Bersaing dan Bersahabat di Arena Tenis
Menjalani tur bersama pemain yang nyaris sama selama 10-11 bulan dalam setiap musim, tak hanya memunculkan persaingan di arena tenis profesional. Persaingan itu memunculkan juga ikatan persahabatan di antara mereka.
Hubungan antara Roger Federer dan Rafael Nadal menjadi kisah persahabatan menarik yang muncul dari salah satu persaingan terbaik di arena tenis. ”Fedal” (kependekan dari Federer-Nadal) adalah julukan yang diberikan penggemar untuk duo yang mendominasi persaingan tenis putra sejak pertengahan era 2000-an itu.
Babak ketiga Miami Masters 2004 menjadi awal persaingan Federer dan Nadal yang hingga kini telah menghasilkan 38 pertemuan di antara keduanya. Federer, yang ketika itu berusia 22 tahun dan telah dua kali menjuarai Grand Slam, ditaklukkan remaja Spanyol yang datang dengan gaya rambut panjang, kaus tanpa lengan, dan celana selutut.
Sejak saat itu, pertemuan kedua petenis dengan gaya berbeda tersebut selalu memunculkan pertandingan menarik. Nadal, yang bermain dengan garang seperti gladiator, menjadi penantang bagi Federer, seorang seniman genius di lapangan tenis dengan olah kaki seperti penari balet.
”Dia adalah lawan paling tangguh dengan gaya main paling menantang. Bermain melawan dia sangat menyenangkan. Saya senang dengan rivalitas kami dan dia adalah petenis yang membuat saya menjadi seperti sekarang ini,” kata Federer.
Di luar lapangan, mereka dikenal sebagai sahabat yang bisa bertemu hingga seminggu sekali.
”Saya banyak menghabiskan waktu dengan dia, dalam pertandingan, acara promosi, amal, hingga makan malam bersama. Saya dekat dengan keluarganya. Mereka adalah keluarga yang baik dan sangat dekat. Ikatan saya dengan Rafa lebih kuat dibandingkan dengan Novak Djokovic atau Andy Murray,” kata Federer kepada CNN.
Makin eratnya ikatan itu berdampak pada ”merger” penggemar masing-masing, apalagi ketika Federer dan Nadal bermain berpasangan untuk pertama kalinya dalam turnamen ekshibisi Piala Laver di Praha, Ceko, September. Duet Fedal, yang mungkin tak akan terjadi lagi, disambut baik penggemar kedua petenis yang biasanya membanggakan idola masing-masing dengan saling meledek.
Meski bersaing di lapangan, Fedal bersahabat di luar lapangan. Djokovic dan Murray juga berteman dekat. Apalagi, dengan usia yang hanya terpaut sepekan—Murray lebih tua—mereka bersaing bersama sejak yunior.
Persaingan pertama di lapangan terjadi saat Djokovic dan Murray bertanding dalam turnamen U-12 di Perancis pada 1998, saat mereka berusia 11 tahun. ”Dalam pertemuan pertama itu, Andy menghancurkan saya. Saat itu, rambut keritingnya sangat tebal. Dia juga terlihat sedikit pucat,” komentar Djokovic, dalam Eurosport, yang dikalahkan Murray 0-6, 1-6 dalam pertemuan pertama itu.
Sejak saat itulah pertemanan terjalin, apalagi mereka menempuh jalan yang sama, meninggalkan rumah masing-masing untuk berlatih tenis di negara lain. Murray meninggalkan Dunblane (Skotlandia) untuk berlatih di akademi tenis di Spanyol, sementara Djokovic menuju Muenchen (Jerman) dari Belgrade (Serbia).
Uniknya, mereka memiliki sifat berbeda. Djokovic adalah orang yang senang bergurau. Karena sering membuat orang di sekitarnya tertawa, Djokovic mendapat julukan ”The Djoker”. Ini berbeda dengan Murray yang cenderung serius.
Di putri, persahabatan erat terjalin antara Belinda Bencic (Swiss) dan Kristina Mladenovic (Perancis); dua petenis AS yang tampil dalam final AS Terbuka 2017, Sloane Stephens dan Madison Keys; serta Serena Williams (AS) dan Caroline Wozniacki (Denmark).
”Kami memiliki ketertarikan yang sama dan kadang pikiran yang sama, di dalam dan luar lapangan. Kami suka berlatih, berbelanja, hingga berlibur bersama. Keeratan kami sudah seperti saudara,” kata Bencic.
”Dia selalu ada untuk saya saat saya membutuhkan. Untuk itu, saya selalu menilai, pertemanan kami sangat kuat,” kata Wozniacki dalam wawancara dengan majalah Vogue, dua tahun lalu. Wozniacki pun datang ke pernikahan Serena dengan Alexis Ohanian, November lalu.
November 2014, Serena menyambut Wozniacki di finis dengan memeluknya, tertawa sambil menangis, ketika sahabatnya itu menyelesaikan Maraton New York. Itu terjadi setelah tiga bulan sebelumnya, Serena mengalahkan Wozniacki pada final AS Terbuka.
”Apakah normal ketika melihat seseorang menyelesaikan maraton dengan cara menangis? Sangat bangga untukmu caro@CaroWozniacki#nycmarathon” tulis Serena dalam akun Twitter-nya saat itu.
Serena berpendapat, hubungan antarpetenis saat ini berbeda dengan era 1990-an ketika persaingan terbawa hingga ke luar lapangan.
”Saya ingat, saat itu, Steffi Graf dan Monica Seles tak pernah berbicara satu sama lain. Saat ini, kami seperti keluarga besar. Kami melakukan perjalanan bersama selama 10-11 bulan dalam setahun, jadi tentu saja saling mengenal. Jika mendengar seseorang terluka, kami berempati untuk mereka. Ya, saat ini, kami seperti keluarga,” kata Serena dalam ESPN, 2015.
(YULIA SAPTHIANI)