Pada Sabtu (30/12) malam, di hadapan dua anggota tim verifikasi, Wakil Ketua II PB PJSI (judo) Perry Pantouw bersikukuh agar jumlah atlet pelatnas tidak dikurangi. Dari hasil verifikasi, tim ahli hanya menyetujui 10 dari 16 judoka yang diajukan. ”Mohon maaf, tidak bisa. Latihan terus berjalan. Bayangkan, pengurangan mendadak ini bisa menurunkan motivasi atlet,” ujar Perry.
Di ruangan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora itu, kepada Perry diperlihatkan hasil verifikasi proposal pelatnas yang diajukan PJSI awal Desember 2017 yang diproyeksikan di layar. Di layar itu terlihat deretan tabel-tabel yang berisi hitungan anggaran pelatnas setiap cabang.
”Anggaran ini untuk prioritas medali di Asian Games. Jadi, hanya atlet judo yang berpeluang mendapat medali saja yang bisa masuk pelatnas,” ujar Ketua Tim Verifikasi Adhi Purnomo. Dia didampingi sekretaris tim Muhammad Yunus.
Setelah melalui perdebatan cukup alot selama hampir dua jam hingga pukul 20.00, Perry menerima keputusan anggaran pelatnas senilai Rp 7 miliar, lebih rendah dari yang diajukan Rp 27 miliar. Hal itu karena pihaknya tidak bisa menjanjikan lebih dari satu emas.
Negosiasi antara pengurus cabang dan tim verifikasi untuk menentukan anggaran pelatnas memang tidak mudah. Bahkan, pengurus harus rela datang berhari-hari untuk mendapatkan titik temu kesepakatan jumlah atlet dan total anggaran.
Manajer tim loncat indah Pranarta dan pelatih nasional Harli Ramayani harus datang dua kali, 27 dan 29 Desember. ”Kami masih belum putus karena masih terus bernegosiasi masalah jumlah personel. Ini belum masalah training camp dan uji coba,” ujar Pranarta.
Pranarta berusaha mempertahankan argumen bahwa disiplin loncat indah harus tampil maksimal di 10 nomor pertandingan. Namun, dia kerap kesulitan menjawab pertanyaan tim verifikasi terkait dengan prioritas medali di ajang Asian Games. Menurut dia, ada lima anggota tim verifikasi yang selalu mempertanyakan prestasi atlet di tingkat Asia.
Hal serupa dialami mayoritas cabang lain. Mereka diundang menerima hasil verifikasi proposal dan keputusan anggaran sementara pada 27-30 Desember 2017. Selama empat hari, ruangan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora dibuka 12 jam mulai pukul 09.00-21.00.
Meski cabang hanya sekali diundang, nyatanya mereka datang dua-tiga kali untuk menuntaskan persoalan anggaran ini. Penyebabnya beragam, tetapi umumnya karena pengurus yang hadir bukan pengambil kebijakan, seperti sekretaris jenderal atau wakilnya. Akibatnya, persoalan ini sulit tuntas.
”Undangan kurang tepat di sela-sela libur Natal dan Tahun Baru,” ujar Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PB ISSI (balap sepeda) Sugeng Trihartono.
Hingga hari terakhir, Sabtu, masih ada tiga cabang yang belum datang, yakni PB FOKSI (kabbadi), PP MPI (pancalomba modern), dan PB PTMSI (tenis meja). Selain itu, dari 40 cabang, baru 4 cabang yang menandatangani nota kesepahaman. Hal ini mestinya jadi sorotan karena dana tidak bisa ditransfer apabila belum ada kesepakatan kedua belah pihak.
Menurut Deputi IV Kemenpora Mulyana, tujuan pemanggilan cabang olahraga dengan tim verifikasi untuk mencari solusi tentang besar bantuan dan kuota atlet dalam pelatnas. Dia tidak memungkiri ada diskusi yang cukup alot dalam penentuan kesepakatan. Kemenpora fokus pada atlet yang berpotensi mendapatkan medali.
Persoalan anggaran pelatnas ini masih awal dari perjuangan tuan rumah masuk sepuluh besar Asian Games. Kerja sama yang solid antara pemerintah dan cabang sangat dibutuhkan kerja cepat melawan waktu yang terus berpacu. (KRN/DD18)