Anak Tulehu Unjuk Kebolehan di Ibu Kota
Anak-anak Tulehu tak pernah berhenti membuat kejutan. Darah pejuang yang mengalir dalam tubuh mereka menjadi amunisi saat mereka menggocek bola. Tubuh-tubuh mungil itu seolah menari, saat kaki mereka menggiring bola. Tarian sepak bola mereka pun memukau Ibu Kota.
Kelihaian anak-anak Tulehu itu mereka pamerkan saat melawan tim nasional sepak bola U-16 di Gelanggang Olahraga Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, Jumat (8/12). Tim gabungan pemain dari Tulehu, Maluku Tengah, menang 3-0 dalam laga persahabatan itu.
Pada laga penutupan program kampanye UC Bola Remaja yang diselenggarakan UC News, tiga tendangan Wira Saleke, membungkam timnas U-16 yang diperkuat Sutan Zico, alumni Chelsea FC Soccer School Indonesia. Sebelumnya, Wira Saleke bersama dengan Muhammad Alghy, Rizki R Lestaluhu, Ismail Latuconsina, Rizki Ramdhani, M Saleh Al Ayubi, Ilham Lestaluhu, Zein Manilet, Ibnu Fildan, M Salim Papilaya, Salim Akbar, dan Sergio Pattirousamal, terpilih sebagai Pemain Terbaik dalam laga Liga UC Bola Remaja.
Liga UC Bola Remaja diikuti oleh delapan sekolah sepak bola asal Maluku, yaitu Persenal Tulehu, Maihanu Tulehu, Tulehu Putra, Pusparagam, Galunggung, Poka Rumah Tiga, Hattu, dan Masariku.
Para pemain terbaik mendapatkan pelatihan dari mantan pelatih tim nasional Indonesia Jacksen F Tiago di Brazilian Soccer School, Bekasi, pada 5-7 Desember. Sementara itu, satu pemain terbaik pilihan masyarakat melalui media sosial, Muhammad Alghy, memperoleh kesempatan belajar di Chelsea FC Soccer School Indonesia selama tiga bulan.
Jacksen mengatakan, anak-anak Tulehu memiliki bakat alamiah untuk menjadi pesepak bola andal. Mereka mempunyai daya tahan tubuh dan sistem kardiovaskular yang kuat. Sepanjang laga, keunggulan itu tampak dari penguasaan bola dan kelincahan menggocek bola.
”Akan tetapi, kemampuan dalam bekerja tim masih kurang. Mereka cenderung masih liar,” kata Jacksen yang akan fokus pada pembangunan kerja sama tim saat pelatihan.
Dalam acara itu, hadir pula Head of UCWeb Indonesia dan India, Damon Xi, pesepak bola nasional Bambang Pamungkas, dan Rifad Marasabessy.
Rizki R Lestaluhu (13) mengaku, sulit beradaptasi dengan rekan-rekan satu timnya. Meski bermain bersama, mereka tidak saling mengenal karena berasal dari SSB yang berbeda. Namun, rasa canggung itu tidak bertahan lama.
Menurut Jacksen, kemampuan beradaptasi anak-anak Tulehu melesat naik saat berlaga melawan timnas. ”Saya senang sekali, mereka yang mulanya bermain sangat kaku, tetapi sudah terlihat sangat lepas dan tidak ada beban,” ujar pelatih asal Brasil itu.
Kepiawaian anak-anak Tulehu merupakan bakat alamiah. Irama sepak bola selaras dengan tarikan napas sejak lahir. Di kampung di ujung Pulau Ambon itu, sepak bola telah mengakar dalam kehidupan masyarakat. Desa Tulehu pun terkenal sebagai kampung sepak bola. Beberapa pemain bintang, seperti Muhammad Abduh Lestaluhu, Manahati Lestusen, Alfin Ismael Tuasalamony, dan Risky Pellu, lahir dan besar dari desa itu.
Pelatih Tim Gabungan Anak Tulehu Sani Tawainella (38) mengatakan, sepak bola bukan sekadar olahraga, tetapi sudah menjadi nilai hidup masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Setiap orangtua mencita-citakan anaknya menjadi pesepak bola. Masyarakat pun menciptakan ritual menginjakkan kaki bayi yang baru lahir ke rumput lapangan sepak bola, tidak peduli perempuan ataupun laki-laki.
”Sejak saya masih kecil sampai sekarang, anak-anak selalu bermain sepak bola di mana saja, baik di pantai maupun di jalan,” kata Sani yang juga pendiri SSB Tulehu Putra. (DD01)