminjam kandang di Malaysia. FIFA melarang Suriah menjamu tim lain di negaranya karena alasan keamanan. Meski dengan segala keterbatasan itu, tim Suriah kini mendapatkan peluang yang tidak dimiliki negara lain. China dan Qatar yang juga di Grup A bersama Suriah, misalnya, tetap gagal melaju ke Rusia meski banyak berinvestasi untuk sepak bola. Tim yang otomatis lolos dari Grup A adalah Iran dan Korea Selatan. Bahkan, raksasa sepak bola seperti Belanda, Italia, atau Argentina pun kesulitan lolos otomatis ke Rusia. Pencapaian Suriah ini hasil perjuangan melawan kemustahilan, dan seolah "menampar" negara-negara yang lebih makmur, tapi selama ini hanya bisa bermimpi tampil di Piala Dunia, termasuk Indonesia. (AP/AFP/Reuters/DEN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000