Dengan tersingkir dari Copa del Rey, Madrid sudah hampir pasti tidak dapat merebut gelar apa pun di Spanyol. Peluang di Liga Spanyol pun suram karena ”El Real” yang berada di posisi keempat terpaut 19 poin dari pemuncak klasemen Barcelona.
Dengan penampilan Barcelona yang stabil meraih kemenangan, dan penampilan Madrid yang terus menurun, gelar juara La Liga hampir pasti lepas dari genggaman Madrid. Lepasnya dua peluang untuk meraih gelar pada musim ini membuat Zidane tahu diri mengenai posisinya.
”Saya bertanggung jawab untuk semuanya. Ini kegagalan saya. Ini adalah kegagalan besar. Saya manajer. Saya yang memilih tim dan saya melakukan banyak kesalahan. Bergantung kepada saya untuk mencari solusi. Saya akan lanjut berjuang, bekerja, dan menemukan sesuatu yang diperlukan tim,” kata Zidane.
Beberapa pekan lalu, Zidane menandatangani perpanjangan kontrak hingga 2020. Namun, Zidane mengatakan, dirinya siap jika sewaktu-waktu dipecat oleh pemilik tim.
Penampilan Madrid tidak optimal dari awal musim sampai saat ini. Dari tujuh laga di semua kompetisi sejak awal 2018, Madrid hanya menang 3 kali, kalah 2 kali, dan imbang 2 kali.
Dengan penampilan tim utama yang tidak stabil, Zidane memainkan tim lapis kedua untuk menghadapi Leganes pada laga kedua perempat final. Kerja sama yang belum padu dan penyelesaian akhir yang lemah membuat Madrid sulit mencetak gol meskipun bisa mendominasi laga. Di sisi lain, lubang di lini pertahanan juga masih terbuka.
Kondisi itu dimanfaatkan Leganes untuk mencetak dua gol melalui Javier Eraso dan Gabriel. Gol balasan dari Karim Benzema tidak dapat mencegah Madrid dari kekalahan memalukan.
Nasib Zidane kemungkinan akan ditentukan setelah laga babak 16 besar Liga Champions. Ini laga krusial karena Real Madrid akan menjamu tim yang juga kaya raya dan bertaburkan bintang, Paris Saint-Germain (PSG) pada 15 Februari.
Jika Madrid kalah dari PSG di laga pertama itu, peluang mereka meraih gelar di musim ini akan semakin suram. Apalagi, laga di Parc des Princes tidak pernah mudah dijalani tim mana pun.
Taktik terkuak
Zidane sempat dikenal memiliki ”sihir” karena mampu mengubah Madrid, yang dalam keadaan krisis saat ditinggal Rafael Benitez pada Januari 2016, menjadi juara Liga Champions 2015-2016. Bahkan, Madrid meraih delapan gelar juara dalam dua tahun kepelatihan Zidane.
Namun, kini sihir itu tidak lagi manjur untuk menghadapi klub-klub Spanyol. Banyak klub sudah membaca kelebihan dan kekurangan taktik yang dirancang oleh Zidane.
Gaya bermain mengurung pertahanan lawan yang diandalkan Zidane dapat dipatahkan dengan pertahanan berlapis dan kiper yang bekerja ekstra keras. Ketiadaan penyerang keempat yang tajam dan sering cederanya Gareth Bale serta Benzema membuat lini depan Madrid tak lagi menakutkan.
Cristiano Ronaldo lebih mudah dikepung dan tidak diberi ruang tembak jika Bale atau Benzema cedera. Hal itu yang membuat produktivitas gol Ronaldo menurun drastis. Ronaldo tidak dimainkan saat melawan Leganes.
Saat Madrid masih memiliki Alvaro Morata, absennya Bale atau Benzema tidak terlalu menjadi masalah. Beban bagi Ronaldo dapat dibagi dengan Morata. Grafik Madrid yang selalu menurun itu menuntut Zidane untuk meracik taktik baru yang jitu. (AFP/Reuters/ECA)