Mempertahankan Tur Bergengsi
Namun, mulai 2018, Tour de Singkarak (TdS) tidak boleh lagi diselenggarakan oleh Kemenpar. Banyak pihak pun mempertanyakan, akankah TdS kembali digelar tahun ini?
Pertanyaan sekaligus kekhawatiran para penggemar olahraga balap sepeda jalan raya itu terdengar cukup kuat di sela-sela penyelenggaraan TdS 2017 pada 18-26 November. Mereka mengkhawatirkan kualitas penyelenggaraan TdS 2018 akan menurun ketika peran Kemenpar jauh berkurang menjadi hanya pendukung pendanaan dan promosi tur balap sepeda berkelas UCI 2.2 itu.
Tahun lalu, anggaran tur balap sepeda dengan 9 etape itu sudah turun sekitar 50 persen. Semua pos pengeluaran sangat dibatasi, tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Oni Yulvian menyebutkan, biaya penyelenggaraan TdS 2017 sekitar Rp 13 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp 8 miliar ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Sumbar dan sejumlah pemerintah kabupaten/kota.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit dalam laman TdS merencanakan akan menggelar TdS 2018 pada 5-14 September. Menurut rencana, rute yang akan dijalani para pebalap mencakup juga Provinsi Jambi, di mana Provinsi Jambi menawarkan Sungai Penuh, Kerinci, untuk masuk dalam salah satu etape. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Sumbar dan memiliki panorama alam memukau berupa perkebunan teh dan Gunung Kerinci yang menjulang, masuknya Sungai Penuh akan membuat TdS lebih menarik. Akan tetapi, dalam kalender resmi UCI, jadwal TdS 2018 itu belum masuk.
Oni menambahkan, dari segi pariwisata, sebenarnya penyelenggaraan TdS berdampak sangat positif pada kenaikan jumlah wisatawan ke Sumbar, termasuk wisatawan asing. Akan tetapi, jumlah pemasukan dari para wisatawan itu memang belum berbanding lurus langsung dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan TdS. ”Faktornya banyak, selain masih kurangnya penerbangan langsung ke Sumbar dari luar negeri, fasilitas pariwisata di sini pun masih belum terbangun dengan baik. Hotel-hotel berbintang masih sangat jarang di luar Kota Padang dan Bukittinggi. Event pariwisata pun masih harus digalakkan,” ujarnya.
Pengaturan etape
Kurangnya fasilitas hotel berbintang di luar Padang dan Bukittinggi juga dirasakan oleh para pebalap beserta timnya. Banyak pebalap asing mengeluhkan waktu tempuh dari hotel ke tempat start yang terkadang lebih lama dari waktu mereka balapan. ”Saya mendengar masalahnya memang tidak ada hotel yang memadai di lokasi start, tetapi kalau memang begitu, semestinya jangan dipaksakan untuk start di lokasi yang sangat jauh dari hotel,” kata Daniel Whitehouse, pebalap asal Inggris yang memperkuat tim CCN Laos.
Hal senada disampaikan pebalap asal Jerman, Robert Muller, yang dinobatkan sebagai sprinter terbaik di TdS 2017. ”Secara umum penyelenggaraan berlangsung baik. Medan-medan yang dilalui juga sangat menantang dan berpemandangan indah. Yang kurang memang masalah tempat start dan finis dengan jarak hotel yang sering kali cukup jauh. Lamanya perjalanan dari hotel menuju ke tempat start ada yang sampai dua jam, membuat mood membalap jauh berkurang. Barangkali untuk tahun depan perlu disusun rute balapan dan etape-etape yang lebih bersambungan,” kata pebalap dari tim Embrace The World Racing itu.
Sebagai gambaran, TdS 2017 dimulai dari Batusangkar menuju Kota Padang (Etape I, 109,3 km), dilanjutkan dengan dari Painan ke Sawahlunto (Etape II, 155,9 km). Kemudian pada etape III pebalap berpindah lagi, memulai balapan dari Muaro Sijunjung ke Dharmasraya sejauh 161,3 km, kemudian dilanjutkan dengan Danau Singkarak (Kabupaten Solok) ke Payakumbuh (Etape IV, 106,4 km).
Pada etape V, pebalap memulai dari Kota Solok menuju Solok Selatan (153,2 km), dilanjutkan dari Kota Solok ke Kayu Aro (Etape VI, 145,7 km). Pada etape VII, balapan dimulai di kabupaten 50 Kota menuju Padang Panjang (112 km), dilanjut dari Padang Pariaman ke Agam (Etape VIII, 135,2 km), dan ditutup dari Pasaman ke Bukittingi (Etape IX, 117,2 km).
Dari pemilihan start dan finis kesembilan etape itu saja bisa terlihat bagaimana para pebalap dan semua tim pendukung serta penyelenggara TdS 2017 harus terus berpindah kota dari hari ke hari. Bahkan, seusai balapan pun, para pebalap tidak bisa langsung beristirahat dengan tenang karena harus menempuh perjalanan jauh ke hotel tempat mereka menginap.
Dalam tur balap sepeda, penyusunan rute yang tidak menyambung seperti itu sebenarnya bukan hal yang aneh. Di ajang balap sepeda paling bergengsi sedunia Tour de France pun, sering kali ada beberapa etape yang terputus atau tidak menyambung dengan etape sebelumnya. Akan tetapi, memang selayaknya disusun bagaimana agar etape yang terputus itu tidak terlalu banyak sehingga para pebalap memiliki waktu istirahat yang memadai.
Penetapan etape, posisi start dan finis itu, menurut sejumlah panitia penyelenggara, tak terlepas dari ”tawar-menawar” antara penyelenggara pusat dan pemkab/pemkot yang ikut mendukung pembiayaan TdS 2017. Ada beberapa pemkab/pemkot yang meminta giliran dilalui atau jadi tempat start atau finis pada hari tertentu sehingga tak mudah untuk menyusunnya jadi sebuah rute yang bersambungan.
Oleh karena itu, penyusunan rute baru yang lebih kondusif bagi para pebalap menjadi tantangan besar bagi siapa pun yang akan menjadi penyelenggara TdS tahun ini, pemerintah ataupun swasta. Intinya, untuk membuat TdS makin bergengsi.
(Rakaryan Sukarjaputra)