Mengulik Agresivitas Marquez
Karakter itu menjadi sorotan karena tahun lalu dia 27 kali kecelakaan di sesi latihan bebas, kualifikasi, pemanasan, dan balapan. Marquez hanya di bawah pebalap Aprilia, Sam Lowes, yang mengalami 31 kecelakaan.
Beruntung Marquez tidak mengalami cedera parah yang membuat dia absen dari balapan. Sepanjang musim lalu, dia hanya tiga kali tidak menyelesaikan balapan, dua kali karena kecelakaan di Argentina, Perancis, serta akibat kerusakan mesin di Inggris.
Marquez seperti mendapat mukjizat karena sering terjatuh, tidak cedera parah, pada pada akhir musim meraih gelar juara MotoGP untuk keempat kali. Sebenarnya, dalam lima musim berkiprah di MotoGP, Marquez belum pernah cedera parah. Ini mengagumkan karena dalam 90 balapan yang dijalani Marquez, dia 83 kali kecelakaan.
Selentur kucing
Marquez bisa seperti itu salah satunya karena pola latihan fisik. Dia memiliki pelatih pribadi, Genis Cuadros, yang merancang pola latihan kelenturan, kekuatan, dan daya tahan fisik. Setiap kali akan mengendarai ”kuda besinya”, Marquez selalu menjalani sesi pelenturan yang ekstensif.
”Kita tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegah supaya tidak jatuh,” ujar Cuadros dikutip dari FoxSports.
”Satu hal yang selalu saya katakan kepada dia adalah lebih baik jadi selentur mungkin seperti kucing ketimbang kuat seperti anjing. Karena, saat kucing terjatuh, tubuhnya memutar dan tidak cedera,” ujar Cuadros.
”Jadi, kami melatih kelenturan sehingga saat jatuh, cederanya tidak parah. Pada kecepatan 200 kilometer per jam, Anda bisa mencederai diri sendiri. Namun, jika Anda lentur, mungkin (risiko) mencederai diri sendiri berkurang,” ucap Cuadro.
Marquez menjalani latihan itu dengan disiplin. Dia telah memetik hasilnya, dengan selalu terhindar dari cedera parah karena tubuhnya selentur kucing. ”Kami selalu berlatih untuk menjadi kuat tanpa kehilangan kelincahan dan kelenturan, itu yang di kemudian hari akan menyelamatkan Anda dari banyak hal,” ujar pebalap Repsol Honda tersebut.
Itulah mengapa Marquez bisa menghindari cedera saat kecelakaan parah, seperti di Sirkuit Assen, Belanda, empat tahun lalu. Pada sesi latihan bebas ketiga, 28 Juni 2013, Marquez terpelanting dari motor, terbanting di aspal, terseret motor, dan salto beberapa kali sebelum berhenti. Marquez hanya cedera kelingking dan jempol kanan. Esoknya, dia bisa mengikuti balapan dan finis kedua di bawah Valentino Rossi yang meraih kemenangan pertama sejak 2010.
Finis kedua dalam kondisi cedera merupakan pencapaian luar biasa. Apalagi, melupakan trauma kecelakaan itu tidak mudah, bahkan bagi pebalap. ”Sulit untuk mengatakan bahwa ’kecelakaan adalah kecelakaan, tetapi esok hari akan lebih baik’. Sulit bagi pebalap untuk memahami itu dan melupakan kecelakaan serta membalap keesokan harinya dan kembali melesat,” kata Marquez.
Namun, Marquez bisa melakukan itu karena dukungan tim. Karena, setelah kecelakaan, timnya akan memberikan dukungan penuh dan memberikan keceriaan meskipun harus memperbaiki motor yang butuh waktu. Bayangkan, jika dalam 27 kali kecelakaan musim lalu Marquez tidak mendapat dukungan dari timnya. ”Jika Anda memiliki orang-orang hebat seperti itu, semuanya menjadi lebih mudah,” ujar Marquez.
Memahami batas
Marquez memang fenomenal. Kecelakaan yang berulang kali dia alami tidak mengubah karakter membalapnya. Dia selalu memaksa kemampuan motornya hingga batas maksimal. Itu pula yang dia lakukan musim lalu. Dia ingin mengetahui batas motornya bisa dikendalikan.
”Ya, saya mengalami 27 kecelakaan, tetapi saya mempelajari sesuatu. Saya kecelakaan 27 kali, tetapi sebenarnya saya nyaris mengalami mungkin 50 kecelakaan. Itu memberi saya sesuatu, saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya, semacam ikatan rasa pada sepeda motor,” ujar pebalap kelahiran Cervera, Spanyol, itu.
”Dengan 27 kecelakaan, saya bisa memahami banyak hal. Seperti ’Ini bisa saya simpan, yang ini tidak’,” ujar Marquez.
Pada awal musim 2017, Marquez memaksa motornya yang kurang bertenaga. ”Saya tidak menikmati mengendarai motor. Saya hanya mengendarai karena saya perlu mengendarai, tetapi saya tidak menikmatinya,” ujar Marquez kepada Manajer Tim Repsol Honda Emilio Alzamora dan mantan pebalap motokros Jose Luis Martine dalam perjalanan mereka ke bandara setelah balapan di LeMans, Perancis.
Marquez kemudian mencoba motor dengan sasis yang berbeda, seperti yang dikendarai Cal Crutchlow (LCR Honda). Motor lebih nyaman dipacu.
”Saya lebih cepat, tetapi tidak aman 100 persen. Karena itulah, saya mengalami banyak kecelakaan. Tahun depan (2018)saya ingin memahami mengapa, dan saya ingin memahami selama pramusim bagaimana mendapatkan rasa yang lebih baik dengan (ban) depan dan memahami lebih baik di mana batasnya,” ucap Marquez.
Itulah yang dipesankan mantan pebalap GP500, Kevin Schwantz. ”Anda harus mencari cara membalap dengan agresif dan pada saat yang sama menurunkan risiko karena suatu saat Anda mungkin akan melukai diri sendiri,” ujar juara GP500 pada 1993 itu kepada Motorsport, Rabu (3/1). (ANG)