Saatnya Siapkan Atlet Pelapis
Tim angkat besi Indonesia mengandalkan nama-nama lama untuk berjuang meraih medali emas pertama pada perhelatan Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Sambil memperkuat lifter senior, regenerasi tim angkat besi diperlukan untuk menjamin prestasi jangka panjang.
Dalam rapat kerja nasional PB PABBSI, di Jakarta, Jumat-Sabtu (15-16/12), Wakil Ketua Umum PB PABBSI Djoko Pramono mengatakan, usia emas atlet angkat besi cukup panjang.
"Beberapa juara dunia berusia 36-37 tahun. Sementara Eko Yuli Irawan (peraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016, kelas 62 kg) masih berusia 28 tahun. Adapun Sri Wahyuni Agustiani (peraih perak Olimpiade Rio, kelas 48 kg) berusia 23 tahun. Mereka masih bisa diandalkan hingga Olimpiade Tokyo 2020," kata Djoko.
Meskipun masih mempunyai lifter-lifter senior yang dapat diandalkan, Djoko mengakui, tim "Merah Putih" mempunyai masalah serius, yaitu tiada lifter pelapis bagi para senior. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena untuk mencetak lifter dibutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan atlet ke tingkat dunia bisa mencapai 8-10 tahun. Oleh karena itu, agar prestasi Indonesia di tingkat internasional berjalan terus, atlet pelapis perlu disiapkan sejak sekarang.
Untuk memastikan regenerasi lifter, tahun ini PB PABBSI melakukan terobosan. Salah satunya bekerja sama dengan Kemenpora dalam pendampingan Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di daerah-daerah. "Selama ini pembinaan atlet di PPLP tidak melibatkan PB PABBSI. Untuk mengadakan kejuaraan nasional antar-PPLP se-Indonesia saja, kami tidak diajak untuk berdiskusi. Padahal, atlet PPLP nantinya yang akan memperkuat timnas angkat besi," ujar Djoko.
Selain pendampingan PPLP, PB PABBSI juga menjaring bibit atlet di daerah. Anak- anak SD berusia 8-10 tahun dites menggunakan parameter mendapatkan calon atlet dengan postur tubuh dan fisik yang mendukung menjadi lifter.
Di Semarang, misalnya, 200 atlet mengikuti kegiatan ini. Sebanyak 28 anak dinyatakan memenuhi syarat. Selama tiga bulan, mereka menjalani pelatihan intensif penguatan otot. Lima atlet dinyatakan lolos tes lanjutan dan dikirim ke klub untuk meneruskan latihan.
Cara lain ditempuh PB PABBSI dengan rutin menggelar Kejuaraan Nasional Terbuka Angkat Besi Satria Remaja. "Kejuaraan ini bukan untuk memproduksi atlet, tetapi untuk memantau sejauh mana perkembangan pembinaan atlet di daerah-daerah. Sekarang mulai terlihat atlet-atlet yunior yang semangat berlatih," kata Djoko.
Komitmen dukungan
Tim angkat besi nasional sejak 2000 selalu mempersembahkan medali Olimpiade. Namun, khususnya dua tahun terakhir, tim selalu menghadapi berbagai persoalan di pelatnas.
Misalnya, terkait dukungan dana pelatnas, sampai sekarang baru 11 atlet yang mendapatkan SK Pelatnas dari Kemenpora dan didanani negara. Mereka meliputi Sri Wahyuni Agustiani (kelas 48 kg), Dewi Safitri dan Syarah Anggraini (53 kg), Acchedya Jagaddhita (58 kg), Surahmat (56 kg), M Purkon (62 kg), Eko Yuli Irawan (62 kg), M Hasbi (69 kg), Deni dan Triyatno (69 kg), serta I Ketut Ariana (77 kg). Di luar itu, belum ada dukungan dana untuk atlet-atlet pelapis di pelatnas.
PB PABBSI mengusulkan tambahan lima lifter muda untuk bergabung di pelatnas. Atlet- atlet muda ini, menurut rencana, akan menghadapi kejuaraan internasional di tingkat yunior, yaitu Kejuaraan Dunia Angkat Besi Yunior di Tashkent, Uzbekistan, 8-14 Juni dan Olimpiade Remaja 2018 di Buenos Aires, Argentina.
Komitmen pemerintah untuk mendukung pelatnas angkat besi, tentu sangat berarti untuk mendulang prestasi. Salah satunya dukungan ketersediaan tempat latihan yang memadai.
Saat menyiapkan lifter untuk menghadapi Olimpiade Rio 2016, misalnya, tim angkat besi justru "terusir" dari tempat latihan demi pembangunan arena Asian Games 2018. Mereka lantas "melanglang" pindah tempat latihan ke Pusat Olimpiade di Cibubur, ke Soreang di Jawa Barat, hingga terakhir di Markas Komando Pasukan Marinir, Jakarta Pusat.
Kepala Bidang Angkat Besi PB PABBSI Alamsyah Wijaya berharap masalah yang menimpa tim angkat besi sepanjang 2016 dan 2017 tidak terulang lagi tahun depan. "Jangan sampai kita disibukkan mengurus honor atlet yang belum dibayar, tunggakan akomodasi, peralatan yang terlambat, dan banyak hal lain. Delapan bulan menjelang Asian Games cukup menyiapkan atlet asalkan semua dilakukan dengan sungguh-sungguh," ujar Alamsyah.
(DENTY PIAWAI NASTITIE)