Suasana haru memenuhi ruang Birawa, Hotel Bidakara, Jakarta. Para atlet yang pernah mengharumkan nama Indonesia pada ajang Olimpiade, Paralimpiade, Asian Games, Asian Para Games, SEA Games, dan ASEAN Para Games berkumpul mengenakan kemeja batik bernuansa hitam coklat. Mereka bersiap untuk menerima penghargaan dari pemerintah atas prestasi yang pernah mereka raih.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan, pemerintah menghadiahkan uang senilai Rp 40 juta kepada setiap legenda. ”Namun, uang itu tidak akan sebanding dengan jasa mereka kepada negara,” katanya.
Deputi III Bidang Pembudayaan Olahraga Kemenpora Raden Isnanta mengatakan, kriteria penerima penghargaan itu antara lain, sudah berusia 45 tahun pada 2017, juara Olimpiade atau Paralimpiade, Juara Asian Games atau Asian Para Games, dan tiga kali juara SEA Games atau Asian Para Games. Adapun para penerima penghargaan telah melalui proses seleksi dan verifikasi data selama satu bulan terakhir.
Robby Darwis, pesepak bola yang memperkuat tim nasional selama 1987-1997, mengapresiasi langkah pemerintah untuk memberikan penghargaan kepada mantan atlet. Menurut dia, ajang ini pertama kali dilakukan oleh pemerintah. Momennya pun bertepatan dengan suasana menjelang Asian Games 2018. ”Semoga bisa menjadi inspirasi bagi atlet-atlet yang akan berlaga di Asian Games untuk terus berprestasi,” ujarnya.
Pebulu tangkis yang meraih 3 kali juara ganda putra All England, Christian Hadinata, pun bersyukur, pemerintah masih mengingat para atlet yang pernah menyumbangkan prestasi bagi Indonesia. Ia berharap, pemberian penghargaan ini bisa konsisten tidak hanya satu kali.
Begitu juga pebulu tangkis yang meraih 8 kali juara tunggal putra All England, Rudy Hartono. Menurut dia, penghargaan kepada para atlet semestinya tidak berhenti pada momen romantisisme kejayaan prestasi olahraga pada masa lalu. Pembinaan atlet muda secara keseluruhan harus menjadi perhatian.
Bagi Rudy, saat ini prestasi olahraga Indonesia sudah tertinggal jauh dari negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Salah satunya karena masalah pendanaan kegiatan yang selalu kurang.
Kerja keras
Menurut pecatur senior Grandmaster Utut Adianto, karakter kerja keras dan rela berkorban harus tertanam dalam diri setiap atlet. Ia menambahkan, untuk menjadi grandmaster pada usia 21 tahun, ia rela kehilangan masa mudanya demi berkonsentrasi dalam setiap latihan.
Selain itu, kata Rudy, para atlet perlu memahami bahwa orientasi kemenangan mereka bukanlah kepentingan individu, melainkan kepentingan masyarakat. ”Saya bangga menjadi bangsa Indonesia. Memperjuangkan nama bangsa di gelanggang olahraga itu tidak pernah terpikir besok mau makan apa. Yang terpenting adalah keharusan untuk menang karena itu yang diinginkan masyarakat,” ujarnya. (DD01)