Permata Baru Barca
Istilah permata itu disematkan koran Spanyol, Marca, untuk menyambut kepindahan Coutinho ke Barca. Coutinho mengikuti jejak pendahulunya, Luis Suarez, yang lebih dulu angkat kaki dari ”The Reds” guna mencari trofi di Blaugrana.
Coutinho disebut-sebut dibeli Barca dengan nilai Rp 2,5 triliun, termasuk bonus. Ini adalah rekor pemain termahal asal Liga Inggris, melampaui transfer Gareth Bale dari Tottenham Hotspur ke Real Madrid pada 2013. Saat itu, Bale dibeli Rp 1,5 triliun.
Kemarin, Coutinho terbang ke Spanyol untuk menjalani tes kesehatan sekaligus menyelesaikan transfer itu. ”Kami akan memberikan informasi mendetail terkait kedatangan pemain baru ini (Coutinho) dalam beberapa jam ke depan,” bunyi pernyataan resmi Barcelona, Minggu malam.
Kepindahan Coutinho ke Spanyol bukan sebuah kejutan. Barca memang telah mengincarnya sejak musim panas lalu. Pertanyaannya adalah mengapa Barca begitu ngotot ingin segera merekrut gelandang kreatif itu? Toh, pada umumnya, transfer penting lebih sering dilakukan di awal musim, bukan tengah musim seperti ini.
Barca rela mengeluarkan uang sangat banyak dan mencetak rekor transfer demi gelandang yang dipastikan tidak bisa tampil di Liga Champions. Ya, pemain termahal Barca itu tidak bisa memperkuat tim barunya karena aturan ”cup tied”, yaitu seorang pemain tidak dapat membela dua tim berbeda pada satu musim kompetisi.
Coutinho sebelumnya tercatat sebagai pemain The Reds di Liga Champions. Ia ikut mengantarkan Liverpool lolos ke babak 16 besar, fase yang juga dicapai Barca di Liga Champions musim ini. ”Saya sungguh heran, apa yang akan ia (Coutinho) dapat di Barca jika kenyataannya ia harus absen di Liga Champions?” ujar Phil Thompson, eks pemain Liverpool, kepada Sky Sports.
BBC punya jawabannya. Barca sengaja ingin segera memboyong Coutinho ke Camp Nou agar ia punya waktu guna menyerap ilmu langsung dari Iniesta, dirigen dari permainan Barca. Coutinho diproyeksikan sebagai ahli waris dari Iniesta yang akan menginjak usia 34 tahun di akhir musim.
Dalam tiga tahun terakhir ini, Barca aktif merekrut pemain untuk dijadikan calon penerus Iniesta. Namun, para pendatang seperti Arda Turan, Andre Gomes, dan Denis Suarez belum mampu menyamai visi serta kreativitas permainan El Ilusionista.
Penerus Zico
Pilihan pun jatuh ke Coutinho, gelandang yang disebut mewarisi kegeniusan Zico, legenda tim nasional Brasil. Selain piawai mengeksekusi bola-bola mati, Coutinho dikenal sangat kreatif. Pemain yang diboyong Liverpool dari Inter Milan seharga 8,5 juta pounds atau Rp 154 miliar pada 2013 silam itu gemar memanjakan rekan-rekan setimnya dengan kreasi atau umpan-umpan akurat.
Statistik menunjukkan, jumlah kreasi Coutinho di musim ini jauh melewati para pemain Barca seperti Ivan Rakitic, bahkan Iniesta sekalipun. Rata-rata kreasi golnya adalah 2,85 per laga. Angka itu hanya bisa didekati striker Barca, Lionel Messi, dengan rata-rata kreasi gol 2,81 per laga.
Tak heran, kehadiran Coutinho sejak 2013 dapat meningkatkan probabilitas kemenangan Liverpool. Dengan pemain 25 tahun itu, persentase kemenangan Liverpool 54,70 persen. Adapun tanpa Coutinho, kemenangan The Reds 52 persen.
Keunggulan lain dari Coutinho adalah ia mampu bermain di berbagai posisi dengan sama baiknya entah itu sebagai penyerang sayap, gelandang, ataupun penyerang bayangan. Fleksibilitasnya ini serupa dengan rekan senegaranya, Ronaldinho.
”Philippe memiliki daya magis yang spesial di kedua kakinya. Bagi saya, ia punya kualitas yang sama dengan Ronaldinho dan Messi,” ujar Mauricio Pochettino, Manajer Tottenham Hotspur yang sempat melatih Coutinho di Espanyol.
Manajer Liverpool Juergen Klopp pun mengaku kehilangan. ”Kami telah berupaya sekuat tenaga meyakinkan Philippe bahwa menjadi bagian Liverpool sama menariknya dengan pindah ke Spanyol. Tetapi, ia memang ingin pergi. Dengan berat hati kami merelakan dia,” ujarnya.
Kehadiran Coutinho diharapkan bisa berdampak secara tidak langsung bagi penampilan Barca di Liga Champions. BBC mengulas, Iniesta dapat mencurahkan fokusnya di Liga Champions berkat hadirnya Coutinho.
Sebelumnya, fokus Iniesta terbagi ke kompetisi domestik, salah satunya Liga Spanyol, karena ketiadaan pelapis yang memadai. Padahal, Iniesta tak cukup energik lagi untuk mengikuti dua kompetisi dengan sama baiknya.
(AFP/Reuters/JON)