Tak Ada Kepastian Pelatnas Lancar
JAKARTA, KOMPAS — Setelah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas dibubarkan, belum ada kepastian dukungan dana pemerintah untuk kebutuhan pelatnas Asian Games 2018. Induk organisasi cabang pun mengharapkan solusi dari Menteri Pemuda dan Olahraga.
Tim karate Indonesia, misalnya, belum mengantongi kepastian dukungan dana pemerintah untuk mengikuti Seri A Kejuaraan Dunia WKF di Okinawa, Jepang, 25-26 November.
"Proposal sudah kami ajukan sejak dua pekan lalu. Katanya, kami akan segera dihubungi. Kenyataannya, sampai sekarang tidak ada tanggapan," ujar manajer tim nasional karate, Philip King Galedo, di Jakarta, Kamis (9/11).
Sebanyak enam karateka disiapkan untuk tampil pada Kejuaraan Dunia WKF. Mereka akan didampingi dua pelatih dan satu manajer. Kejuaraan ini penting untuk mengasah mental bertanding atlet. Selain itu, ajang ini untuk mengumpulkan poin menuju Olimpiade Tokyo 2020.
Sejak Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dibubarkan, kata Philip, tak ada perubahan dalam pemangkasan birokrasi pelatnas. "Sesungguhnya, kami bingung, harus bagaimana? Padahal, banyak kejuaraan menanti," katanya.
Kebingungan serupa dihadapi cabang dayung. Sebanyak enam pedayung Indonesia dalam waktu dekat akan berangkat ke China untuk menjalani pemusatan latihan (training camp). Namun, hingga kini tak ada kepastian pendanaan pemerintah.
Pemusatan latihan di China bergulir dari November hingga Januari 2018. Untuk mengikuti training camp, para pedayung mendapat undangan khusus dari Asian Rowing Federation. Mereka akan berlatih di bawah bimbingan pelatih dari Australia.
"Kami masih bingung proses (pengajuan anggaran) setelah Satlak Prima dibubarkan. Memang, mekanisme pengajuan anggaran pernah disampaikan, tetapi implementasinya bagaimana," kata Sekjen PB PODSI Edy Suyono.
Pada Oktober lalu, tim dayung Indonesia batal mengikuti Kejuaraan Dunia Perahu Naga ke Kunming, China. Saat itu, izin dari Kementerian Sekretariat Negara sudah keluar. Namun, karena Satlak Prima dibubarkan, anggaran tidak cair.
Menurut Edy, keputusan pembubaran Satlak Prima seharusnya dibarengi alur birokrasi yang lebih baik. "Harapan kami alur pencairan dana lebih cepat. Sosialisasi untuk pengajuan dana juga harus maksimal," ujarnya.
Selain ketidakjelasan uji coba kejuaraan dan training camp, hingga kini tidak ada kejelasan untuk SK atlet. "Nanti yang mengeluarkan SK dari Kemenpora atau KONI, ya?" kata Sekjen PB PASI, Tigor Tanjung.
Meski SK atlet belum keluar, pelatnas cabang atletik tetap berjalan seperti biasa.
Cabang angkat besi juga masih menanti kepastian dari pemerintah untuk mengajukan tambahan atlet. Saat ini, hanya 11 atlet angkat besi yang menerima SK Prima. Jumlah tim angkat besi akan ditambah dengan kehadiran atlet-atlet muda.
Anggota Komisi X DPR, Yayuk Basuki, mengatakan, terbitnya Peraturan Presiden No 95/2017 untuk memotong birokrasi dengan membubarkan Satlak Prima justru menimbulkan masalah baru. Ia pun mempertanyakan perubahan nama-nama atlet dalam SK Prima serta tugas dan tanggung jawab KONI Pusat yang dinilai membingungkan.
Menurut Yayuk, Menpora harus tegas dalam menjelaskan mekanisme pengajuan dana dan pembagian tugas antara pemerintah dan KONI Pusat. Tanpa ketegasan itu, tidak ada kepastian pelatnas akan berjalan lancar. "Masalah-masalah pelatnas yang selama ini terjadi kemungkinan akan kembali terulang," ujarnya.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan, Senin lalu pihaknya telah bertemu pengurus 40 cabang untuk membahas mekanisme pengajuan anggaran. "Rapat itu bertujuan untuk mengatasi kegelisahan cabang. Dalam pertemuan itu, tidak ada masalah berarti," katanya.
Gatot mengatakan, pembubaran Satlak Prima akan memangkas birokrasi anggaran. Namun, proses administrasi di Kantor Sekretariat Negara akan berjalan seperti biasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (DNA/IYA)