Para peraih medali Olimpiade dan Paralimpiade itu diusulkan mendapat prioritas menjadi pegawai negeri sipil (PNS) walaupun usia mereka sudah tidak memenuhi syarat, yaitu maksimal 35 tahun.
Kemenpora menilai, itu bisa dilakukan karena sesuai dengan Pasal 6 Ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2002 tentang Perubahan atas PP No 98/2000 tentang Pengadaan PNS. Dalam aturan itu, pengangkatan PNS dapat dilakukan bagi mereka yang melebihi batas usia 35 tahun berdasarkan alasan khusus dan dilaksanakan selektif.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto, ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (4/12), mengatakan, pada 2016, Kemenpora memberikan tunjangan hari tua kepada 28-29 atlet peraih medali Olimpiade/Paralimpiade. Para atlet itu tampil di Olimpiade/Paralimpiade 2016 ke belakang.
Besarannya, peraih medali emas Rp 20 juta per bulan, perak Rp 15 juta per bulan, dan perunggu Rp 10 juta per bulan. Total kebutuhan dana mencapai Rp 15 miliar per bulan.
Namun, tunjangan hari tua itu tidak dapat dilanjutkan karena bertentangan dengan UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP No 37/2014 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan Janda/Dudanya. Jika dilanjutkan, hal itu berpotensi menjadi temuan pelanggaran oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Guna memastikan keberlanjutan kesejahteraan para mantan atlet itu, Kemenpora mencari solusi alternatif, yakni memfasilitasi mereka menjadi PNS. Akan tetapi, langkah itu sempat terkendala.
Pada Pasal 6 Ayat 1 PP No 11/2002, salah satu syarat melamar calon PNS maksimal berusia 35 tahun. Padahal, sebagian besar peraih medali itu berusia lebih dari 35 tahun. Namun, Kemenpora menemukan celah agar mereka tetap bisa menjadi pegawai negeri. ”Celah itu ada di Pasal 6 Ayat 2 PP No 11/2002,” ujar Gatot.
Menurut Gatot, Menpora Imam Nahrawi sudah menandatangani surat usulan yang ditujukan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Asman Abnur pada Kamis (30/11). ”Senin ini, kami serahkan surat itu kepada Menpan dan RB,” ujarnya.
Gatot mengatakan, pihaknya sadar besaran gaji ataupun pensiunan yang diterima para peraih medali itu jika sudah berstatus PNS tidak akan sebesar tunjangan hari tua yang pernah mereka terima. ”Namun, setidaknya mereka ada kepastian penghasilan setiap bulan. Lagi pula, mereka bisa mendapatkan fasilitas yang disediakan untuk PNS,” katanya.
Selain itu, lanjut Gatot, pihaknya tengah memproses usulan menjadi PNS untuk peraih minimal medali emas SEA Games/ASEAN Para Games, perak Asian Games/Asian Para Games, dan perunggu Olimpiade/Paralimpiade dari 2014 hingga kini. Sekarang, usulan itu sudah mendapatkan lampu hijau Menpan dan RB dan tengah diproses administrasi.
Berdasarkan rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Selasa (21/11), di Bogor, Jawa Barat, usulan Kemenpora memberikan rumah untuk para peraih medali tersebut disetujui. ”Kini, kami tengah membuat surat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono untuk menindaklanjutinya,” kata Gatot.
Perlindungan hukum
Anggota Asosiasi Olimpian Indonesia, Krisna Bayu, menuturkan, pihaknya mendukung segala niat baik pemerintah untuk atlet. Namun, rencana Kemenpora itu sifatnya belum permanen berkelanjutan. Artinya, di masa mendatang, belum tentu pola itu tetap dilakukan.
Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah memberikan jaminan kesejahteraan, terutama di masa tua atau pensiun yang permanen, bagi atlet maupun pelatih yang dituangkan dalam undang-undang.
”Hingga kini, Indonesia belum punya undang-undang perlindungan untuk atlet maupun pelatih. Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional hanya fokus mengatur organisasi, belum para pelakunya,” ujar Krisna.