logo Kompas.id
OlahragaMembedah Risiko Pembubaran
Iklan

Membedah Risiko Pembubaran

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pelaksana Program Indonesia Emas menilai, pembubaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas atau Satlak Prima bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan pencairan anggaran pemusatan latihan nasional menuju Asian Games dan Asian Para Games 2018. Selain bukan solusi, menurut anggota Dewan Pelaksana Prima, Hifni Hasan, waktu 10 bulan menjelang Asian Games Jakarta-Palembang 2018 bukanlah saat yang tepat membubarkan Satlak Prima. "Kita mempunyai waktu yang sangat sempit untuk pembinaan atlet. Selama ini proses pengendalian dan perangkat pemusatan latihan nasional (pelatnas), seperti tenaga teknis, operasional, dan keuangan, berada di Satlak Prima. Apa yang sudah berjalan tidak mungkin mundur," katanya di Jakarta, Sabtu (7/10).Hifni menjelaskan, yang harus dilakukan saat ini adalah justru memperkuat peran Satlak Prima agar pelatnas bisa berjalan sebaik mungkin. Dia menyarankan agar ada instruksi presiden (inpres) untuk percepatan pengadaan barang dan jasa pelatnas melalui Satlak Prima. "Inpres sangat dibutuhkan bukan hanya untuk dukungan penyelenggaraan dan infrastruktur Asian Games, melainkan juga pembinaan atlet," ujarnya.Saat ini, Dewan Pelaksana Prima sedang bekerja keras mempercepat penyusunan anggaran pelatnas untuk dimasukkan dalam APBN 2018. Anggaran untuk pelatnas diperkirakan mencapai Rp 735 miliar. Anggaran akan dipakai antara lain untuk sentralisasi pelatnas serta honor atlet dan pelatih.Begitu Asian Games dan Asian Para Games selesai, menurut Hifni, barulah pemerintah dapat bekerja untuk menata struktur lembaga pembinaan atlet. Dia menyarankan agar pembinaan atlet diserahkan kepada tiga komponen utama olahraga, yaitu Komite Olimpiade Indonesia, Dewan Olahraga yang merupakan gabungan antara Komite Olahraga Nasional Indonesia dan Satlak Prima, serta perangkat kebijakan seleksi atlet. Tiga komponen olahraga itu diterapkan pada negara-negara Asia yang proses pembinaan atlet relatif berjalan baik, seperti Thailand dan Korea Selatan. Secara terpisah, Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengakui, pembubaran Satlak Prima dalam tenggat pelaksanaan Asian Games 2018 yang tinggal 10 bulan memang berisiko. "Akan tetapi, berdasarkan analisis SWOT (analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) pemerintah, sistem birokrasi dan pola penyiapan atlet saat ini akan menyulitkan pencapaian target 10 besar Asian Games 2018," ujarnya.Kapasitas berbeda-bedaPengamat olahraga Fritz Simanjuntak juga meragukan pembubaran Satlak Prima akan menjadi solusi atas rendahnya daya saing atlet Indonesia. Fritz menilai, pembubaran Satlak Prima belum tentu menjawab persoalan mendasar penyelenggaraan pemusatan latihan, yaitu lambatnya birokrasi Kemenpora dalam mencairkan dana pelatnas. "Jika persoalannya kemacetan birokrasi dalam mencairkan anggaran, apakah pencairan anggaran menjadi lebih lancar jika Satlak Prima dibubarkan? Pembubaran Satlak Prima seperti langkah konyol yang seolah-olah akan memperbaiki kemacetan birokrasi Kemenpora," kata Fritz. Ia juga mengkritisi pengalihan tanggung jawab meningkatkan performa atlet elite kepada pengurus organisasi induk cabang (pengurus besar, PB). Fritz mengingatkan, tidak semua PB memiliki organisasi yang solid dan berkecukupan dana sehingga mampu menjalankan pemusatan latihan secara mandiri. "Apakah pemerintah sudah punya peta kapasitas kelembagaan tiap PB cabang prioritas? Dari 23 cabang prioritas Asian Games, mungkin hanya 10 cabang yang PB-nya terbiasa melakukan pelatnas mandiri dan punya jadwal kompetisi yang jelas. Tidak mungkin dalam 10 bulan tersisa ini kita akan direpotkan urusan memperkuat kapasitas lembaga PB demi menyelenggarakan pelatnas Asian Games," ujar Fritz. AntusiasRencana pembubaran Satlak Prima mendapat sambutan antusias dari sejumlah PB. Salah satunya PB PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) yang memang sejak lama menginginkan Satlak Prima dibubarkan."Satlak Prima tidak memiliki atlet dan tidak melakukan pembinaan sama sekali. Makanya lebih baik dibubarkan saja," kata Bob Hasan, Ketua Umum PB PASI, dua tahun lalu.Sekretaris Jenderal PB PASI Tigor M Tanjung menegaskan, pihaknya pun sudah mandiri dalam pembinaan atlet. "Kami juga sudah lama memanfaatkan jaringan internasional guna mendapatkan dukungan dan peningkatan teknis," katanya. Sekretaris Jenderal PB Ikatan Pencak Silat Indonesia Erizal Chaniago menilai, keberadaan Satlak Prima hanya memperpanjang pintu birokrasi kepengurusan olahraga. "Keberadaan Satlak Prima justru membuat pengeluaran dana pembinaan olahraga lewat APBN semakin besar dan sia-sia," ujarnya.Ketua Umum PB Pertina Johny Asadoma menilai, birokrasi pencairan anggaran pelatnas akan lebih cepat tanpa Satlak Prima. (DNA/ROW/NIC)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000