MELBOURNE, SABTU Empat pertandingan babak ketiga Australia Terbuka di Rod Laver Arena, Melbourne Park, mengundang perhatian penggemar tenis dengan cara berbeda. Salah satunya adalah pertemuan Simona Halep dan Lauren Davis, yang memperlihatkan salah satu hakikat olahraga: pantang menyerah.
Datang ke Melbourne Park dengan posisi di puncak peringkat dunia, Halep menjadi salah satu favorit juara dari persaingan terbuka tunggal putri yang tak dihadiri Serena Williams. Sebelum turnamen dimulai, dia menegaskan ingin melengkapi status petenis nomor satu dunia dengan gelar juara Grand Slam yang belum pernah diraih.
Setelah melewati dua babak pertama dengan lancar, Halep menemui rintangan pada babak ketiga, Sabtu (20/1). Davis, petenis Amerika Serikat berperingkat ke-76 dunia, hampir membuat petenis Romania itu pulang lebih cepat. Dalam laga berdurasi 3 jam 45 menit, Halep akhirnya meneruskan langkah ke babak keempat melalui kemenangan, 4-6, 6-4, 15-13.
Tanpa sistem tie-break, pemenang ditentukan melalui selisih dua gim jika terjadi skor 5-5 pada set penentuan. Halep hampir tersingkir ketika Davis mendapat match point pada gim ke-22 set ketiga. Dalam posisi memegang servis, Halep tertinggal, 10-11 (0-40).
Dalam kondisi sulit, Halep justru membuktikan kemampuannya yang semakin baik dalam mengontrol emosi. Tampil tenang dan dengan kemampuan menempatkan servis dengan sudut melebar, Halep mempertahankan gim tersebut, membuat skor menjadi 11-11.
Emosi petenis berusia 27 tahun itu kembali diuji menjelang gim ke-23. Saat Halep mendapatkan kembali momentum permainannya, Davis tiba-tiba meminta medical time out karena kuku pada salah satu jari kaki kanannya mulai terlepas.
”Mental saya lebih kuat. Saya bisa menunjukkan itu pada setiap momen penting dalam pertandingan tadi. Itu membuat saya senang, kemenangan itu bisa didapat karena saya berhasil mengatasi tekanan,” ujar Halep.
Halep mengakui, jika momen tersebut terjadi dua tahun lalu, dia akan gagal mengatasinya. ”Simona yang lama tak akan bisa memenangi pertandingan tadi. Simona yang baru telah menunjukkan mampu berubah untuk tidak terlalu terpengaruh dengan poin,” ujarnya.
Kedewasaan emosi itu berkat Darren Cahill yang melatih Halep sejak 2016. Cahill membuat Halep makin percaya diri atas kemampuannya. ”Saya katakan padanya, selama menjadi pelatih, saya tak yakin telah menyaksikan pertandingan lain yang lebih emosional dari itu,” kata Cahill dalam New York Times.
Halep tampil dengan cedera engkel kiri yang dialami sejak babak pertama hingga membuatnya harus minum obat anti-peradangan sebelum bertanding.
Penampilan kedua petenis mendapat pujian dari mantan petenis, Chris Evert dan Tracy Austin. ”Perjuangan hebat dari kedua petenis. Keduanya layak memenangi pertandingan itu,” kata Evert dikutip dari BBC.
”Simona Halep dan Lauren Davis adalah pejuang hebat. Mereka harus bangga dengan penampilan tadi,” ujar Austin.
Davis, yang berada dalam posisi underdog, pantas mendapat pujian tersebut. Petenis terpendek di peringkat 100 besar dunia ini—Davis bertinggi badan 1,57 meter—membuat Halep kesulitan dengan backhand down the line. Dia juga pantang menyerah meski kesakitan. ”Saya bermain sangat baik dan banyak hal positif yang saya dapat dari pertandingan itu,” ujarnya.
Sebanyak 48 gim yang dimainkan dalam pertandingan itu sama seperti ketika Chanda Rubin mengalahkan Arantxa Sanchez Vicario, 6-4, 2-6, 16-14, pada perempat final 1996. Keduanya menjadi pertandingan tunggal putri Australia Terbuka dengan jumlah gim terbanyak.
Kondisi berbeda terjadi pada pertandingan Angelique Kerber melawan Maria Sharapova yang awalnya diprediksi berlangsung ketat. Namun, Sharapova justru tak berdaya. Dia kalah, 1-6, 3-6, hanya dalam waktu 1 jam 4 menit. (AP/AFP/IYA)